~~~
Acara syukuran atas kelahiran baby Algio baru saja selesai digelar. Semuanya berjalan dengan lancar, termasuk para sahabat Dara yang juga turut hadir. Mereka sempat mengambil foto bersama beberapa kali, karena berkumpul full member seperti saat ini sudah terbilang jarang. Adapun, rumah Dara dan Avril bisa dibilang cukup berdekatan. Lain lagi dengan rumah Linzy dan Irish, yang justru sebaliknya, bisa dikatakan mencar.
But, meskipun begitu, komunikasi serta sillaturrahmi yang terjalin diantara mereka masih berlangsung dengan sangat baik.
Hari menjelang sore, para sahabat Dara satu-persatu berpamitan pulang. Waktu yang terasa singkat, karena sepanjang obrolan santainya, mereka tampak asik tertawa satu sama lain. Salah satu momen berharga yang memang tidak bisa dibeli oleh apapun.
"Adek, lo disuruh makan sama Mamih."
"Isshhh, sekarang gue udah jadi Mommy juga. Jangan panggil Adek terus!" Cemberut Dara pada Abangnya, Raynzal.
"Mau lo udah jadi Mommy, atau bahkan Grandma sekali pun, lo tetep Adek gue, manise."
"Tumben banget ngakuin tua secara langsung." Sindir Dara yang tak lama setelah itu langsung melangkahkan kakinya menuju meja makan, bergabung bersama Lingga yang kebetulan sudah menunggunya.
Jangan tanyakan di mana keberadaan kedua orangtuanya dan juga mertuanya. Karena sekarang, mereka sedang sibuk mengerubungi Algio dan juga Sean. Yaa, dia Sean. Baby yang baru menginjak enam bulan itu putra Erica dan Raynzal.
"Disuruh makan dari tadi susah banget," Heran Lingga.
"Mau disuapin kamu."
"Kenapa ga bilang langsung, sayang?"
"Ehh-ehh, becanda kok. Tadi tanggung ajaa, dan lagi pula emang belum terlalu laper."
Dara kemudian tersenyum. Bukannya merasa berlebihan, yang ada ia senang karena selalu diperhatikan setiap saat seperti ini oleh Lingga.
"Mau makan sama apa, hmm?" Tawar Dara hendak mengambilkan nasi serta lauk pauknya.
"Ayam, tambah telur balado."
"Lo kapan alimnya sih, sama gue?" Ucap Raynzal tiba-tiba, sembari mendudukkan diri di depan Dara.
"Di meja makan dilarang berantem, apalagi cekcok adu mulut." Balas Dara so iya.
Entah itu Lingga maupun Erica, terkikik geli mendengarnya. Seriously, Dara sama sekali tidak cocok untuk berperan menjadi sosok yang seperti itu. Maklum saja, keseharian Dara bisa dibilang selengean alias petakilan. Tapi, setidaknya sekarang sudah sedikit membaik karena didampingi pawangnya.
"Nyadar ga? Semenjak jarang ketemu, lo jadi ngartis!"
"Dih, apaan? Gue hampir tiap hari chat sama Kak Erica kaliii!"
"Gitu yaa, sekarang pilih kasih. Lo cuma chat gue kalo lagi ada maunya aja!"
Bukannya terdengar galak atau menakutkan, ucapan Raynzal barusan justru terkesan merajuk dan berakhir menggemaskan.
"Salah situ ya, suka slow respon! Aduduh sorry, tadi Abang baru keluar dari ruang operasi. Sorry Dek, Abang baru megang hp. Seribu alasaaaaan!" Cibir Dara.
Erica ikut menyikut lengan Raynzal. Karena apa yang dikatakan adik iparnya barusan, memang lah faktanya. "Denger, sayang?" Sindirnya ditemani tawa kecil.
"Aisshhh, cewe emang selalu ribet!" Pasrah Raynzal pada akhirnya.
"Right, brother!" Kekeh Lingga menyetujui.

KAMU SEDANG MEMBACA
My Boyfriend Is a Lecturer? [Completed]
FanfictionTakdir seseorang memang tidak ada yang tahu. Siapa yang menyangka, Dara Griselda, mahasiswi selengean, barbar dan tersantai sepanjang masa itu, akan di incar oleh dosen baru di kampusnya. "Saya suka sama kamu." "Suka dalam artian?" "Dalam arti saya...