~~~
Makan malam bersama kali ini beranggotakan lengkap. Karena biasanya, jika Raynzal mendapatkan jadwal malam di rumah sakit, kursi meja makan akan terisi oleh tiga orang, atau bahkan hanya dua orang apabila Dara ikut sibuk dengan tugasnya. Sepertinya hal itu sudah berlaku saat Raynzal memulai kuliahnya di Canada, karena Dara sering kali merasa menjadi anak tunggal. Sebenarnya ada enak dan tidak enaknya juga. Karena posisi abangnya yang jauh di sana, otomatis Dara menjadi si bungsu yang sering kali diandalkan orangtuanya.
"Gimana kuliah kamu?"
Belum sempat Dara menjawab, suara Mamihnya sudah lebih dulu terdengar. "Katanya kamu lagi banyak tugas, tapi kok Mamih perhatiin kamu ga pernah ngerjain?"
"Kata siapa?"
"Tadi siang, Mamih ketemu sama Mba Yuni, terus cerita katanya Linzy sering begadang karena tugas akhir semester ini lagi banyak." Penjelasan Anita membuat Dara tersenyum kikuk. Sifat santainya memang sudah terlalu mendarah daging.
"Gausah ditanya juga pasti Mamih tau, ini anak kan emang gitu!" Sindir Raynzal disampingnya.
"Yang penting kan dikerjain, sewot aja sih!" Bela Dara.
"Ga baik, makan sambil adu mulut kaya gitu." Tegur Hans.
Seketika Dara memeletkan lidahnya ke arah Raynzal, karena ia pikir abangnya lah yang memulai cekcok barusan. Padahal mereka berdua sama saja, sama-sama tukang mencari perkara satu sama lain. Meskipun tidak setiap saat, tapi setiap mereka bersama, pasti selalu ada saja satu hal yang membuat adik-kakak ini berakhir dengan adu mulut.
Salah satu kebiasaan mutlak, antara Dara-Raynzal.
"Kalo memang iya banyak tugas, cicil dari sekarang. Jangan dibiasain begadang sampe larut, dengan modal ngerjain cuma sehari atau dua hari." Nasehat Papihnya, benar-benar membuat Dara tersindir. Karena kebiasaannya dalam mengerjakan tugas memang seperti itu.
"Iya Pih, tenang aja. Aku bisa ngatur waktu kok,"
Dalam hatinya, Raynzal mencibir ucapan adiknya barusan. Jawaban dari seseorang yang tipikalnya pemalas seperti itu, sangat-sangatlah meragukan. Ck, lagi pula bisa mengatur waktu apanya?
"Makanya kalo weekend, bangunnya pagi, jangan nunggu ada yang bukain gorden dulu!" Omel Anita. "Kan lumayan tuh, paginya bisa dipake buat nyicil tugas. Terus sorenya, kamu bisa pacaran sama Pak dosen. Tanpa riweh lagi mikirin tugas."
"Susah Mih, kalo udah bucin suka lupa sama segalanya,"
"Bang Rayn!!!"
Raynzal tersenyum meledek, "Lah? Bukannya emang iya? Buktinya hari sabtu-minggu kemarin, lo full keluar sama doi, kan?"
"Terus kenapa? Hareudang lo?" Sindir Dara.
"Mana ada! Daripada bucin gitu, mending gue tidur seharian, manfaatin hari libur."
"Ngeles aja jomblo!"
Raynzal mengangkat bahunya acuh. Toh, saat ini dia memang belum memikirkan hal-hal itu. Raynzal masih ingin fokus dengan karirnya didalam dunia medis. Apalagi untuk sekarang, Raynzal masih terbilang junior di rumah sakit.
"Bang, mau Mamih kenalin sama anak-"
"Engga Mih, engga. Aku ga minat." Tolak Raynzal langsung.
Hans terkekeh mendengarnya, "Udah Mih, biarin aja. Nanti juga kalo udah ketemu sama jodohnya, pasti langsung dikenalin ke kita. Ya kan, Bang?"
KAMU SEDANG MEMBACA
My Boyfriend Is a Lecturer? [Completed]
FanfictionTakdir seseorang memang tidak ada yang tahu. Siapa yang menyangka, Dara Griselda, mahasiswi selengean, barbar dan tersantai sepanjang masa itu, akan di incar oleh dosen baru di kampusnya. "Saya suka sama kamu." "Suka dalam artian?" "Dalam arti saya...