34 || Berkata Jujur

246 13 5
                                    

✨HAPPY READING✨

Setelah sampai di rumah sakit, Sadam dengan telaten mendorong Ara yang terus menunjukkan arah tujuannya.

"Dli, gimana keadaan ibu?" tanya Ara yang langsung bertanya pada intinya.

"Kritis Ra, aku di hubungi polisi. Polisi bilang menemukan nomorku di buku yang ada di tas ibu."

"Keluarga pasien atas nama Sum?" panggil suster yang baru saja keluar dari ruangan perawatan.

"Saya," sahut Fadli.

Fadli mengikuti suster itu, sedangkan Ara menunggu di depan ruang perawatan bersama Sadam. Seolah trauma, tubuhnya mengeluarkan keringat dingin. Pikiran Ara kacau saat ia divonis lumpuh saat itu.

"Aku ada di sini," sahut Sadam sembari mencium kening Ara tanpa permisi.

30 menit berlalu, Fadli kembari mendatangi Ara dengan hasil rontgen. Fadli duduk di kursi tunggu selang 2 kursi dari Sadam.

"Tulang kepala ibu retak Ra, kemungkinan terbesar akan terjadi," ucap Fadli.

"Ibu bisa bertahan."

Fadli menangguk, hatinya sudah lapang apapun yang akan terjadi pada wanita yang ia panggil ibu itu. Fadli memang menjaga janjinya pada Sinta yang akan terus merawat Sum. Setelah kepergian anaknya, Sum memang terlihat ling-lung dan terpukulnya saat ia kehilangan suaminya yang lebih dulu bersama Tuhan di atas sana.

"Ibu, siapa sebenarnya yang dimaksud oleh kalian?" sadam bersuara, Ara menepuk jidatnya ia lupa memberitahu siapa Sum pada Sadam.

"Ibu Sum itu ibunya Sinta, sahabatnya Fadli yang meninggal."

"Sinta?" tanya Sadam karena tak asing dengan nama itu di telinganya.

"Korban pelecehan Ben!" ietus Fadli tanpa niat sedikitpun untuk menatap Sadam.

Sadam diam, ingatanya tentang Sinta kembali ada di otaknya. Beberapa tahun lalu ia lah yang mengurus semua kasus Ben saat itu.

"Pulang aja Ra, biar aku yang jaga ibu di sini," ujar Fadli, diangguki oleh Ara.

"Kabari aku ya apapun itu yang menyangkut ibu."

"Pasti."

Ara terus meningat kronologi kecelakaan Sum yang diceritakan oleh Fadli. Ternyata kecelakaan di jalan yang membuat macet tadi melibatkan Sum. Ara meningat jelas hancurnya mobil dan beberapa motor tadi, bahkan salah satu motor tak berbentuk saking hancurnya. Bisa di bayangkan betapa parahnya kecelakaan itu.

Di perjalanan tak ada sedikitpun pembicaraan, jam di ponsel menunjukkan pukul 9 malam. Mata Ara sudah melihat Armeira dan Ares yang duduk di teras rumah, mereka nampak khawatir khususnya Armeira.

"Bunda, maafin Ara ya. Tadi Ara ke rumah sakit dulu, bu Sum kecelakaan," jelas Ara diangguki oleh Armeira.

"Nak Sadam terimakasih ya sudah mengantar Ara, mau masuk dulu nak?"

"Tidak usah tante, sudah cukup malam. Lain kali saja saya mampir, saya pamit tante. Ra aku pamit ya," ucap Sadam lalu kembali berjalan ke arah mobilnya.

Ares mendorong kursi roda Ara ke dalam. "Wenda kemana Res?" tanyanya karena sejak tadi Wenda maupun Gwen tidak menampakkan dirinya.

"Wenda di kamar lu, Gwen demam."

"Astaga kok bisa?"

"Dia kecapean. Lu mau langsung ke kamar?"

"Boleh deh, tolong ya Res. Maaf gue ngerepotin lu."

"No worries sweetie."

Mata Ara maupun Ares langsung tertuju pada Wenda yang tertidur di samping Gwen yang pucat. Ares sudah menawarkan diri untuk membawa Gwen ke rumah sakit, namun Wenda menolak karena ini hanya demam kalaupun demannya dalam 1 jam tidak turun ia akan membawanya ke rumah sakit.

Arabelle [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang