ANSA - 45

160 18 0
                                    

Helaan nafas menjadi ritme halus kala itu. Detak jarum jam menandakan waktu terus berjalan. Hawa dingin seakan menusuk membuat siapa saja bergidik kedinginan, seakan tubuhnya akan membeku

Di ruangan itu, 5 orang nampak berdiam diri seakan dibungkam erat masing masing mulutnya. Tak satupun dari mereka yang memulai pembicaraan. Sedikit terdengar detak jantung salah satu orang disana. Nampak tenang, dalam tidurnya

"Hhh, maaf om, Tante. Tapi Haidar harus segera ditindaklanjuti"

Dan pada akhirnya, lelaki itu, Davian, mengantongi tangannya pada saku snelli putihnya. Sebuah stetoskop terkalung di leher jenjangnya. Ia berkata dengan nada yang teramat berat

"Apa? Kenapa?" Tanya wanita berumur itu, Joy

"Ini diluar diagnosa dokter, Tante. Haidar sekarang sudah memasuki fase stadium akhir, atau bisa dibilang dia sudah masuk di stadium akhir untuk kanker yang ia derita itu"

Joy memijit pangkal hidungnya
"Lakukan-"

"Tidak"

"Apa?" Giliran Baekhyun menimpali ucapan sang keponakan

"Rumah sakit ini tidak memadai, om. Haeidar sakit karena ada penyakit yang parah sebelumnya, dan karena tidak ditangani, penyakit itu tumbuh menjadi sel kanker. Fasilitas kami belum memenuhi untuk menindaklanjuti pengobatan Haidar" ucapnya lemah

"Kak, tapi aa' harus sembuh. Ga boleh sakit" Isak Hana di samping ayahnya

Diantara kedua orangtuanya dialah yang paling syok dengan apa yang terjadi pada Haidar. Ia bahkan tidak tahu kapan Haidar keluar rumah untuk acara itu, dan bagaimana bisa tadi Syafa meneleponnya untuk memberi tahu masalah itu. Ia terus meyakinkan dirinya bahwa ini tidak benar, tapi takdir mengatakan ini kenyataannya

Syafa, gadis itu sudah pulang semenjak keluarga Haidar mulai berdatangan. Ia harus pulang menemani sang ayah

"Kita semua juga pengen Haidar sembuh. Tapi untuk sekarang satu satunya jalan Haidar harus dibawa ke Singapura. Disana fasilitasnya lebih memadai"

Kelompok mata itu mulai bergerak. Perlahan membuka, dan sedikit mengeryit untuk menyesuaikan pencahayaan yang diterima retina matanya. Dan sesuai dugaannya, ia berada di rumah sakit. Dengan selang infus ditangannya, dan bau khas obat obatan yang langsung menyeruak ke dalam Indra penciumannya

Sayup sayup ia mendengar ucapan terakhir Davian. Tentang ia yang harus dibawa ke Singapura

"Pa, ma, gimana?" Tanya Hana kembali terisak

"Kita pikir jalan keluarnya sama sama" ucap Joy

"Kita minta bantuan sama Luthfi-"

"Nggak" sergah Joy yang bahkan sampai memotong pembicaraan sang suami

"Kenapa, ma? Om Luthfi ayah kandung a' Idar"

"Kalian lupa? Luthfi punya penyakit serangan jantung ringan. Yang itu dia sembunyikan dari Naya, anak gadisnya sendiri. Diam diam juga dia sering berobat, tapi Naya tidak tahu sama hal itu"

Helaan nafas Hana mewakili semuanya"

"Haidar ga papa, ma, pa" suara serak khas orang bangun tidur itu memenuhi ruangan. Tiga orang yang tersisa disana karena Davian sudah keluar, terkejut bukan main melihat Haidar sudah sadarkan diri

"Dar?"

Haidar tersenyum. Tenggorokannya tercekat karena terlalu lama diam. Ia minum setelah Joy memberinya air untuk membasahi kerongkongannya

"Haidar ga papa"

"Dar-"

"Haidar cuma pusing. Besok sembuh. Ga perlu sampai Singapura ya. Kasian. Mama papa ga ada kerjaan sekarang. Jangan sampai fokus kalian terpecah sama keadaan Haidar, ya"

Atas Nama Semesta dan Athala (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang