Selamat bermalam minggu! 🤗
Terima kasih sudah mampir.
***"MA, KAKAK UDAH SADAR!"
Mendengar perkataan Jovian, Veronika pun mendekat, membelai kepala Vanessa dengan lembut. Mengusap pelipis putri sulungnya yang sudah mengerjap beberapa kali untuk menyesuaikan cahaya yang menyerang retina. Begitu bersitemu pandang, senyum lembut terbit di bibirnya, memberikan kekuatan pada putrinya yang lemah.
"Mama..."
"Minum dulu, ya, Kak," kata Veronika. "Nggak apa-apa, kok. Cuma lecet sedikit," lanjutnya, begitu mendapati pandangan Vanessa jatuh pada beberapa plester di siku dan lutut.
"Motor Kakak, Ma?"
Veronika menggeleng pelan sembari terus mengulas senyum. "Motornya dipikirin nanti, ya, Kak. Sekarang istirahat dulu."
"Tapi-"
"Sst! Biar Papa yang urus motor Kakak. Nggak rusak, kok. Cuma baret dikit badannya."
Vanessa menghela napas. "Udah berapa lama Kakak pingsan, Ma?"
"Hampir dua jam, Kak. Nggak harus dirawat, kok. Nggak perlu panik, ya. Dokter bilang cuma sampai infusnya habis saja. Buat tenaga."
Melirik sekeliling, Vanessa tahu bahwa dia tengah berada di UGD. Belum dipindahkan ke ruang rawat karena memang tidak perlu sampai menginap di rumah sakit. Jovian duduk di samping kursi yang ditempati Veronika. Sibuk membaca buku yang dibelikan Mario kemarin lusa. Tidak ada Raymond maupun Angelica di sana. Mengingat pertemuan pagi tadi di apartemen membuat Vanessa kembali diserang sesak. Dia kembali berbaring dan memicing.
Seolah tahu apa yang tengah dipikirkan putrinya, Veronika pun berkata, "Mama panggilin Ray, ya? Dia sama Angel ada di luar. Ada Rey juga. Kan, nggak boleh ramai-ramai di sini."
Vanessa langsung membuka mata, kepalanya menggeleng cepat. "Jangan, Ma. Kakak nggak mau ketemu Mas Ray dulu. Suruh pulang aja."
"Yakin, Kak? Kasihan Ray, lho. Tadi waktu Mama sama Jovi tiba, dia masih pakai boxer sama singlet. Panik banget. Sekarang sudah ganti baju. Mama yang paksa dia pulang tadi."
Vanessa tetap menggeleng, membuat Veronika menghela pelan. Tidak bisa memaksa jika memang putrinya tengah marah pada Raymond. Dia beranjak menuju meja resepsionis dan meminta suster jaga memeriksa keadaan si sulung.
***
Sebulan sebelumnya....
Raymond baru saja tiba di sebuah kelab malam tempat salah seorang teman kampusnya merayakan ulang tahun. Bisa dihitung jari kedatangnya ke tempat hiburan malam tersebut. Jika bukan untuk menghargai pertemanan, maka dia tidak akan mau mendaftarkan jejak di sana. Jam sudah menunjukkan pukul sepuluh saat dia bergabung di meja rombongan anak kelas. Sudah ada Reynald yang berangkat lebih dulu darinya. Kembarannya itu langsung memberikan gelas berisi soda yang sudah dipesankan saat dia mengirim pesan sudah berada di depan tadi.
"Kok, telat, Ray?" tanya Bagas, senior yang mengulang di kelas sama dengan mereka.
"Biasa, ngapel dulu bentar."
Sorak-sorai di meja itu langsung terdengar. Sejak memublikasikan bahwa dia sudah tidak lagi jomlo, banyak yang memberikan acungan jempol-terutama teman lelakinya. Karena berkebalikan dengan perempuan, mereka sibuk menata hati karena diam-diam menaruh rasa pada sang mantan model remaja itu. Tidak berselang lama setelah Raymond duduk, empat orang teman perempuan sekelas ikut mendekat. Salah satu di antara mereka duduk di samping Raymond.
"Telat, Ray?" tanya Rani, sahabat dekat dari yang mengadakan perayaan ulang tahun di sana.
"Ngapel dulu dia, Ran. Nggak perlu ditanya lagi. Ini, kan, malam Minggu." Bukan Raymond yang menjawab, melainkan Bagas. "Lo nggak ngapel dulu tadi, Rey?" tanyanya pada kembaran sang mantan model remaja-yang juga mantan model remaja.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE ORDINARY LOVE (✓)
RomancePRATAMA #2 Baca Lost Inside Your Love dulu biar paham. :) Raymond dan Reynald Pratama adalah 'si kembar konglomerat' yang menjadi idola para remaja semenjak muncul di televisi juga majalah remaja beberapa tahun lalu. Sifat keduanya jauh berbeda; Ra...