Mulmed jangan sampai lupa ya :)
•••••
Pagi itu. Ketika sang mentari bersembunyi di balik mendung di hamparan langit. Ketika sang fajar masih malu menampakkan wujudnya. Ketika kicauan burung masih terdengar lirih di telinga, sosok itu terbangun di malam hari karena bisikan angin yang entah berasal darimana. Meninggalkan kenikmatan semata karena yang ia rasakan tiba tiba dinginnya udara dini hari di tempat tinggalnya ini terus menusuk tulang. Jemari lentiknya meraba sekitar, berusaha mencari pegangan dengan tidak membuat suasana menjadi gaduh. Dan yang ia dapatkan adalah album foto keluarga berukuran sedang yang mengajaknya mengenang masa lalu bersama sang tercinta. Suara gemuruh di kaki langit seakan menandakan bumi menangis melihat bagaimana sedihnya ia kala itu. Tak beralasan sedih yang ia alami, itu terjadi seketika.
Nafas kecilnya terdengar berat. Seketika pikirannya berkecamuk mengenai satu hal yang bahkan sejak beberapa hari lalu tak pergi jauh dari benaknya
"Nay?"
Suara halus itu memanggilnya, ia menegakkan tubuh, dan menoleh kearah sumber suara
"Iya, Bu. Udah bangun"Tak lama pintu dibuka. Terlihat siluet seseorang yang sudah lama dihidupnya, mendekat, dan duduk di dekat kaki kecilnya
"Wudhu, abis itu siap siap ya" ucap Ira
"Iya"
Tak ada penolakan yang ia lontarkan. Ia menurut dengan apa saja yang dilakukan Ira. Sepenuhnya ia serahkan pada wanita itu
Hari mulai kembali cerah. Naya menyelesaikan kegiatan melipat mukena miliknya itu, dan duduk di tepi ranjang
"Naya, mandi sekarang apa nanti? Kita mau pergi" tanya Ira. Sebisa mungkin suaranya ia pertahankan seapik mungkin. Tak semestinya ia menangis saat itu
"Kemana, Bu?"
"Ke rumah orang yang berjasa bagi kita"
"Ngg... Dimana? Tapi ini masih pagi, Bu"
"Ada, banyak orang disana. Dia datang pagi ini, dan kita- harus menyambutnya"
Gadis itu menganggukkan kepalanya. Tak mau membuat pertanyaan aneh dengan merepotkan sosok pengganti ibunya itu, ia bergegas ke kamar mandi mengganti pakaiannya. Tak perlu mandi, toh parfumnya sama sekali belum ia gunakan
...
...Mobil itu merangkak pelan di sepanjang jalanan datar di sebuah kawasan. Perasaan Naya sebenarnya sudah tidak enak, ditambah hawa dingin yang kembali menusuk tulang belulangnya. Tak ambil pusing, dia tidak perlu khawatir selama dia pergi bersama ayah, Zaki, dan juga Ira
"Udah sampai, pa?" Tanyanya
"Udah, Nay. Ayo keluar. Mas bantu"
Zaki menimpali pertanyaan Naya, ia tau gadis itu tengah dirundung rasa bingung mendalamnya
Keempatnya berjalan perlahan menuju sebuah tempat. Bahkan dari bau nya sendiri Naya sudah hafal betul dimana mereka sekarang
Seketika kakinya berhenti melangkah
"Apa?"-Zaki"Mas, ini-"
"Iya, rumah baru orang yang mau kita tunggu kedatangannya"
Dan mulai detik itu juga kakinya seakan melemah. Ia hampir sepenuhnya berdiri di rangkulan Zaki. Entah kenapa perasaannya mendadak tidak enak
Sampai akhirnya...
"Al-fatihah"
Ia yakin dengan adanya suara itu, berarti sosok yang mereka tunggu sudah ada didalam peristirahatan terakhirnya. Dan air matanya lolos begitu saja
KAMU SEDANG MEMBACA
Atas Nama Semesta dan Athala (Tamat)
Teen FictionSemesta itu unik. Seindah pertemuan dan sesedih perpisahan. Seterang Matahari dan seredup Bulan. Sejauh Mentari dan rembulan, namun sedekat senja dan fajar Seperti Semesta yang membuat kesedihan menjadi kebahagiaan Seperti Semesta yang menjelma men...