BAB IV

622 82 7
                                    

HALO!

KETEMU LAGI SAMA COUPLE PRATAMA DAN HADIWIJAYA. :)

SELAMAT MEMBACA!

SELAMAT MEMBACA!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Vanessa

***

VANESSA TERLIHAT murung. Dia sedih karena Veronika dan Angelica sudah kembali ke Indonesia sejak pagi tadi. Maunya, Veronika lebih lama di sana agar bisa berbagi cerita dan pengalaman. Dengan kehadiran perempuan itu akan mengurangi kecemasan Raymond untuk meninggalkannya di apartemen. Namun, Veronika tidak bisa karena Jovian juga membutuhkan dirinya. Belum lagi, Raymond tetap membawa dirinya ke kantor—dengan bantuan kursi roda—dan menyuruhnya istirahat di kamar yang ada di ruangannya.

Sepanjang hari ini benar-benar dihabiskan Vanessa berdiam diri di kamar sambil menunggu Raymond selesai dengan pekerjaannya. Hanya sekali-kali Raymond masuk dan mengajaknya bercerita. Lelaki itu bahkan sudah melengkapi camilan sehat serta makanan lain yang disarankan oleh Dominic. Walau berat hati, Vanessa memilih untuk menurut saja, daripada Raymond tidak fokus dengan pekerjaan yang sudah ditinggalkan beberapa hari kemarin.

Raymond selesai membaca dan meneliti semua berkas yang sudah menumpuk saat jam menunjukkan kurang seperempat dari pukul empat sore waktu setempat. Lelaki itu menggeliat dan merenggangkan otot-otot yang terasa begitu kaku. Mengusap wajah, lalu bergegas merapikan meja, baru kemudian memanggil sekretarisnya untuk menyelesaikan yang lainnya besok. Dia sudah sangat ingin berduaan dengan Vanessa. Nyatanya perempuan itu tertidur saat dia masuk ke kamar. Tayangan televisi dibiarkan menonton sang putri tidur yang begitu lelap. Raymond merasa begitu bersalah karena merasa sudah mengabaikan Vanessa hampir seharian ini karena tumpukan pekerjaan. Sedikit lebih lega saja perempuan itu mau ikut sehingga dia tidak perlu khawatir meninggalkannya sendirian di apartemen.

"Mas...?" Vanessa terbangun karena merasa geli di perutnya. Didapatinya Raymond tengah mengusap-usap di sana.

"Maaf. Tidur lagi. Mas cuma mau ngusap aja, kok."

Vanessa menggeleng. Dia bangkit dan bersandar di kepala ranjang. "Udah nggak ngantuk lagi," katanya, lalu sedikit meringis.

"Kenapa? Ada yang sakit?" Raymond langsung pucat melihat Vanessa meringis sambil mengusap perutnya.

"Sebenarnya ... dari semalam kerasa agak nyeri, Mas." Vanessa melirik takut karena sudah menyembunyikannya dari Raymond. "Cuma baru sekarang aja makin nyeri. Vanes pikir—"

"Apa yang kamu pikirkan, Vanessa?!" potong Raymond sedikit menaikkan nada suaranya. "Ya, Tuhan, bisa-bisanya kamu diamin masalah serius kayak gini!" Dia buru-buru menghubungi Dominic dan mengabarkan akan ke rumah sakit saat itu juga.

Vanessa tidak lagi bicara saat Raymond sudah memindahkan dan mendorongnya di kursi roda. Pikirnya, nyeri itu akan hilang dibawa beristirahat. Namun, mendapati rasa nyeri yang semakin menjadi-jadi, dia pun kembali berpikir; sudah beberapa hari terakhir dia benar-benar istirahat di tempat tidur, tidak mungkin masih butuh istirahat lebih karena dia tidak melakukan aktivitas berlebihan. Raymond pun mendiamkannya sepanjang perjalanan. Melihat tangan suaminya sedikit gemetar di roda kemudi, membuat Vanessa semakin tidak berani membuka suara. Raymond saat kalut bukanlah momen yang pas untuk diajak diskusi. Terlebih yang terjadi sekarang bukanlah sesutu yang masih sempat didiskusikan.

THE ORDINARY LOVE (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang