ANSA - 41

125 18 0
                                    

Penyesalan datang di akhir. Tak satupun penyesalan datang diawal, jika iya, mungkin ceritanya tidak sampai di akhir. Berbohong mudah, bahkan tidak membutuhkan tenaga, mungkin. Tapi sebagian orang berpikir berbohong termasuk tindakan yang paling dihindari. Apalagi sampai menjadi korban kebohongan

Seperti Haidar

Selama hampir 23 tahun ia hidup di dunia, selama itu pula dia tidak tahu bagaimana keluarga aslinya. Tak bertemu, tau, bahkan mengenal saja baru beberapa bulan terakhir. Tapi, kenapa ia harus tahu keluarga barunya ini saat ia akan pergi- jauh?

"Hai, anak mama. Udah bangun, sayang. Ada yang sakit? Pusing? Atau apa? Bi-"

"Ma"

Haidar menatap lekat Joy di depannya. Wajah merah dan sembab, juga senyum tipis yang anak terpaksa
"Iya?"

"Haidar mau peluk mama"

Joy mengangguk. Perlahan ia menegakkan tubuhnya dibantu Joy, segera ia merengkuh tubuh kurus Joy itu

"Mama makasih ya" gumamnya di ceruk leher Joy

"Kenapa?"

"Mama repot kan? Mama capek? Mama kesel, marah, pegel, segala macam karna Haidar. Iya kan?"

Joy mengeryit
"Maksudnya apa?"

"Mama ga capek ngurus Haidar hampir 15 tahun?"

Detik itu juga Joy kembali merengkuh bahu sang anak. Menenggelamkan wajahnya di bahu Haidar, tak peduli jika air matanya nanti membasahi baju Haidar

"Kamu bicara apa, sayang?"

"Mama gak capek ngurus Haidar? Haidar bukan anak mama. Haidar cuma anak kecil yang ditolong mama. Nyusahin mama. Ngerepotin mama. Ga bisa bantu mama. Ga bisa bikin Mama seneng. Haidar cuma bisa bikin Mama capek, iya kan?"

"Siapa yang berani bilang gitu? Haidar anak mama. Anak laki laki mama. Bukan anak kecil yang dulu mama tolong. Tapi Haidar anak mama. Walaupun kita ga ada hubungan darah, Haidar pun ga ngerepotin mama. Mama seneng karna ada Haidar. Haidar jadi sumber semangat mama. Jadi panutan Hana. Lagi, Haidar bilang Haidar ga bisa bantu mama? Hey, Haidar udah bantu mama jaga Hana di rumah. Itu seharusnya tugas mama, tapi Haidar bisa kan. Sayang, jangan bilang kaya gini lagi ya"

"Mama kenapa sebaik ini sama Haidar?" Matanya meremang. Menahan tangis yang siap ia keluarkan kapanpun

"Kamu, anak mama. Selamanya. Mama bangga punya kamu, dan mama ga pernah ngerasa direpotkan kamu. Berkat kamu mama jadi kuat. Sehat sehat ya mataharinya mama"

Haidar menelisik tiap inchi wajah Joy. Memperhatikannya seakan tak ada waktu kain selain detik itu juga

"Kalo Haidar pergi gimana, ma?"

"Mau pergi kemana? Hm? Kamu ga boleh pergi. Ga bakal ada yang pergi. Siapapun ga akan pergi dari kita. Kita bakal bareng bareng sampai nanti Haidar cariin mantu buat mama. Haidar masih inget kan, katanya mau cariin mantu buat mama"

Haidar terkekeh
"Itu adeknya Haidar, ma. Bukan mantunya mama. Haidar sekarang ga punya calon mantu buat mama. Waktu Haidar juga ga banyak. Kayanya mama bakal dapet mantu dari Hana aja"

"Kamu ga mau nikah? Mau biarin mama sampai tua ga ada gendong cucu?"

Haidar meraih tangan Joy
"Ma, makasih banget. Mama tau sebenernya. Kondisi Haidar Kaya gimana, mama tahu betul. Mama ga bisa bikin Haidar lupa sama penyakit Haidar. Haidar bakal selalu inget, ma. Penyakit Haidar makin parah. Ga ada waktu lagi. Haidar bakal pergi nyusul Umi nanti. Sampai Allah SWT. panggil nama Haidar. Sampai nanti kalian rela lepasin Haidar nyusul Umi duluan. Sampai tiba saat dimana ga ada matahari lagi yang bersinar di rumah kalian. Matahari kalian mau pergi ke tempat baru. Ke tempat dimana ia seharusnya bersinar. Bersinar untuk semuanya, di tempat yang lebih luas, dan lebih tinggi. Tempat dimana matahari merasa, ini tempatnya. Bersama orang orang yang ia sayangi. Sampai tidak ada seorang pun yang berhak menghalanginya, sekalipun itu mama. Jadi, Haidar mau bilang makasih ya sama mama. Sebelum semuanya terlambat. Haidar cuma bisa bilang makasih. Ga ada sesuatu yang bisa Haidar kasih, semuanya malah mama yang kasih ke Haidar. Mama cukup doa in Haidar biar bisa sama mama aja ya, jangan mikir yang ngga ngga. Haidar gini cuma mau sampein apa yang pengen Haidar bilang. Selagi masih ada waktu"

Tak kuat menahan Isak tangisnya, Joy mengusap air mata yang mengalir di pipinya berkali kali
"Jangan tinggalin mama ya"

"In syaa Allah, ma. Haidar juga pengen ketemu Umi. Tapi semoga Haidar masih bisa liat mama besok ya. Sekarang Haidar mau tidur. Mama juga"

Joy mengangguk. Lalu mencium kening sang anak. Terasa hangat
"Selamat malam. Mama di kursi ya, nunggu papa kamu kesini"

Haidar mengangguk. Ia memiringkan badan membelakangi Joy. Dalam hatinya ia merasa sedikit lega, perasaan menumpuk didalam hatinya hari ini mulai ia luangkan. Sedikit demi sedikit

Tak lama suara pintu ia dengar. Ia berusaha menutup matanya

"G-gimana?" Tanya Joy berbisik. Mungkin takut menganggu tidur Haidar meski sang empu belum tertidur

"Sesegera mungkin kita bawa dia ke Singapura. Satu satunya negara yang punya alat medis lengkap untuk kesembuhan Haidar" suara bariton Baekhyun menggema ke sudut ruangan. Membuat Haidar terhenyak

"Singapura? Tapi-"

"Ada dua pilihan. Singapura atau China. Tapi, tau kan bagaimana biaya pengobatan di China. Kita pilih alternatifnya. Kalaupun kita mendatangkan tenaga medis dari Singapura, itu butuh biaya banyak, hampir dua kali lipat biaya kita berangkat kesana"

...
...

Sudah hampir seminggu ini ia berdiam diri di kamar. Hening, suasana yang paling ia benci disaat saat ia terpuruk seperti ini

Tidak

Jangan anggap seorang Haidar meratapi masih butuk takdir yang menimpanya. Nyatanya dia hanya merenung tentang bagaimana ia tidak merepotkan anggota keluarganya. Tapi itu alasan yang sama

Untuk Luthfi, ia sudah memahami itu semua. Ia sudah dengar kabar langsung dari sosok papa kandungnya, dan juga, menerima jika ia punya 2 "adik" di keluarganya sekarang

Tiba tiba ia teringat ucapan Leo yang diucapkan lelaki berambut pirang itu beberapa waktu yang lalu untuk meminta ia mengundurkan diri dari cafe milik om nya

Ia menerawang, "gw keluar kerja? Ga bisa. Mama papa lagi susah. Gw juga ga bisa seenaknya Nerima usul papa Luthfi buat tinggal di rumahnya lagi. Apalagi kondisi gw sekarang. Tapi kalo ga keluar- gimana kalo Om Joni bilang mama papa?"

Ia mengusap wajahnya kasar. Berpikir keras seperti ini adalah salah satu hal yang tidak ia inginkan. Sampai kapanpun, kecuali keadaan memaksanya. Sampai kamar heningnya itu kembali terdengar suara dari pemikiran singkatnya tadi

"Gw bakal keluar. Tapi ga semudah itu buat bisa fokus istirahat. Ekonomi mama papa lagi down, gw ga bisa diem aja. Ayo Haidar, Lo kuat. Buat mama, papa, Hana. Udah, 3 orang itu. Kalo Lo ga bisa lagi kerja disana, Lo bisa pergi cari kerja part time yang punya gaji gede. Pasti ada. Ga mungkin ga ada satu pekerjaan pun yang ga mau Nerima karyawan baru. Oke, optimis, Lo pasti bisa"






























Mungkin chap ini kedepannya bakal fokus ke cast utamanya. Jadi mohon maklum kalau nanti tokoh sampingannya ga begitu keluar

Atas Nama Semesta dan Athala (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang