Batukaras menjadi tempat pelabuhanku sekarang. Daerah yang memiliki pantai indah tak kalah dengan pantai di Pulau Dewata sana. Aku tinggal bersama Bi Narsih, beliau adalah sahabat dekat nenekku. Bi Narsih juga yang menempati rumah nenek ku disini. Bercerita sedikit tentang Bi Narsih, ia hidup sebatang kara. Anak dan suaminya meninggal dunia di tragedi tenggelamnya kapal di dekat Selat Sunda. Pada saat itu, nenek membawa Bi Narsih ke Batukaras agar kondisinya cepat pulih. Dan sampai saat ini, Bi Narsih meminta izin untuk tinggal di rumah nenek sampai bisa bertemu kembali dengan keluarganya.
Bi Narsih sudah menganggapku sebagai anaknya sendiri, beliau banyak membantu banyak hal. Dari beliau juga aku belajar bahwa kesedihan bukan berarti harus menghambat apa tujuan kita tinggal di dunia ini.
Aku memandang Bi Narsih yang sedang menyiapkan sarapan di meja makan. Sudah hampir 6 bulan ini, aku mulai terbiasa memakan masakan Bi Narsih yang agak berbeda dengan lidahku. Bi Narsih menyukai makanan yang manis, tapi tidak terlalu manis sepertiku hehe.
"Neng, Sadam tadi kemari. Katanya mau anter ibunya dulu, sehabis itu dia jemput neng."
"Oh iya bi." Jawabku lalu duduk di kursi meja makan, Bi Narsih menyiapkan piring dan memberikan secentong nasi untukku beserta ikan bakar madu dan tumis kangkung.
"Ada perlu ke kota?"
"Iya bi, beberapa keperluanku habis. Kebetulan kemarin selepas mengajar anak-anak, Sadam juga ada keperluan ke kota hari ini. Jadi dia ngajak aku untuk pergi bareng." Jelasku.
Jarak dari Batukaras menuju pusat kota, yaitu Parigi menghabiskan waktu kurang lebih 20 menit. Di sana hanya ada pasar, toko baju biasa, dan tidak ada mall besar seperti di Bandung.
***
Sadam mengajakku melihat pemandangan Pantai Batu Hiu yang tak jauh dari pusat kota. Aku duduk di rerumputan hijau sembari melihat ombak pantai yang bergemuru menabrak batu karang.
"Es kelapa?" Sahut Adam sembari memberikan kepala muda segar padaku.
"Thanks."
"Hmm."
"Mm, suka banget pantai?" Tanya Sadam setelah lama tidak ada pembicaraan diantara kita.
"Hanya suka tidak banget haha."
"Dih masih aja kaku haha
Terus rencana kamu setelah ini apa?"
"Entahlah, kembali atau mencari kehidupan yang baru. Kamu sendiri?"
"Melanjutkan pendidikanku di California, setelah itu mungkin menjadi pilot yang mempunyai jam terbang padat."
Aku mengangguk paham, aku memang memberitahu alasanku menutuskan untuk tinggal di Batukaras kepala Sadam. Sadam adalah anak dari orang terpandang di Batukaras, ayahnya seorang pengusaha properti dan memiliki maspakai penerbangan. Sedangkan ibunya berprofesi sebagai pramugari senior namun harus melepas pekerjaannya saat memutuskan untuk menjadi volunteer dalam bidang pendidikan. Sadam memiliki adik perempuan, yang umurnya hanya selisih 2 taun dengannya. Sadam memberitahuku bahwa sejak kecil, adik perempuannya memilih tinggal di Sweden bersama nenek dari ibunya.
"Hidup kadang menyakitkan, adanya hal baik untuk hal buruk setelahnya begitupun setelah hal buruk pasti akan ada hal baik yang amat membahagiakan. Aku memang tidak bisa merasakan apa yang kamu rasakan, tapi berdamai dengan masa lalu ada obat yang ampuh untuk masalahmu sekarang." Sahut Sadam sembari melirikku
"Untuk apa berdamai dengan masa lalu, jika dalamnya hanya memberi luka hingga saat ini?"
Sadam terdiam dengan ucapanku. Aku memang keras kepala, selalu mindset bahwa hal yang menyakitkan akan terus menyakitkan untukku. Sadam beralih dari posisinya, ia berjalan ke penjual kelapa yang tak jauh dari tempat kami duduk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Arabelle [COMPLETED]
Ficción GeneralBagi Ara, Jovan adalah pemberi luka hati pertama untuk anak perempuannya. Ia meninggalkan keluarga nya demi seorang wanita yang menjadikan kekurangan Sarah Armeira menjadi kelebihannya. Jovan hanya melekat pada nama Ara, tetapi tidak di hatinya. Set...