"assalamualaikum"
Suara rendah nan tenang masuk dalam gendang telinga. Sosok berbaju rapih yang baru saja datang membuka pintu rumah dengan salamnya
"Waalaikumussalam, a' Idar!"
Hana bangkit dan langsung berjalan ke arah pintu rumah. Sosok Haidar datang bersama Leo dibelakangnya
"Kok lama?" Tanyanya
Haidar kikuk. Entah apa yang harus ia katakan pada Hana. Ekor matanya melirik Leo sekilas
"Ohh! Itu, sorry ya. Haidar tadi nraktir gw dulu. Makanya lama. Sorry, ga bilang bilang"
Hana menghembuskan nafas lega
"Kirain kemana. Ga papa kok, kak. Masuk yuk. Hana-""Ga usah ga usah. Makasih buat tawarannya, tapi sorry, gw ada urusan. Duluan ya, Dar, Han"
Dengan cepat Leo berlari kembali menuju mobilnya, dan melajukan mobil miliknya itu keluar halaman rumah Haidar
"A' ?"
"Hmm?"
"Aa' sakit?"
"Nggak"
Bohong, Tubuhnya masih lemas. Bahkan ia berusaha untuk tetap berdiri tegak didepan Hana. Menahan rasa lemasnya
"Kok pucet?"
Hana mengambil tangan kiri Haidar
"Ini juga. Kenapa di plester?""Ohh, itu luka. Tadi kena pojok nya meja. Makanya gini. Mama mana?"
"Gimana sidangnya?"
Baru saja Haidar menanyakan sosok sang mama, Joy datang dengan dua gelas jus jeruk ditangannya. Untuk kedua anaknya
"Alhamdulillah, Ma. Lusa Haidar wisuda"
"WAHHH! SERIUS? AA' LULUS DONG SIDANGNYA?"
Haidar mengangguk. Sontak tubuh kec Hana menubruk tubuhnya. Berusaha ia tetap menjaga keseimbangannya saat ini
"Ehh, kok lemes? Kenapa?" Tanya Joy. Raut wajah khawatir nampak jelas diwajah ayu nya
"Itu, mah. M-mungkin Haidar kecapean. Udah siang juga. Efek belum makan siang"
Lagi. Dua kali ia membohongi wanita berarti dihidupnya. Berharap mereka tak curiga berlebih padanya. Jika dipikir, ia masih bisa merasakan sakitnya sendirian. Ia tak mau wanitanya menangis, hanya karena sedih melihat keadaannya
"Ya udah. Makan apa mandi?"
"Haidar mau tidur" ia mengerucutkan bibir
"Ga makan dulu?" Tawar Hana
"Mmm, bawa roti deh. Masih males makan nasi. Ngantuk, capek, Haidar mau bertapa dulu di pulau kasur. Jangan dicariin ya"
Haidar melengos pergi ke dapur. Membawa 2 roti lapis dan segelas jus jeruk miliknya tadi
"Aneh gak sih, ma?"
"Iya. Udah lah, biarin aa' kamu istirahat. Kasian, abis sidang skripsi"
"Mmm"
.
Kamar itu sunyi. Sepi. Dan tak bersuara barang sedikitpun. Detak jarum jam tak lagi ia dengar semenjak ia membeli jam dinding baru. Tv nya mati, laptop masih ada di dalam saku tasnya. Dan ponsel yang tak menunjukkan tanda tanda ada sesuatu yang masuk
"Penyakitmu semakin ganas. Sekarang sudah tumbuh kanker di otakmu. Kanker otak stadium 4"
Kalimat kalimat itu terus terngiang di kepalanya. Melintas kesana kemari yang membuatnya mau tidak mau terus memikirkan perkataan yang dilontarkan Davian padanya
KAMU SEDANG MEMBACA
Atas Nama Semesta dan Athala (Tamat)
Ficção AdolescenteSemesta itu unik. Seindah pertemuan dan sesedih perpisahan. Seterang Matahari dan seredup Bulan. Sejauh Mentari dan rembulan, namun sedekat senja dan fajar Seperti Semesta yang membuat kesedihan menjadi kebahagiaan Seperti Semesta yang menjelma men...