BAB DUA PULUH DUA

945 92 8
                                    

Halo!
Jangan lupa dibaca cerita lamaku di KBM, ya. :)

Taburan bintang jangan lupa dikasih yaaa... Maaci...

***

VANESSA MENGHELA NAPAS. Tangannya terulur pada ponsel yang sejak tadi dinanti-nantikan memberikan notifikasi kabar dari Raymond. Sudah sejak satu jam lalu dia mengirim pesan dan sampai sekarang—sudah hampir masuk jam makan siang—masih belum juga mendapat respons. Dia mencoba untuk terus berpikiran positif, bahwa tunangannya itu tengah sibuk dengan skripsi yang sudah delapan puluh persen rampung. Namun, tidak biasanya juga Raymond lambat membalas meski tengah sibuk sekalipun.

Berguling ke kanan, Vanessa kembali membuka ruang obrolan dengan Raymond. Foto profil lelaki itu memajang gambar mereka berdua yang tengah tersenyum di tengah pesta pertunangan tempo lalu. Sama dengan foto profilnya, hanya berbeda gaya dan sudut lensa saja. Kembali ke ruang obrolan, dia pun menekan ikon panggilan video dan menunggu sampai tulisan memanggil berganti menjadi berdering. Cukup lama menunggu sampai kemudian layar ponsel itu menampilkan wajah kusut Raymond yang terlihat seperti baru bangun tidur.

"Hai," sapa Raymond dengan suara seraknya. "Maaf, ya. Mas ketiduran habis revisi skripsi tadi."

Melihat itu membuat Vanessa meringis. Dia merasa sudah mengganggu waktu istirahat Raymond. Namun, dia masih tetap ingin bertanya kabar dan memastikan bahwa lelaki itu baik-baik saja. "Lagi di apartemen, ya? Mas udah makan siang?"

"Hm, biar cepat selesai makanya dikerjain di apartemen aja. Kalau di rumah bisa nggak fokus. Rauf kadang suka main di kamar Mas."

"Udah makan siang?" Vanessa mengulang pertanyaan terakhirnya setelah mengangguk pelan.

Raymond menguap, lalu menggeleng. "Belum. Untung kamu telepon, kalau nggak ... mana Mas ingat mau makan siang. Lanjut terus tidurnya. Skripsi juga nggak bakal lanjut nanti." Lelaki itu terkekeh sembari keluar dari kamar menuju dapur. Dia meletakkan ponsel di dekat gelas jus, lalu mengambil bahan makanan yang gampang diolah. "Kamu udah makan siang, hm? Kalau belum, ke sini aja, sekalian barengan aja. Mas mau masak, nih."

Mendengar itu membuat Vanessa langsung bangkit dari posisi tiduran menyampingnya. "Boleh, deh. Vanes ke sana, ya."

Raymond kembali mendekat ke layar. Senyum menawannya terpampang jelas. "Diantar sopir aja, ya. Jangan bawa motor."

"Iya. Mas cuci muka dululah sana. Masa baru bangun langsung masak."

Raymond terkekeh pelan. "Iya. Mas cuci muka dulu. Kamu hati-hati di jalan, ya."

***

Raymond tengah menunggu daging matang dengan sempurna saat bel apartemen berbunyi. Mengerut samar, dia pun mengecilkan api kompor dan berlalu ke depan. Mengintip dari celah lubang pintu dan tidak mendapati siapa pun di depan sana. Vanessa biasanya langsung masuk karena sudah mengetahui kode apartemennya, jadi tidak mungkin perempuan itu menjailinya. Meski begitu Raymond tetap membuka pintu dan melirik ke kiri-kanan, namun tidak ada seorang pun. Hanya saja telinganya menangkap bunyi pintu baru ditutup dari unit sebelah. Menghela napas, dia pun kembali ke dapur dan menghalau pikiran negatif dari tetangga baru itu.

Lima menit kemudian makanan sudah matang. Raymond menata dengan rapi di atas meja sekaligus menyiapkan minuman untuk dirinya dan Vanessa. Begitu semuanya selesai, dia kembali melirik jam. Sudah lebih setengah jam dan tunangannya itu masih belum juga sampai. Dia segera membersihkan diri ke kamar mandi. Membilas badan dan mengganti pakaian dengan yang baru. Saat kembali ke ruang makan, ternyata Vanessa sudah berada di sana sambil bertopang dagu menunggu kehadirannya.

"Udah lama?"

Vanessa menggeleng. "Barusan, kok. Waktu Mas lagi mandi."

"Mau langsung makan?" Raymond mengusap kepala Vanessa, lalu mengecup pelipis perempuan itu sedikit lama.

THE ORDINARY LOVE (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang