06 || Posesif Kedatangan Ben

430 26 0
                                    

Ara menjalankan hari nya seperti biasa, mengantar Armeira dan Melan ke butik lalu pergi ke kantor. Sampai di kantor, Ara langsung memasuki pantry untuk membuat es kopi susu kesukannya.

"Teh, ini ada paketan bunga buat teteh." Ucap seorang office boy yang membawa bucket bunga mawar, memberikannya pada Ara lalu pergi.

"EKHEM! Coba liat dari siapa sih?" Sahut Fadli lalu merebut bucket bungan milik Ara.

"Oh dari Ben." Sambungnya lalu menyimpan bucket bunga itu di meja pantry. Ara melirik Fadli dengan tatapan aneh, ia membawa kopi dan bucket bunganya pergi tanpa mengatakan sepatah katapun untuk Fadli.

Jam sudah menunjukkan pukup 11 siang, Ara tidak melihat adanya Diana dan Sye di kantor. Pesan yang ara kirimkan juga tidak mereka balas, Ara mengutak ngatik ponselnya memilih menu makanan untuk di pesan.

"Ara!!!" Teriak Sye dari lantai bawah, Ara berlari menghampiri sahabatnya itu.

"Gila ya, lu pesen makan siang sebanyak ini? Hmm.. ada acara apa nihh?" Goda Sye. Ara mendelik semua box bingung, pikirnya ia hanya memesan rice bowl dengan boba.

"Mba ini ada surat dan notanya, terimakasih." Ucap sang kurir lalu pergi. Sye membantu Ara membawa 4 box pizza, 3 box pasta, 1 liter cola, dan 5 dessert box.

Sampai di atas, mereka menyimpan semua makanan di meja khusus untuk berkumpul. Sye memanggil semua pegawai untuk ikut menikmati rezeki yang Ara miliki.

"Oh dari Pak Ben yang manajer hotel itu?" Sahut Sye setelah merebut kertas note dari Ara, dan membuat Fadli tersedak. Lalu menyimpan pizza yang sedang ia makan ke piring.

"Kenapa Dli?" Tanya bingung Sye, Fadli menggelengkan kepalanya lalu meninggalkan teman-temannya yang sedang makan siang.

Setelah makan siang selesai, Ara membereskan semua kotak pizza dan pasta. Sebagian ia buang dan sebagian di simpan di pantry karena masih tersisa.

"Ra?" Sahut Fadli tiba-tiba. Ia duduk di kursi pantry yang langsung menghadap ke Ara yang sedang mencuci tangannya.

"Kenapa Dli?" Jawab Ara sembari mengelap kedua tangannya.

"Kamu deket sama Ben?"

"No."

"Terus kenapa Ben kirim makanan banyak banget?"

"Dli??" Panggil Ara dengan nada terkejut. "Are you ok?"

"Ya aku ga suka aja Ben bersikap seperti itu." Cuek Fadli lalu meninggalkan Ara. Ara menatap kepergian Fadli dengan mata bertanya-tanya.

***

"Selamat malam Nyonya Jovanka." Sahut Ben yang menghentikan aktivitas Ara, yaitu membuka pintu mobilnya.

"Oh hi Pak Ben, selamat malam." Ucap ramah Ara, mengurungkan niatnya untuk memasuki mobil. "Ada perlu apa malam-malam kemari?"

"Tidak. Hanya kebetulan mampir, jadi saya putuskan untuk berhenti sebentar. Bagaimana dengan makan siang yang saya berikan? Apakah cukup?" Tanya Ben tanpa basa-basi.

"Ah itu, sangat lebih dari cukup. Saya dan teman-teman mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya untuk kebaikan bapak."aa

"Sutt! Jangan terlalu kaku dengan saya, it's ok. Saya akan lalukan apapun jika itu menyangkut kamu darling."

"Maksud bapak?"

Ben tersenyum, meraih kedua tangan Ara untuk digenggam nya. "I love you at the first sight." Sontak Ara melepaskan genggaman tangan Ben, lalu sedikit menjauhkan dirinya.

"Sudah malam, saya harus pulang pak. Permisi." Ujar Ara lalu memasuki mobilnya dan mengendarainya pelahan meninggalkan parkiran kantor.

"EKHEM!" Dehem seorang pria di belakang Ben dengan wajah tak suka, Fadli.

"Ada perlu apa anda kesini?" Tanya Fadli tanpa basa-basi. Ben tersenyum dengan ujung bibirnya.

"Saya ingin bertemu dengan calon pacar saya, apakah itu salah Bapak Fadli yang terhormat?" Gertak Ben membuat Fadli mengepalkan kedua tangannya.

Sementara itu, Ara memarkirkan mobil di garasi rumah nya. Menyapa Armeira yang sudah menunggu di meja makan bersama Melan dan putri kecilnya Shakila.

"Hallo cantik.." sapa Ara pada Shakila kemudian memeluknya.

"Hallo kak, tadi Shakila habis main lho sama papah. Papah ajak Shakila beli mainan banyak bangetttt.." cerewet Shakila yang mendapatkan kekehan dari orang-orang yang mendengarnya.

"Yaudah, ayo makan dulu." Sahut Armeira.

Setelah makan malam, Ara memutuskan untuk membersihkan badan nya yang lengket kemudian melaksanakan ritual malamnya ber skincare ria. Ara menatap dirinya di kaca, ia mengingat ucapan Ben tadi di parkiran kantor dan mengingat ucapan Fadli saat itu.

"Duhhh..

Jangan negative thinking Ra. Lu ga tau Ben seperti apa, Fadli juga pasti cuma mengira-ngira aja." Sahut Ara pada dirinya sendiri, lalu melanjutkan memakai skincare.

"Hallo?" Ucap Ara pada seorang disana melalui sambungan telpon.

"..."

"Ada apa Dli? Masuk aja."

"..."

"Hmm, iya iya aku ke bawah."

Ara mematikan telpon nya, nemakai hoodie lalu menghampiri Fadli yang menunggunya di gerbang rumah. Fadli terlihat kacau saat ini, rambutnya berantakan, bajunya yang kusut dan wajah yang penuh khawatir.

"Ra, aku mohon jangan deket-deket sama Ben." Sahut Fadli dengan naha memohon, menggenggam kedua lengan Ara.

"Dli! Aku tau kamu sahabat aku. Tapi bisa ga untuk urusan ini kamu ga ikut andil? Ok aku terimakasih banget sama kamu, karena kamu udah berusaha menilai seseorang untuk aku. But not like this, you don't know Ben!? Aku yakin penilaian kamu terhadap Ben hanya perkiraan aja." Ucap Ara dengan agak keras.

"So please Dli. Jika memang Ben serius, dia akan berperilaku baik padaku." Ucap Ara lagi.

Fadli tersenyum simpul, melepaskan tangan Ara. "Ok. Maaf sudah menggangu waktu mu."

"Dli?" Panggil Ara yang tidak sama sekali Fadli hiraukan. Pria itu segera memasuki mobilnya.

🥀🥀🥀

Hi teman-teman, aku ucapin terimakasih untuk kalian yang sudah baca cerita aku sampai sini❤❤

Kalau ada masukan cerita jangan sungkan untuk komen, atau kirim pesan ke aku🤗

Arabelle [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang