Cuaca terik seakan membakar hidup-hidup makhluk yang terkena pancaran ultravioletnya. Terangnya sang bintang siang membuat seisi dunia mampu melakukan aktivitas nya
Seperti Hana. Ia berdiri di gerbang sekolah. Menunggu jemputan untuk ia bisa pulang. Hampir 15 menit berjemur dibawah terik matahari, tak menyurutkan tekadnya untuk berteduh barang sedetikpun
Zahra sudah pulang, dijemput ayahnya sekalian ziarah ke makan neneknya
"Aa' beneran ga jemput deh kayanya. Apa langsung kerja ya? Tapi kan aa' bilang ada jam sampe sore. Masa iya kalo pulang adeknya ga dianterin dulu. Ck, tapi ini gimana pulangnya sihh. Kalo telepon ntar ganggu, kalo enggak? Ya gimana pulangnya iniiii" gerutu Hana tanpa henti
Hana menendang semua kerikil yang ia pijak. Menendangnya ke segala arah. Sampai tak sadar jika ia mengayunkan kakinya ke kerikil yang ada dibelakang sampai mengenai sebuah besi
Ia berjengit. Ternyata ia mengenai gir sepeda milik Sagara yang terparkir tak jauh dari ia berdiri
Ia terpaku sesaat saat sosok Sagara berjalan santai ke arah motornya. Jaket hitam dengan tas yang disampirkan sebelah membuat ia tak berkedip beberapa saat
Plak
"Sadar!" Sentaknya sendiri setelah menampar pelan pipinya sendiri
Hana kembali membalikkan badan. Berusaha menghindari tatapan Sagara yang sayangnya malah mendekat ke tempat ia berdiri
"Hana"
Mau tak mau Hana menoleh. Ia tak mau di cap sombong hanya karna diam saja saat ada seseorang memanggilnya. Sebab ia tahu bagaimana perasaan hatinya jika panggilannya tak direspon
"Hah, oh? Sagara"
Hana menunduk melihat sepeda Sagara yang terparkir di belakang pemiliknya. Sebisa mungkin ia tak berkontak mata dengan sang empu
"Ga pulang?"
"Pulang, kok"
"Sama siapa?"
"Sama-"
Hana mengigit pipi dalamnya. Seperti telur diujung tanduk. Kalau berbohong ia berdosa, kalau jujur-
"Masih nyari angkutan"
Dan itulah titik tengahnya. Toh benar ia sedang mencari angkutan, entah bagaimana bentuknya
"Bang Idar ga jemput?"
"Ga tau"
"Ga telpon?"
Sungguh, jika ia memiliki kesabaran setebal kertas pasti ia sudah melayangkan tinjunya pada Sagara
"Takut ganggu"
Hana kembali berbalik. Meraih ponselnya berharap ada bantuan datang saat ini juga
"Ayo, gw anter"
Hampir saja tangan Sagara meraih tangan Hana, tapi dengan tidak tahunya Hana malah membuka tas guna memasukkan kembali ponselnya. Sungguh, itu tak sengaja. Sagara terpaksa menarik tangannya kembali
"Ga usah, makasih"
"Ini panas, ntar kepanasan Lo"
"Gw neduh di halte sana"
"Gw anter sampe rumah Lo. Gratis"
"Gw-"
Tin tin
Klakson mobil bagaikan panggilan terbaik bagi Hana. Segera gadis itu mencari sumber suara, sampai ia melihat sosok Evin dibalik kemudi
"Hana, ga pulang?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Atas Nama Semesta dan Athala (Tamat)
Novela JuvenilSemesta itu unik. Seindah pertemuan dan sesedih perpisahan. Seterang Matahari dan seredup Bulan. Sejauh Mentari dan rembulan, namun sedekat senja dan fajar Seperti Semesta yang membuat kesedihan menjadi kebahagiaan Seperti Semesta yang menjelma men...