BAB XVII

357 59 0
                                    

Alhamdulillah bisa istirahat bentar dari kerjaan yang mendadak datang. Padahal harusnya masih libur. Hehe...

Menuju ending. Selamat membaca!

***

Angelica dan Prisilia mengenakan baju renang yang masih tergolong sopan untuk ukuran orang Timur, khususnya Indonesia. Setelah semalam langsung beristirahat dan pagi tadi mengumpulkan informasi serta arah destinasi yang akan dituju, mereka bertiga pun langsung bertolak menuju Pantai Pattaya yang berjarak sekitar tiga puluh menit dari penginapan. Alih-alih menarik lengan Pramudya, Angelica justru berlarian dengan Prisilia menuju bibir pantai.

Ada live music di dekat restoran khas Thailand. Pramudya memilih untuk duduk di salah satu kursi bagian luar sambil terus mengamati kekasih dan adik perempuannya. Khasnya orang Indonesia ke pantai, dia hanya memesan air kelapa dan camilan ringan khas Thailand untuk coba-coba—tentunya dia bertanya terlebih dahulu apakah makanan tersebut halal atau tidak. Cahaya matahari yang mulai naik pun memantul pemandangan indah dari tengah-tengah pantai. Rasanya Pramudya juga ingin menyusul kedua perempuan itu, tapi dia tunda dulu karena ingin menyesuaikan udara terlebih dahulu pasca jetlag.

"Lho, Mas Pram tadi ke mana?" Angelica akhirnya menyadari ketidakhadiran Pramudya di sana bersama mereka.

Prisilia ikut menoleh untuk mencari-cari keberadaan saudaranya. Terlalu bersemangat berlarian ke bibir pantai yang putih itu membuat dia melupakan keberadaan Pramudya. Begitu mendapati sosok lelaki itu duduk di salah satu restoran pantai yang menyajikan live music, tunjuknya pun seketika terarah ke sana—yang langsung disambut lambaian tangan oleh Pramudya.

"Oh, biarin aja, deh. Mungkin masih lapar," kata Angelica, lalu kembali menuju arena bibir pantai khusus untuk berenang yang sudah dilapisi pagar pembatas—antisipasi terjangan ombak. "Wah, udah lama banget pengen berenang di pantai!"

Prisilia tidak langsung berenang seperti Angelica. Dia duduk pinggiran sambil membiarkan air membasahi badannya terlebih dahulu. Menikmati desiran pasir lembut menyerbu kakinya. Tidak lupa kamera tahan air yang dikalungkan di leher dia gunakan untuk memotret Angelica dan pemandangan di sana. Sebenarnya ada dua kamera, satunya lagi di tangan Pramudya. Lelaki itu rupanya turut memotret dari jauh.

Menjelang jam makan siang, ketiganya berganti pakaian dan beranjak ke persimpangan jalan sentral Pattaya untuk mengisi perut. Lokasi yang ramah terhadap lidahnya orang Muslim. Bahkan beberapa kafe dan restoran yang berjejer di sana memang bertemakan nuansa Muslim dan ada logo halal di pintunya. Ketiganya masuk ke salah satu restoran bertingkat tiga dan memilih posisi di lantai dua bagian luar.

Angelica mengeluarkan ponsel dan mulai membuka aplikasi instagram untuk menayangkan siaran langsung. Kulit eksotisnya yang semakin berwarna pun langsung menjadi fokus utama para penonton. Sekali-kali kamera menyorot Prisilia dan Pramudya. Begitu makanan tiba, siaran itu pun langsung diakhiri.

"Habis ini kita SIAM Centre, ya, Mas," ajak Angelica.

"Ngapain siang-siang begini ke sana? Bagusan malam aja, deh. Lagian masa harus mutar dulu buat ke sana."

Prisilia mengangguk setuju. "Iya, malam aja, Mbak. Pasti lebih bagus."

Angelica menjeda kunyahannya, lalu berpikir sejenak. "Berarti habis ini kita ke Pasar Apung, terus ke museum, baru habis itu balik ke penginapan buat istirahat bentar."

Pramudya mengangguk. Mencuri-curi pandang pada kekasihnya yang tampak begitu lucu menikmati makanan asing pesanan mereka. Prisilia juga tidak kalah imut mengunyah makanan kenyal khas Thailand tersebut. Padahal harusnya itu menjadi makanan penutup, tapi adiknya tidak mau mendengarkan dan tetap lanjut memakannya.

THE ORDINARY LOVE (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang