Mohon bantu koreksi jika ada keliru di bawah ini, ya.
Terima kasih masih berkenan membaca The Ordinary Love.Setelah ini langsung baca FAINT, ya! :)
Jangan lupa tinggalkan jejak, ya.
Follow juga IG: inisandri :)
***Raymond mengambil tisu dan mengelap kedua telapak tangan Vanessa yang baru saja dituangkan minyak oles untuk perut buncitnya. Lelaki itu berlutut di depan ranjang, menuangkan minyak ke telapak tangannya dan mengusap secara lembut dan konstan di permukaan perut istrinya. Salah satu kegiatan favoritnya sejak beberapa waktu terakhir. Awalnya sedikit merinding, terlebih ketika tangannya memberikan usapan di sana dan ada pergerakan di dalamnya.
"Mereka lagi aktif," kata Vanessa saat itu.
Aroma minyak oles yang disarankan Veronika ini memang sangat wangi. Seperti aroma terapi relaksasi. Ya, tentunya harga sesuai kualitas. Terlebih untuk Raymond yang selalu memastikan istrinya mendapatkan yang terbaik. Bahkan pernah sampai menyewa suster rumah sakit untuk menjaga istrinya selama dia harus berangkat ke kantor. Padahal saat itu sudah ada Gracia dan Veronika di rumah.
"Namanya siapa, nih? Udah ada dipikirin?" tanya Raymond begitu selesai mengoleskan minyak tadi.
Vanessa menggeleng. "Kan belum tahu jenis kelaminnya, Mas."
Mereka sepakat untuk tidak menanyakan jenis kelamin anak kembar di dalam rahim Vanessa. Biar menjadi kejutan saat kelahiran nanti. Namun, firasat Raymond mengatakan anak mereka laki-laki. Soalnya aktif sekali sejak dalam kandungan. Ya, seperti dia dan Reynald dulu—begitu kata Tama.
"Duh, makin nggak sabar nunggu mereka keluar." Raymond menciumi perut Vanessa, membuat perempuan itu tertawa karena geli. "Kalau diingat-ingat yang dulu, Mas jadi malu sama kamu."
Ya, masa-masa di mana Raymond sangat parno mengetahui kehamilan Vanessa. Semua yang terpikir di kepalanya adalah kemungkinan terburuk yang hanya akan membahayakan istrinya. Tidak bisa sebentar saja dia berpikiran positif karena terbayang masa-masa terpuruk Vanessa pasca keguguran dulu. Padahal dia tidak pernah memaksakan mereka harus punya anak. Selama bisa bersama Vanessa, dia sudah lebih dari cukup.
"Lagipula kita bisa adopsi satu atau dua orang anak, kan? Daripada Mas harus lihat kamu sakit terus, lebih baik gitu aja," kata Raymond saat itu.
Vanessa meringis saat anak-anak mereka seperti bergantian menendang di dalam sana. Rasanya sedikit tidak nyaman, terkadang membuat dia seperti ingin menangis. "Mas, kayaknya akhir-akhir ini mereka aktif banget, deh."
"Nyeri lagi, ya?" Raymond kembali mengusap permukaan perut Vanessa. "Atau udah mau lahiran? Tapi, kata dokter masih minggu depan, kan?"
Vanessa menggeleng. Kedua matanya sudah berlinang menahan nyeri. Melihat itu membuat Raymond kembali panik. Dia buru-buru menyuruh istrinya berbaring sementara dirinya berlari ke ruang keluarga. Tama datang tidak lama kemudian, disusul Gracia dan Angelica. Para perempuan langsung mengambil tas perlengkapan yang sudah disiapkan sejak jauh hari. Raymond kembali ke kamar setelah mengabari pihak rumah sakit bahwa mereka segera tiba.
"Biar Papa saja yang gendong," kata Tama, mengambil posisi Raymond yang masih tremor. "Kamu langsung ke mobil sama Mama dan adik-adikmu. Oh, iya, panggil Rauf ke atas, jangan sampai ditinggal sendiri."
Raymond menurut. Saat panik begini dia memang kehilangan banyak tenaga. Untung saja Tama pengertian dan langsung mengambil alih. Hingga tidak sampai setengah jam kemudian mereka pun tiba di rumah sakit. Vanessa langsung diperiksa dan diarahkan menuju ruang rawat karena belum bisa dipaksakan melahirkan malam ini juga. Paling cepat baru bisa dilakukan besok pagi karena Vanessa harus berpuasa terlebih dahulu sebelum operasi.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE ORDINARY LOVE (✓)
RomancePRATAMA #2 Baca Lost Inside Your Love dulu biar paham. :) Raymond dan Reynald Pratama adalah 'si kembar konglomerat' yang menjadi idola para remaja semenjak muncul di televisi juga majalah remaja beberapa tahun lalu. Sifat keduanya jauh berbeda; Ra...