BAB SEBELAS

1K 112 3
                                    

Terima kasih sudah mampir. 

***

"ASTAGA, DEMI APA soal-soal ujian tadi nggak ada satu pun yang sulit?!"

Angelica menggeplak belakang kepala Liliana yang dengan pongahnya berkata bahwa soal-sola ujian sekolah tadi tergolong mudah. Sejak ujian nasional dihapuskan, nilai kelulusan digantikan dengan ujian sekolah dan nilai rapor biasa. Baru saja anak kelas dua belas se-Indonesia selesai melaksanakan ujian sekolah serentak—disusul oleh ujian kenaikan kelas sebulan lagi. Memang tidak terasa begitu cepat waktu sudah terlewati.

"Aku bicara fakta, An!" Liliana mendengkus pelan sambil mengusap kepala. "Lagipula, mending nggak usah kasih nama ujian sekolah segala. Bilang aja ujian semester kayak biasa."

"Nggak usah sombong, bisa nggak, sih?"

"Aku bukan sombong, Angelicaku sayang. Cuma bicara fakta: soal-soal ujian sekolah nggak ada yang sulit. Semua malahan udah sering dibahas saat sekolah sore." Liliana menjelaskan dengan sabar.

"Terserah, deh. Otakku lagi macet." Angelica bersandar ke jok mobil. "Pengen punya pacar, tapi nggak ada yang ngajakin."

Liliana yang masih menunggu lampu merah berganti hijau pun kembali menoleh. "Ck, dulu mau dicomblangin nggak mau. Sekarang ngeluh mulu karena jomlo."

"Kenalanmu nggak ada yang cakep, Li. Pengennya yang kayak Mas Ray. Kalau Mas Rey mesum mulu."

Lampu sudah kembali hijau, Liliana menekan klakson supaya mobil di depan segera melaju. "Belum tahu aja gimana mesumnya Mas Ray."

"Emang pernah lihat?" Kening Angelica berkerut dalam. Selama melihat interaksi Raymond dan Vanessa, dia tidak sampai terpikir adanya tatapan mesum yang dilemparkan saudara tirinya itu Vanessa. Berbeda sekali dengan tatapan Reynald pada Liliana. Bahkan dia sempat berpikir bahwa Reynald memang hanya bisa memberikan tatapan mesum pada sahabatnya ini.

"Aku belum pernah, sih. Tapi, Mas Rey pernah ceritain gitulah."

Angelica tidak lagi membalas. Dua puluh menit kemudian mereka tiba di kediaman Pratama. Liliana yang berkata akan pergi kencan dengan Reynald pun mampir dan segera menuju kamar kekasihnya—yang kata Raymond tidak ke mana-mana sejak tadi. Angelica kembali ke ruang tengah setelah berganti pakaian. Dilihatnya Raymond masih fokus bermain game konsol. Jumat dan Sabtu memang sudah jadi liburnya kuliah.

"Gimana ujian tadi?" tanya Raymond, melirik sekilas pada adik tirinya yang memainkan ponsel di sofa sebelah.

"Alhamdulillah lancar, Mas. Kalau kata Lili, soalnya nggak ada yang sulit."

"Kalau menurut Angel sendiri?"

Angelica mengedik pelan, menatap Raymond yang sudah meletakkan stik konsol. "Gampang-gampang sulit, sih, Mas. Beberapa ada yang sulit, meski emang kebanyakan gampangnya."

"Jadi, mau lanjut di sini atau ikut saran Tante Putri?" Raymond mengalihkan pembicaraan.

"Masih belum bisa mastiin, Mas," lirih perempuan itu. "Maunya di sini biar terus dekat keluarga, tapi ... juga kepengen kuliah di negara orang."

"Kepengennya kenapa? Ada alasan selain pengen aja, kan?"

Angelica kembali mengedik. Kali ini memeluk lengan kiri Raymond yang sudah bergeser ke dekatnya. Alasan lain, mungkin karena ingin melupakan cinta pertama yang tidak berbalas. Nyatanya Nauval, teman masa kecil hingga menjelang remaja Liliana; si model sekaligus aktor tampan yang terkenal itu, segera menikah dengan perempuan cantik dan anggun yang sudah dua tahun ini ikut membantu merawat adik-adik di panti—tempat lelaki itu dibesarkan. Iya, dia patah hati. Terlebih sikap Nauval yang terang sekali tidak menyukainya—lebih-lebih lagi setelah kejadian di tempat pemotretan tempo lalu. Penilaian buruk lelaki itu semakin bertambah untuknya.

THE ORDINARY LOVE (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang