Seorang gadis muda- muda karena belum berpasangan, nampak menikmati segelas coklat hangat ditangannya. Mata indahnya memandang lekat penjuru kota dari lantai dua kamarnya
Nayara Syifa Luthfia
Kicauan burung masuk ke Indra pendengarannya, bersambung suara rintik gerimis yang menghilangkan suara kicauan burung itu
Tak lama pintu dibuka. Sejak 2 tahun lalu tak sedetikpun pintu kamarnya di kunci dari dalam
"Bu Ira?"
"Iya. Ini ibu. Neng udah sarapan belum?"
Sosok 'Ibu Ira' adalah kerabat jauh Naya yang membantu mengurus kebutuhan di keluarganya itu. Bahkan sejak mamanya meninggal beberapa tahun yang lalu, sosok Bu Ira masih tetap berdiri kokoh dibelakangnya
Untuk keluarga Bu Ira sendiri sudah mengikhlaskan jika Bu Ira mengabdi sepanjang hidup di keluarga Luthfi
"Udah dianterin papa tadi. Mas Zaky ga pulang pondok, Bu? Kayanya udah mulai cuti sekolah"
Zaky Saputra. Anak Bu Ira yang mengenyam pendidikan di salah satu ponpes kota. Usianya 3 tahun lebih tua dari Naya
Bu Ira duduk di samping Naya
"Kan baru ambil libur bulan lalu. Pulang juga palingan 2 bulan lagi"Naya mengangguk paham. Hijab yang ia pakai terbawa angin membuatnya menutupi mata almond itu
Bu Ira memperbaiki letak hijab Naya seperti ia mengurusi anak perempuannya
"Naya ga bosen di rumah terus?"
Naya tersenyum. Senyum yang mampu membuat hati Bu Ira berdesir nyeri
"Kalo Naya keluar, mau lihat apa? Naya ga bisa lihat, Bu"
Air mata Bu Ira menetes seketika. Sosok rapuh berkedok senyuman kuatnya itu terus memandang kosong ke luar jendela
"Maafin ibu yang dulu gagal jaga kamu ya?"
Naya tersenyum. Memang kehilangan penglihatan salah satu hal buruk baginya. Wajah tegas ayahnya sebagai pemimpin perusahaan asuransi pun hanya tinggal kenangan
"Kan dulu Naya yang nekad keluar. Kalo Naya nurut pasti Naya ga gini. Naya minta maaf ya bikin Ibu jadi ngerasa bersalah"
Bu Ira menarik Naya dalam dekapannya
"Hati kamu baik banget, sayang. Kamu berhak bahagia nantinya""Semoga"
...
...Naya duduk melipat mukena biru yang selesai ia gunakan. Mengambil kerudung maroon dan memakainya
Ia duduk termenung. Ingin mengembalikan mukena ke lemari pakaiannya, tapi ia tidak bisa melihat. Hanya kegelapan yang terus menyelimutinya selama hampir 2 tahun belakangan ini
Terkadang papanya dan Bu Ira sengaja mematikan lampu rumah. Tak ada alasan khusus, mereka hanya ingin mengetahui bagaimana kondisi Naya sekarang. Anak itu- nampak lebih tenang
"Bu Ira!"
Yang dipanggil datang dengan apron coklat di tubuhnya
"Mau apa? Ibu lagi masak soalnya. Tuan pulang sebelum malam malam nanti""Aku ikut turun, ya. Bosen"
"Ya udah. Ayuk ibu bantu turun"
Perlahan tapi pasti Naya turun ke lantai bawah dan duduk dikursi meja makan
"Sekarang jam 4 ya, Bu?"
"Hampir setengah lima. Tuan pulang jam 5 nanti"
Naya mengangguk. Mendengarkan suara dentingan spatula dan wajan dari aksi memasak Bu Ira
KAMU SEDANG MEMBACA
Atas Nama Semesta dan Athala (Tamat)
Подростковая литератураSemesta itu unik. Seindah pertemuan dan sesedih perpisahan. Seterang Matahari dan seredup Bulan. Sejauh Mentari dan rembulan, namun sedekat senja dan fajar Seperti Semesta yang membuat kesedihan menjadi kebahagiaan Seperti Semesta yang menjelma men...