BAB SEMBILAN BELAS

967 105 3
                                    

Terima kasih sudah mampir. 

***

RAYMOND SENANG melihat pancaran kebahagian di wajah kembarannya sepanjang proses lamaran yang berlangsung dengan khidmat. Liliana yang tampil cantik juga tidak mau kalah menampilkan raut bahagianya. Berbeda sekali dengan proses yang dilaluinya dua malam lalu di kediaman Hadiwijaya. Serba mendadak dan tanpa persiapan. Beruntungnya saja Mario—terpaksa—setuju karena ulahnya yang sudah menjebak Vanessa—meski cerita itu tetap menjadi rahasia sampai kapan pun dia mau. Mungkin nanti, suatu saat bila dia sudah siap, rahasia itu akan dia beri tahu pada sang pujaan hati.

Sepulangnya dari kediaman Dewo, Raymond memilih untuk menginap di apartemen. Tama dan Gracia tidak mempermasalahkannya. Reynald, Angelica, dan Raufa sudah lebih dulu pulang dengan orang tua mereka sementara Raymond langsung memutar mobilnya menuju apartemen. Dia langsung mandi dan bersiap untuk istirahat. Dua hari ini terasa begitu melelahkan—namun juga mendebarkan.

Vanessa tidak membalas pesan ataupun menjawab teleponnya sejak malam itu. Raymond sendiri juga merasa malu untuk berkunjung. Segan. Sialnya saja rasa rindu terlalu menggebu dan dia nyaris sesak napas karena menunggu. Memperbaiki posisi bersandar di kepala ranjang, lelaki itu kembali mengusap layar ponsel dan mengecek ruang obrolan dengan sang pujaan hati. Ada tulisan bahwa perempuan itu terakhir kali aktif sekitar satu jam lalu. Sedangkan pesannya yang sudah dikirimkan sejak dua hari lalu sampai satu setengah jam lalu masih dalam mode abu-abu centang dua.

Vanessa sengaja tidak membaca pesannya.

Raymond menghela napas. Tangannya menggulir layar menuju galeri. Ada banyak foto Vanessa yang diam-diam dia ambil saat perempuan itu lengah. Dalam satu folder rahasia yang diberi sandi, ada video juga foto-foto dari kebersamaan—jebakan—malam itu. Video dengan durasi satu jam lima menit dari dua sudut: depan belakang, sudah direncanakan dengan matang posisi kameranya, dan berhasil menangkap semua aktivitas beserta suaranya dengan jernih. Beberapa foto yang dia ambil saat Vanessa sudah tertidur dan disengaja dalam posisi yang paling intim. Beberapa lagi merupakan foto Vanessa sendiri tengah tidur dengan posisi menantang dan tentunya tanpa sehelai pun benang di tubuhnya.

Melihat itu membuat kepala Raymond pening oleh gairah. Dia semakin merindukan Vanessa dan semua tingkah polahnya. Semua rengekan manjanya. Semua gerutuan kesalnya. Dan semua manis senyumnya. Raymond rasanya ingin meledak. Melirik jam, masih menunjukkan pukul sembilan lewat lima belas menit. Dia menghela napas pelan, lalu bergegas mengenakan baju kasual serta jaket.

***

Vanessa sudah bersiap untuk tidur saat mendengar ketukan pelan sekali di pintu kaca balkon. Diraihnya jubah tidur dan setengah berlari menuju lemari untuk mengambil tongkat besi—yang disediakan di semua kamar untuk jaga-jaga. Berinjit menuju balkon yang sudah ditutupi tirai gelap, lalu mengintip sedikit. Mulut mungilnya membentuk 'O' begitu melihat Raymond jongkok di balkon. Bergegas dia meletakkan kembali tongkat besi dan langsung membuka pintu.

"Mas ngapain di sini?! Gimana caranya naik?!" desis Vanessa, menarik kekasihnya masuk.

Raymond melepas sepatunya sebelum melangkah masuk dan kembali mengunci pintu. Dia langsung memeluk Vanessa sangat erat. Membaui aroma khas perempuan itu dan meraupnya puas-puas. Baru kemudian berbisik, "Kangen banget sama kamu. Dua hari ini nggak pernah balas ataupun angkat telepon Mas, padahal nomor kamu aktif." Dia merenggangkan pelukan, menatap kekasihnya yang terdiam gugup. "Tadi ada tangga di samping dekat taman. Kalau satpam, Mas kasih sebungkus rokok buat tutup mulut. Lagipula Pak Mamat udah tau siapa Mas."

Vanessa mendelik, namun tetap menurut saat ditarik Raymond menuju ranjang. Baru beberapa detik terduduk, dia langsung menuju pintu dan menguncinya. Kekasihnya sudah merebahkan badan dengan sebelah tangan menutup mata. Kedua kakinya masih menjuntai ke bawah. Seketika ada rasa bersalah menyusup ke dalam hati Vanessa. Dia tidak bermaksud untuk mengabaikan Raymond. Hanya saja dia takut salah reaksi terkait lamaran dadakan kemarin. Meski betul, lamaran itu sudah diterima dan mereka akan bertunangan kurang dari dua minggu lagi. Tapi, tetap saja dia masih kesal karena Raymond tidak mengatakan apa-apa terlebih dahulu padanya.

THE ORDINARY LOVE (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang