Angin malam seolah menusuk kedalam tubuh. Membuat siapapun yang merasakannya akan bergidik keinginan. Surai gotten berwarna kreme Itu sedikit berkibar, seakan melambai lambai karena terpaan angin malam
Benda bulat di dinding menunjukkan pukul 1 dino hari. Jam jam dimana tubuh manusia seakan dimanjakan oleh bunga mimpi. Membuat setiap insan semakin masuk kedalam alam mimpi
Namun itu semua tak berarti bagi Haidar. Sudah hampir 4 jam ia berkutat dengan seperangkat laptopnya, ia masih belum menyelesaikan pekerjaannya. Hanya satu jenis. Membuat iklan baris untuk ia masukkan dalam koran. Ada hampir 150 perumahan se Jakarta yang harus ia iklankan. Sayangnya, ia hanya memiliki waktu sampai besok pagi pukul 8. Dan sekarang, ia baru mencapai angka 100. Masih 50 perumahan lagi
Ia menyesap coklat panas yang diam diam ia buat di dapur. Tentunya tanpa sepengetahuan salah satu anggota keluarganya. Memijit pangkal hidung, dan sedikit di pelipisnya yang seperti meronta untuk diistirahatkan
Ia berjalan menuju laci seberang kamar. Mengambil beberapa botol obat, dan menenggaknya tak sesuai dosis. Tidak peduli ia dengan Itu semua
Di atas laci Itu ponselnya nampak diam, saat disentuh, rasa dingin menjalar ke seluruh permukaan telapak tangannya
Ia menekan salah satu notifikasi. Ternyata dari Rasky, sahabatnya yang dijodohkan dengan adik kandungnya sendiri
"Ga papa, Dar. It's okay, ga papa. Emang udah takdir ya mereka bersama"Ia mematikan daya ponsel. Lalu kembali berkutat dengan pekerjaan yang ia kerjaan sekarang. Ia harus menyelesaikannya
"Sshhh..." Ia meringis
Tiba tiba saja tengkuknya sakit. Sedikit sedikit menjalar ke area kepalanya. Masih dapat ia tahan. Entah keliatan dari mana, ia mampus menyelesaikan pekerjaannya Itu tak kurang dari 45 menit
Setelah menekan tombol kirim, dan file yang ia kerjaan terupload, ia lantas menahan erangannya untuk tidak berteriak kesakitan
Ia membaringkan tubuhnya di kasur bermotif zig zag Itu. Memejamkan mata seerat mungkin, berharap sakitnya itu akan hilang
Dan benar
Sakitnya tak lama hilang. Ia merasakan tubuhnya sedikit ringan. Dan akhirnya ia tak sadar kan diri, masih dengan laptop yang menyala
.
"Dar! Bangun! Haidar! Bangun, nak! Kamu kenapa?! Dar!"
Tubuhnya diguncang hebat. Kepalanya sedikit pening, mungkin efeknya ia pingsan semalam. Ditambah posisi tidurnya yang kurang benar
Didepannya sekarang ada sosok Baekhyun yang seperti ya selesai membersihkan diri. Ia bersandar pada sisi ranjang
"Kenapa, pa?""Kamu yang kenapa?! Papa bangun dari tadi ga nyaut, di bangun susah bangun, ga respon apa apa. Papa takut kamu kaya gitu tadi"
Haidar terdiam. Ternyata papanya masih mengira ia tertidur
"Iya maaf. Semalem Haidar ga bisa tidur. Pas coba tidur posisinya ga enak makanya susah bangun. Sekarang jam berapa?"Ia melihat jam dinding. Jam menunjukkan pukul 9 pagi. Sedikit lama ia pingsan ternyata
"Udah jam 9 tuh. Mama mu sama Hana udah makan di ruang makan. Tinggal kamu"
Haidar mengangguk
"Iya, pa. Haidar bersih bersih dulu"Baru saja ia menegakkan diri, lengan ya dicekal Baekhyun
"Kamu ga papa kan?""Aku? Kenapa?"
"Kamu pucat"
"Kan bangun tidur, pa" elaknya. Padahal ia sendiri menahan dirinya agar tidak limbung dari posisi berdirinya
"Ya udah. Cepet turun ya"
"Hmm"
Yang namanya Haidar tetap Haidar dengan tingkah liciknya. Dirasa ia sudah mengendalikan rasa pusingnya, ia justru berjalan ke arah laptopnya semalam. Masih dalam kondisi di charge, tentu saja mati sendirinya dengan baterai full
"Huhh, untung ke kirim" gumamnya
"Apanya yang kekirim?"
Sontak ia membalikkan badan nya dengan cepat. Ternyata Hana datang dengan sepiring nasi goreng dan segelas susu
"Dibilang suruh makan susah banget ya. Bangun bukannya bersih bersih malah langsung laptop. Nih makan, sejam lagi Hana kesini awas ga abis ini semua"
Haidar meringis. Adiknya merajuk. Mungkin karena ia juga terkesan malas untuk makan, padahal kondisinya saja seperti ini
Ting!
Ia kembali mengalihkan pandangan pada layar ponsel. Ia menerita email dari perusahaan tempat ia bekerja agar ke tempat perusahaan Itu siang ini pukul 2 siang
"Hhh, boleh gak ya?"
Hatinya merasa ia harus datang ke tempat Itu, mungkin gajinya memang cair secepat ini, mengingat perusahaan Itu terkenal dengan pegawainya yang amat banyak
"Ya udah lah, nanti Hana dibeliin apa aja gitu biar boleh. Bisa jadi kan Itu gaji, atau malah diterima kerja. Mumpung kerjanya di rumah, kenapa nggak?"
Ia mengangguk. Memilih segera menyantap makanan di mejanya, dan baru setelah Itu ia akan pergi membersihkan diri. Tentu saja ia harus meminta izin lebih awal untuk pergi menemui permintaan pihak perusahaan siang nanti
...
...Hari yang mungkin ditunggu sebagian orang, hanya muncul sekali dalam setahun, dan menjadi moment berharga juga bagi sebagian insan. Hari ulangtahun
Hana terduduk di sudut kamarnya, mendengarkan radio klasik berisi memori card lagu lagu hits jam sekarang. Luthfi memberikan Itu sebagai temannya dikala ia sendiri an di kamar
Tak lama pintu dibuka. Ia mengecilkan volume radio ya, dan menegakkan tubuh
"Papa?""Iya"
Wajah ayu itu mengulas senyum tipis. Di hari ulang tahunnya sang ayah rela mengambil cutie untuk menemaninya di rumah
"Barrakallah fii umrik, sayang" Luthfi memeluk tubuh mungil Itu
"Makasih, pa. Papa pertama deh" ia terkekeh
Mendengar Itu Luthfi mengelyarkan suaranya
"Bu Ira emang lupa? Zaki?""Bu Ira lupa mah wajar. Mas Zaki boro boro Inget, dia aja sekarang jadi asdos di kampusnya dulu. Direkrut lagi biar bisa kerja disana lagi dia"
"Oh, iya ya. Lupa, hehe. Ulang tahun ini mau apa?" Tawar Luthfi
"Apa ya? Ga ada. Papa cuti aja Naya udah seneng"
Kepalanya diusak pelan. Luthfi menarik telapak tangan Naya, dan menaruh sebuah bungkusan sedang di telapak tangannya
"Kado? Kan aku ga minta"
"Oh, ga mau? Padahal Itu mukena umi mu yang belum sempat dipakai. Katanya nunggu kamu gedhe, terus umroh bareng, baru mau pake. Tapi udah telat"
Naya terkejut. Ia membuka kado Itu dengan sedikit tergesa
"Beneran? Berarti dulu umi mau ngajak aku umroh dong? Yahh, telat. Ini warna putih kan?""Iya, pake aja. Cobain"
Ia melakukannya. Gerakan kecil ya mengundang geplak tawa bagi Luthfi. Sosok didepannya sungguh keturunan langsung dari mediang istrinya, seperti ia tak ada celah di wajah sang anak. Terlalu mirip dengan mendiang istrinya
"Cantik. Kaya umi dulu"
Naya memeluk Luthfi
"Makasih ya. Naya suka. Bakal Naya pake kalo solat jama'ah sama papa. Biar papa bisa ngerasain jadi imamnya umi lagi"Pria paruh baya Itu tertawa. Ucapan lugu sang anak cukup menghiburnya. Sungguh ia sangat bersyukur memiliki seorang putri seperti Naya
"Kamu udah 22 tahun tapi kasih kaya anak kecil ya"
"Ya kan papa yang nganggap Naya kecil. Naya mah nggak ya" Naya menyela
Senyum manis yang terlukis indah Itu mampus menenangkan hati Luthfi. Entah apa dipikirannya ia terpikirkan oleh satu hal
"Papa temuin kamu sama abang kamu ya, Nak. Kasian abang kamu. Papa tahu abang kamu ada niat baik sebelum dia tau apa hubungan kalian" batinnya sendiri
KAMU SEDANG MEMBACA
Atas Nama Semesta dan Athala (Tamat)
Teen FictionSemesta itu unik. Seindah pertemuan dan sesedih perpisahan. Seterang Matahari dan seredup Bulan. Sejauh Mentari dan rembulan, namun sedekat senja dan fajar Seperti Semesta yang membuat kesedihan menjadi kebahagiaan Seperti Semesta yang menjelma men...