BAB XVI

431 61 1
                                    

SELAMAT MEMBACA!

Jangan lupa mampir di Wholeheartedly, ya!


***

Setelah transit di Singapura sekaligus memberikan titipan Veronika untuk Vanessa, mereka pun langsung bertolak menuju konter makan dekat terminal keberangkatan internasional. Masih ada jeda sekitar dua jam sebelum pesawat bertolak ke Thailand. Angelica memesan dua porsi makanan laut untuk dirinya dan Prisil, sementara Pramudya hanya memesan makanan ringan karena tidak begitu lapar.

"Rasanya Prisil masih kurang percaya kalau Mbak Vanessa umurnya delapan belas tahun, baru mau masuk sembilan belas malah."

Angelica mengulum senyum mendengar perkataan Prisilia. Menoleh sebentar pada Pramudya yang fokus dengan makanan ringan, lalu membalas, "Kenapa? Belum cocok jadi istrinya Mas Ray, ya?"

"Kalau jujur, sih, tampang Mas Ray terlalu tua untuk Mbak Vanessa yang imut-imut."

Pramudya tersedak mendengar penuturan adiknya. "Dia seumuran sama Mas. Berarti kamu mau bilang Mas juga kelihatan lebih tua dari seharusnya?"

"Oh, masih dua puluh tiga, toh?" Prisilia mengangguk lucu. "Manly banget berarti Mas Ray, ya."

"Suami orang!"

"Iya, Mas. Sil tahu, kok." Prisilia mendengkus pelan, lalu menambahkan, "Lagian Sil nggak minat jadi pelakor-pelakoran. Masih kecil, imut gini, nanti pasti banyak yang naksir."

Pramudya berdecak, membuat Angelica makin mengulum senyum geli. Interaksi kekasih dan adiknya itu memang lucu. Tidak lama berselang, makanan mereka pun tandas. Ketiganya kembali ke terminal tunggu bersama penumpang lain yang beberapa dari mereka terlihat sama baru balik dari mengisi perut. Padahal makanan di pesawat sudah ada, tapi nyatanya tetap bikin lapar begitu sudah turun.

Pengumunan keberangkatan terdengar tidak sampai satu jam kemudian. Ketiganya beriringin dengan penumpang lain menuju pesawat yang akan mengantar ke Thailand. Angelica bukan tidak sadar beberapa dari penumpang mencuri-curi pandang bahkan sampai memotretnya diam-diam. Meski tidak nyaman dan sangat mengganggu privasi, dia tetap melempar senyum dan makin merapat pada Pramudya. Untungnya lelaki itu paham dan tidak melepas genggaman darinya. Bahkan Pramudya terlihat seperti seorang suami yang membawa dua istrinya untuk liburan. Diam-diam Prisilia mengulum senyum karena pemikiran barusan.

***

"Adiknya Mas Pram canti, ya, Mas."

Raymond melirik Vanessa yang tengah menyusun pernak-pernik di lemari hias. Rupanya titipan yang dibawakan oleh Angelica adalah barang-barang pemberiannya saat mereka berpacaran dulu. Ada beberapa foto mereka yang masih belum dikeluarkan dari kotak dan berhasil menarik atensi Raymond.

"Kalau cantik memangnya kenapa?" tanya lelaki itu sembari membalik-balik lembaran foto dan terhenti pada foto mereka berciuman. "Yakin kotak ini nggak dibuka sama Mama?" Raymond menjentikkan foto mesra tersebut di depan wajah Vanessa.

"Ku-kuncinya, kan, sama aku. Disimpan terus di dompet. Nggak mungkin bisa dibuka sama Mama." Vanessa kembali melarikan pandangan ke lemari hias. Menyembunyikan rona di pipinya yang malu melihat wajah mesum Raymond.

"Ini soft file-nya masih ada. Nanti mau Mas perbesar, deh. Biar dipajang di kamar." Raymond kembali menggoda Vanessa. Foto mereka yang berciuman di apartemen lelaki itu semasa berpacaran memang terlihat begitu intim; Vanessa duduk di pangkuannya dengan seragam yang sedikit acak-acakan dan rok abu-abu yang terngkat setengah paha. Sebenarnya saat itu Raymondlah yang memaksa untuk mengambil foto tersebut, sementara Vanessa sudah malu bukan kepayang.

THE ORDINARY LOVE (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang