Akhir pekan kali ini, Ara habiskan di toko buku. Ara berminat untuk membeli beberapa buku tentang bagaimana cara mengelola acara dengan baik, dan beberapa buku yang berhubungan dengan fashion. Sudah hampir 5 buku yang Ara pegang saat ini, ia terus berkeliling mencari buku yang sesuai dengan apa yang ia inginkan.
BRUK.
Buku yang di pegang Ara berhamburan di lantai. Ia di tabrak oleh seorang gadis yang fokus dengan buku yang ia baca. Ara tersenyum, secara bersamaan mereka membawa buku-buku yang berserakan di lantai."Kak maaf ya. Aku ga liat-liat sampe nabrak kakak, habisnya buku ini menarik banget." Ucapnya.
Belum sempat menjawab, ia kembali berbicara sembari memberikan tangan kanan nya. "Oh ya, kenalin aku Bela. Nama kakak siapa?" Lanjutnya.
"Arabelle." Jawab Ara lalu menerima salaman dari Bela.
"Oh hi kak Arabelle, nice to meet you." Ucapnya dengan manis. "Walaupun pertemuan kita ga nice sih hehe." Sambung nya lagi.
"Nice to meet you too Bela. Lain kali, kamu jangan jalan sambil baca ya." Nasihat Ara dengan lembut.
"Siapp kak."
"Mau baca bareng?" Tawar Ara, tanpa berpikir Bela langsung mengiyakan tawaran Ara.
Mereka berjalan menuju bean bag yang disediakan oleh toko buku untuk tempat membaca. Ara fokus dengan buku-buku yang ia pilih, sedangkan Bela masih asik melihat buku tentang wedding fashion. Buku yang dipilih Bela sangat membuat Ara tertarik untuk banyak bertanya padanya.
"Kalau boleh tau, kok kamu baca buku tentang wedding fashion?" Tanya Ara hati-hati karena Bela sangat fokus dengan bukunya.
"Hmm, aku ga tau sih kak. Cuma sejak umur aku 15 sampai sekarang 17 tahun, aku tertarik sama hal design. Sebenernya aku pengen ahli gitu buat wedding dress." Jelas Bela mendapatkan anggukan dari Ara.
"Apalagi papah Bela bilang, kalo Bela punya kakak cewe. Jadi Bela makin giat belajar design, soalnya Bela pengen kasih design terbaik Bela buat pernikahan kakak nya Bela. Tapi.." ucap Bela tertahan, ia memilih untuk menutup bukunya dan fokus padaku.
"Mamah bilang, kakak Bela jahat. Makanya sampai sekarang, mamah ga mau Bela ketemu sama kakak. Mamah juga bilang, kalo kakak Bela bukan kakak kandung Bela." Lanjutnya terdengar sangat pilu.
"Menurut aku. Kamu belajar terus aja, untuk masalah kakak kamu. Kalau dia tau usaha kamu yang maksimal seperti ini, pasti dia mau nerima wedding dress untuk pernikahannya nanti yang kamu buat." Ujar Ara mencoba menenangkan Bela.
"Iya sih kak. Sekarang Bela pengen banget ketemu sama kakak Bela. Pasti Bela bakalan seneng banget deh, Bela pengen main bareng. Bela bosen main sendirian, kemana-mana sendiri, di rumah sendiri, papah sibuk kerja, mamah? Mamah selalu sibuk sama urusan sosialitanya." Keluh Bela.
"Kalau mau, Bela bisa hubungin aku kok kalau butuh temen." Ucap Ara membuat Bela membulatkan matanya tak percaya.
"Bener kak?" Tanya Bela memastikan lagi ucapan Ara. Ara mengangguk, dengan senang nya Bela memeluk Ara kemudian Ara membalas pelukkannya.
Cukup lama mereka berbincang sembari bertukar pikiran soal design. Bela berpamitan pulang lebih dulu karena papah nya sudah menunggu di parkiran. Ternyata mobil Ara dan Bela bersebrangan, namun kaca mobil yang menjemput Bela cukup gelap sehingga Ara tak bisa melihat papah Bela. Dengan sikap Bela yang easy going, membuat Ara penasaran dengan orang tua nya. Bagaimana cara mereka memperlakukan Bela sampai Bela sangat mudah berkenalan dengan orang lain.
"Kok kayak mobil ayah ya?" Batin Ara setelah melihat plat nomor di mobil sebrangnya.
"Mana mungkin, aku sendiri cuma sekilas liat plat nomornya." Batin Ara lagi meyakini bahwa tuduhannya salah.
Ara menjalankan mobilnya keluar dari parkiran koko buku. Ia berencana menghabiskan sisa waktu akhir pekannya membantu Armeira di butik. Sampai di butik, ia menggantikan Armeira di bagian kasir, sedangkan Armeira sedang sibuk dengan fitting ibu-ibu arisan yang sedang membuat baju untuk liburan mereka ke luar negeri.
"Ekhem." Dehem seorang pria di samping Ara. Sontak Ara melihat ke arah suara itu, di samping sudah menunjukkan Ares yang tersenyum dengan wajah tanpa dosanya.
"Ares? Ngapain kesini?"
"Tadi aku ke toko buku, ga sengaja liat kamu sama anak cewe. Aku ikutin deh, akhirnya sampe di sini." Jelas Ares, ia duduk di sofa belakang kasir.
Sejak dulu, jika Ara sedang menggantikan Armeira sebagai kasir pasti Ares duduk di sofa dengan telaten menunggu Ara.
"Pulang Res!" Gertak Ara dengan nada tidak bersahabat.
"Kenapa Ra?" Bingung Ares, kemudian menegakkan badan nya yang sempat menyandar pada sandaran sofa.
"You have a wife, and i'm not who you anymore. Please, kamu balik Res. Wenda nunggu kamu." Dingin Ara dengan nada memohon di akhir kalimatnya.
Ares bangkit dari duduknya, menghembuskan nafas pasrah mendengar permintaan dari Ara. "Oke. Aku balik Ra, kamu jaga diri baik-baik." Ucap Ares sebelum memutuskan untuk pergi.
***
Akhir pekan sudah berubah menjadi hari produktif. Ara kembali pada aktivitasnya seperti semula, Ara tidak melihat kehadiran sosok Fadli di kantor. Ara bertanya pada Sye, Sye menjawab bahwa Fadli sedang ada kerjaan di luar kota dengan tim EO.
"Ra, lu udah baikan sama Fadli?" Tanya Diana yang sedang menyeduh teh di pantry. Ara hanya menggelengkan kepalanya, kemudian meminum kopi yang ia seduh.
"Menurut gue nih Ra. Fadli lakuin itu karena dia punya alasan yang emang ga bisa dia omongin sebelum ada bukti." Ujar Sye sembari menunggu rice bowl yang sedang ia sangatkan di microwave.
Ara mencernah apa yang diucapkan oleh Sye. "Nih ya Ra. Gue tau kok, di satu sisi lu pengen ngelupain Ares. Punya orang spesial pengganti Ares, tapi bisa ga lu liat itu di sisi Fadli?" Ujar Diana yang duduk di sebelah Ara.
"Buat gue, sahabat ya sahabat. Ga bisa lebih."
Jawaban dari Ara membuat Sye dan Diana melempar pandang. Jika memang begitu, perjuangan apapun Fadli terhadap Ara akan sama saja di mata Ara. Bukan dilihat sebagai pria yang ingin mendekati pria, melainkan sahabat yang ingin menjaga sahabatnya.
🥀🥀🥀

KAMU SEDANG MEMBACA
Arabelle [COMPLETED]
General FictionBagi Ara, Jovan adalah pemberi luka hati pertama untuk anak perempuannya. Ia meninggalkan keluarga nya demi seorang wanita yang menjadikan kekurangan Sarah Armeira menjadi kelebihannya. Jovan hanya melekat pada nama Ara, tetapi tidak di hatinya. Set...