Bacaan mengandung adegan dewasa, mohon untuk melewati part ini jika usia belum menginjak 17+
--
Suara kode pintu apartemen sudah tergedar oleh Wenda. Ia memandang pintu apartemen dengan perasaan yang gelisah. Pintu terbuka, lalu menampakkan sesosok pria berbadan atletis yang mengenakan tshirt navy dan celana berwarna cream.
"Lama menunggu?" Ucap pria itu, berjalan mendekati Wenda. Menyimpan 2 cup kopi di meja, dan beralih membuka gorden ruangan agar rungan mendapat penyinaran yang sempurna.
"Lumayan." Balas Wenda.
"Res. Gue minta maaf. Gue ingkar sama janji gue saat itu, janji ya ga bakalan ngusik lu lagi." Sambung Wenda dengan nada berat.
"Terus? Santailah. Lu kan sahabat gue!" Timpal Ares, kemudian menyalan ac ruangan.
Wenda membawa sebuah kotak kecil dari tasnya, lalu memberikannya pada Ares. Dengan tatapan bingung, Ares membuka kotak itu secara pelahan.
"Maksud lu?" Bingung Ares, akhirnya apa yang selama ini dia takutkan terjadi.
Wenda mengangguk, kemudian memberikan hasil USG 2D kepada Ares. "Gue hamil Res. Usia kandungan gue udah 3 minggu." Jelas Wenda.
Ares melempar kotak dan foto USG nya sembarang. Ia meremas kuat kepalanya, apartemen ini menjadi saksi keberhasilan malam panas itu. Apartemen milik Ares, yang Ares beli untuk hadiah pertunangan nya dengan sang kekasih Arabelle.
"Gue ga minta lu nikahin gue Res. Cukup dengan lu mengakui bahwa ini adalah anak lu, gue bisa bersyukur. Gue ga akan pernah ngeganggu hidup lu lagi, terlebih dalam hitungan 4 bulan ke depan lu bakalan tunangan sama Ara.
Lu ga mungkin dan ga akan pernah bisa ninggalin Ara kan? Jadi gue mohon, lu cukup mengakui bahwa ini anak lu Res. Masalah biaya dan apapun itu, gue bakalan usaha dengan usaha gue saat ini. Lu ga usah khawatir, karena gue ga bakalan minta sepeserpun duit dari lu." Ujar Wenda dengan tulus.
Wenda sudah memikirkan matang-matang persoalan ini. Ia pun bukan sembarang nuduh pada Ares, tapi memang kenyataannya begitu. Wenda hanya berhubungan badan dengan Ares. Hubungan mereka bermula saat Ares tak sengaja menabrak Wenda di sebuah club di Bandung.
"Jadi lu baru pertama kali ke club?" Katanya Wenda tak menyangka dan diangguki oleh Ares.
"Wow. Gue ga nyangka sih, ada cowo sekeren lu ga pernah ke club hahaha.."
"Emang menurut lu, cowo keren harus ke club gitu? Haha." Tanya Ares sembari meneguk isi dari gelas sloki nya.
"Engga sih. Hal apa yang bikin lu akhirnya ke club?" Tanya Wenda mulai penasaran.
"Gue mau tunangan sekitar 7 bulanan lagi. Tapi gue bingung, apakah calon gue masih segel apa engga." Jawab Ares dengan nada kesar karena faktor musik yang kencang di club. Wenda tertawa terbahak-bahak mendengar ucapan Ares.
"Lu tau sendiri Bandung kayak gimana. Walaupun gue pacaran dari pas dia maba sampe dia kerja, tapikan bisa aja tanpa sepengetahuan gue dia nge room sama cowo?" Timpal Ares.
"Gue serba salah. Mau tanya, jatuhnya ntar kayak gue yang nuduh dia macem-macem. Nyatanya ya kalo emang udah, ya ayo bareng gue." Sambung nya lagi.
Wenda tertawa, ternyata pria memang sama. Pemikirannya tak akan bisa jauh dari hal persetubuhan. Padahal ia hampir menilai bahwa Ares adalah cowo baik-baik, yang datang ke club hanya mrncari inspirasi-inspirasi baru.
"Gue cowo normal. Gue udah ga bisa tahan nafsu gue selama ini, lu bayangin gue pacaran hampir betahun-tahun gue punya rasa nafsu sama dia, tapi gue ga pernah pengen sentuh dia kecuali pegangan tangan normal." Ucap Ares lagi.
"Ya berarti lu normal, dan lu sayang sama cewe lu. Buktinya lu ga mau ngotoroin cewe lu." Jawab Wenda sembari memberhatikan Ares pelahan.
"Lu mabuk?
AHAHAHAH!!" Ujar Wenda diakhiri dengan gelak tawa.
Ares menjatuhkan wajahnya pada dada Wenda yang terbuka. Tangannya memeluk pinggang ramping Wenda, kemudian ia menyisyaraktan Wenda untuk membawanya pergi meninggalkan tempat itu.
Malam itu menjadi malam yang melelahkan untuk Wenda dan Ares. Keduanya menerjap-nerjap mata mereka masing-masing karena cahaya matahari yang memasuki kamar dari cela gorden furing di apartemen.
Wenda membelakangi Ares, saat tau lelaki itu menatapnya lekat. "Sorry Wen." Sahut Ares.
"Gue udah rusak mahkota lu." Lanjutnya. Wenda hanya menganggukkan kepalanya. Ia pun turut adil bersalah dalam hal ini, jika semalam ia tidak menuruti nafsunya mungkin ini tak akan terjadi.
Sejak malam itu pula, Ares dan Wenda sering menghabiskan waktu bersama tanpa sepengetahuan Ara. Yang Ara tau, jika Ares tak ada kabar kekasihnya itu sedang sibuk bekerja. Ara tak pernah mau berprasangka buruk pada Ares, menurutnya berprasangka buruk hanya akan merugikan dirinya sendiri.
"Gue akan tanggung jawab atas lu dan atas bayi yang lu kandung saat ini. Bagaimanapun, kalo bukan gue yang melakukan pertama kali ga mungkin hidup lu bakalan hancur kayak gini." Ucap Ares penuh sesal, ia menggenggam lengan Wenda.
"Gue akan nikahin lu, tanggung jawab sama anak gue. Karena gue ga mau buat dia yang ga bersalah, ga sama sekali merasakan kasih sayang gue sebagai bapak nya." Sambung nya sembari mengusap lembut perut Wenda yang mulai membuncit.
"Ara?" Tanya Wenda pelan-pelan. Wenda tahu sangat besar perjuangan Ares untuk mendapatkan Ara, Ares sangat menyayangi Ara itu yang terlihat dari raut wajahnya.
Wenda adalah salah satu anak broken home. Sejak umurnya memasuki 17 tahun, ia kerap melihat ayahnya yang foya-foya dengan para wanita. Meninggalkannya dengan ibunya, sampai ia harus menyaksikan juga ibu nya kerap membawa pria masuk ke dalam kamar nya karena kesepian. Bahwa Wenda menyakasikan sendiri pembunuhan yang dilakukan ayah terhadap ibunya di malam yang di guyur hujan sejak itu. Sehingga sejak saat itu Wenda hidup sendiri tanpa kasih sayang orang tua hingga keluarga, ia menghidupi sendiri keperluan sehari-hari dan sekolahnya. Ayah nya di penjara selama 5 tahun setelah itu mengalami depresi karena kehilangan istrinya, tak jarang Wenda jadi korban tempramen ayahnya sejak kebebasan nya dari penjara.
Wenda bekerja di salah satu club menjadi seorang bartender. Namun pekerjaan itu tidak membawa pengaruh buruk padanya, ia tetap bisa menjaga pergaulan sampai akhirnya ia bertemu dengan Ares yang membawanya mengarungi perjalanan yang berbeda dari sebelumnya.
Ares menatap padatnya lalu lintas di jalanan lewat kaca apartemennya. Melepaskan Ara untuk saat ini dan sampai kapanpun bukan lah bagian dari tujuannya, tetapi disisi lain ia harus berani bertanggung jawab atas penyimpangannya. "Gue bakalan ngobrolin soal ini bareng Ara. Gue tau dia bakalan bijak menyikapi masalah ini."
--
Hi temen2, jika ada koreksi untuk cerita ini jangan sungkan untuk komen ya❤
KAMU SEDANG MEMBACA
Arabelle [COMPLETED]
General FictionBagi Ara, Jovan adalah pemberi luka hati pertama untuk anak perempuannya. Ia meninggalkan keluarga nya demi seorang wanita yang menjadikan kekurangan Sarah Armeira menjadi kelebihannya. Jovan hanya melekat pada nama Ara, tetapi tidak di hatinya. Set...