ANSA - 23

128 18 0
                                    

Malam hari yang nampak terang karena cahaya rembulan menjadi penenang bagi sebagian insan. Hawa dingin yang menyeruak bersatu padu mengintari tubuh makhluk hidup

Keheningan malam yang gelap menjadi sahabat Naya sejak 5 tahun yang lalu. Sejak ia hanya bisa melihat warna hitam, sejak ia harus merelakan warna warna indah di penglihatannya, dan sejak ia harus berjalan dari langkah awal ia dengan kondisi yang terpaksa ia terima

Siapa saja, termasuk ia pasti menolak dengan keputusan ini, namun demi orangtua nya, ia harus bangkit. Bangkit dari keterpurukan yang semakin merajai pikirannya

Yang ia lakukan hanya diam, dan menerima. Tak sedikit pun yang dapat ia lakukan dengan maksimal. Mungkin hanya ucapannya yang masih terdengar sama, sama seperti sebelum ia kehilangan penglihatannya

"Naya" panggil seseorang di belakangnya

Naya hanya menggeser tubuhnya sedikit. Ia sudah tau siapa sosok itu hanya dengan mendengar derap langkahnya

"Mas Zaki. Kenapa?"

Saudara jauh nya itu duduk di samping Naya, mematut wajah ayu dengan pandangan kosong itu dengan saksama

"Ngapain di teras? Ga dingin?" Tanyanya lembut

Naya lantas mengukir senyum
"Pengen aja. Nay udah pake jaket"

Zaki terkekeh
"Kalo jalan sama mas mau gak?"

"Kemana? Malem malem gini mau kemana?"

"Deket Deket aja. Taman atau mana gitu. Mau gak?"

"Ya mau. Ganti baju gak?"

"Ga usah. Gitu aja. Deket komplek kok"

"Hmm. Udah bilang ibu sama papa?"

"Udah Nay, udah"

Perempuan itu terkekeh. Perlahan ia dituntun dengan sepeda gunung milik sosok yang ia panggil 'mas' itu

"Nay, pegangan ya"

"Iyaa"

Zaki mengayuh sepedanya pelan. Membiarkan sosok yang berdiri dibelakangnya menikmati semilir angin malam

Sampai

"Turun dulu bisa gak?"

"Bisa"

Dasarnya Naya yang keras kepala, celana yang ia pakai tersangkut di jeruji besi, menyebabkan ia oleng sesaat

"Ehh!"

"Naya.."

Beruntung Zaki dengan cepat menarik tubuh gadis itu. Menegakkannya kembali, dan turut turun dari sepeda yang ia bawa

"Bandel, ga pelan pelan"

Naya hanya menunjukkan deretan gigi putih rapi nya

"Ada kembang gula gak? Beliin"

"Ada. Ayok"

Naya berjalan disamping Zaki. Mata nya terus memancarkan binar bahagia nya meski yang ia lihat hanya gelap. Setidaknya malam itu sedikit ramai karena hari sudah menjelang di penghujung Minggu

"Kembang gulanya ya, pak"

"Iya, mau berapa?"

"Dua, pak. Yang warna biru putih ada?"

"Masih banyak, neng. Mau satu satu?"

Naya mengangguk. Pucuk kepalanya dirusak pelan oleh Zaki. Hal hal kecil yang tidak akan dilupakan Zaki sampai kapanpun jika itu mengenai sosok Nayara

"Ayok, duduk"

Naya mengangguk
"Mas, ini ditaman yang ada danau nya bukan sih?"

"Iya, kenapa?"

Atas Nama Semesta dan Athala (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang