BAB LIMA BELAS

1.1K 104 5
                                    

Terima kasih sudah mampir. 

***

VANESSA TERBANGUN karena merasa sangat lapar. Kamar masih gelap dan dia kedinginan karena selimut yang melorot. Menguap, lalu bergeser sambil menarik selimut kembali ke leher. Hingga kemudian tersentak saat ada kulit lain bersentuhan dengan kulitnya. Mata perempuan itu melirik cemas ke samping, mendapati Raymond tertidur pulas tanpa baju—selimut melorot hingga pinggang. Seketika ingatannya kembali pada kegiatan kemarin sore. Bagaimana dia mencium Raymond dengan sangat intim hingga tidak bisa mengendalikan diri.

Pelan-pelan sekali, Vanessa mengangkat selimut dan menahan pekikan karena tubuh di baliknya telanjang. Barulah kemudian dia merasakan nyeri di beberapa bagian karena keintiman mereka kemarin. Menarik napas seperti orang sesak, dia pun berbalik memunggungi Raymond. Takut jika lelaki itu bangun dan akan mengatai dirinya murahan. Padahal, dia hanya tidak tahu dan tidak mengerti apa yang terjadi pada dirinya kemarin. Tiba-tiba merasa begitu ingin disentuh dan menggoda Raymond hingga menidurinya.

Isakan di sebelahnya membuat Raymond terbangun. Dia menguap dan mengusap wajah sebelum tersentak dan teringat akan kegilaannya kemarin. Sebuah rasa takut untuk ditinggalkan membuatnya nekat menjebak Vanessa yang tidak tahu apa-apa. Getaran bahu Vanessa membuat Raymond dilanda panik. Takut perempuan itu marah dan benar-benar akan pergi darinya. Dia tidak bisa membayangkan kalau sampai itu terjadi.

"Baby..." Raymond bahkan tidak tahu apa yang salah pada dirinya. Entah bagaimana bisa dia begitu mesra memangil kekasihnya seperti itu. Entah sejak kapan.

Vanessa menggeleng, namun terus menangis.

"Vanes, please, lihat Mas!"

Perempuan itu berbalik, masih dengan selimut digenggam erat sampai leher, menatap Raymond yang memasang wajah cemas. Tangisnya semakin pecah. "Mas ... pasti bakal ... ninggalin Vanes, kan?! Iya, kan?!" raungnya, tidak bisa menahan rasa takut.

Raymond mengerut samar, sebelum akhirnya menggeleng dengan cepat. "Enggak! Mas nggak bakal pernah ninggalin kamu."

Vanessa menggeleng, pandangannya menunduk pada dada Raymond yang merah seperti bekas cakaran. "Kemarin ... Vanes nggak ngerti apa yang salah. Vanes ... nggak tahu apa yang terjadi," isaknya, masih tersedu-sedu. "Mas bakal ninggalin Vanes setelah ini, kan?! Mas nggak suka sama sikap Vanes kemarin, kan?!" Kembali perempuan itu meraung keras.

Ya, ampun. Raymond merasa semakin bersalah. Vanessanya yang polos menyalahkan dirinya sendiri yang telah berbuat tidak senonoh dan seolah merayu Raymond. Padahal sebaliknya, Raymondlah yang menjebak perempuan itu hingga tidur dengannya.

"Baby, kamu jangan nangis lagi, please. Mas janji nggak bakal ninggalin kamu. Mas sayang sama kamu. Cuma cinta sama kamu. Nggak mungkin bakal ninggalin kamu karena kejadian kemarin." Raymond memeluk Vanessa yang masih tersedu-sedu. "Berhenti, ya, nangisnya. Mas yang salah. Bukan kamu. Oke?"

Vanessa menahan tangis, mencoba menerima keadaan. Setidaknya Raymond sudah berjanji tidak akan pergi setelah memerawaninya. Dia kembali mencari kenyamanan dari lelaki itu. Merasakan dekapan hangatnya. Mendengarkan alunan detak jantungnya. Membuat rasa panik dan cemas perlahan menguar. Hingga kemudian, di tengah keheningan tersebut, suara perut Vanessa memekik keras. Membuat dirinya semakin menenggelamkan kepala ke leher Raymond karena malu.

***

Reynald yang lebih dulu melihat dan merasakan perubahan yang ada pada diri Raymond. Dia merasa kembarannya itu sedikit lebih santai dan lebih sering tersenyum akhir-akhir ini. Dia sudah tahu bahwa si sulung itu kembali berbaikan dengan Vanessa sejak seminggu lalu. Terbukti dari seringnya mereka memosting status di sosial media dan juga bepergian berdua. Namun, kali ini firasat Reynald berbeda. Rasa senang yang menguar dari kembarannya tidak seperti kesenangannya yang didapat dari Liliana. Melainkan lebih dari itu.

THE ORDINARY LOVE (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang