Chapter 4

30.4K 2.4K 166
                                    

~~~

Dara memasang kacamata hitamnya saat turun dari mobil, cuaca hari ini sungguh terik. Matanya menatap ke berbagai arah, untuk memastikan seseorang yang ditunggunya memang ada, dalam artian tidak sekedar mengerjainya.

Sesuai dengan janjinya, siang ini Dara menjemput Raynzal-Abangnya, di bandara. Jika saja dirinya tidak tergiur dengan oleh-oleh yang di tawarkan Raynzal, mungkin sekarang ia tidak akan mau menginjakkan kakinya di tempat ramai ini.

Tak ingin buang-buang waktu, Dara pun langsung menghubungi nomor Raynzal.

"Dimanaaaa?!" Tanya Dara langsung ngegas.

"Yang pasti gue udah napak di Indo,"

"Lima menit ga nongol, gue tinggal balik ya!"

Terdengar suara grasak-grusuk ditelpon, sepertinya ancaman Dara untuk Abangnya barusan ampuh.

"Itu lo dimana? Gue ke situ,"

"Gue di pintu masuk bandara, males masuk ke dalem ah,"

Raynzal hanya berdecak karena kelakuan adiknya, "Tunggu, gue otw."

Begitu panggilan terputus, Dara memilih bersandar di dekat pilar. Tangannya ia gunakan untuk mengipasi wajahnya yang terasa panas.

Tidak munafik, Dara memang sangat merindukan Abangnya. Hubungan mereka pun terbilang sangat dekat, hanya saja sifat mereka yang sama-sama selengean membuatnya sering tidak akur, sekali pun karena hal sepele. Tetapi meskipun begitu, mereka berdua selalu memiliki cara sendiri untuk menunjukkan perhatian serta kasih sayangnya.

Mungkin jika kalian melihat sepintas, kesan dari hubungan mereka bukan seperti kakak-beradik. Lebih tepatnya seperti dua sahabat yang sering cekcok, apalagi panggilan mereka lo-gue, tidak ada manis-manisnya, kan? But, Dara dan Raynzal memiliki kesan sibling goals berbeda, dari pada umumnya.

"Itu Bang Rayn?" Gumam Dara melongo. "Astaga, banyak gaya banget mentang-mentang lumayan cakep,"

Sama halnya dengan apa yang dilakukan Dara tadi. Kini mata Raynzal yang menatap intens penampilan adik kecilnya. Ya, sampai kapan pun perempuan didepannya ini akan menjadi adik kecil, kesayangannya.

Rasanya beberapa bulan lalu, wajah Dara tidak sedewasa ini. Kenapa adiknya tumbuh dewasa dengan sangat cepat? Terbesit perasaan tidak rela dibenak Raynzal, karena di umur adiknya yang sekarang, tidak menutup kemungkinan bahwa ia akan segera menikah. Dan jika boleh jujur, Raynzal belum siap melepas sang adik ke tangan laki-laki lain.

But, jika hari itu tiba. Pastinya Raynzal akan memberikan doa terbaik untuk kebahagian sang adik.

"Ga kangen?" Tanya Raynzal to the point.

Dara cemberut, ia tidak suka dengan tatapan hangat Raynzal sekarang yang membuatnya berkaca-kaca.

Raynzal hanya tersenyum, menyadari ada tetesan air mata yang mengalir dipipi adiknya.

"Kalo ga kangen, yaudah sini," Tangannya langsung melingkari bahu Dara, untuk memeluknya. "Biar gue yang meluk, soalnya gue yang kangen sama lo."

"Kangen juga," Cicit Dara dalam pelukan Raynzal.

"Nah kan, tadi gengsi lo kegedean sih,"

Dara memilih diam. Karena yang dikatakan Raynzal ada benarnya.

"Kok jahat sih, makin tinggi?" Tanya Dara mengangkat kepalanya agar bisa leluasa menatap wajah tampan Raynzal.

Lama tidak bertemu, tampaknya memang terdapat banyak perubahan. Salah satunya, postur tubuh Raynzal yang semakin menjulang tinggi. Seperti sekarang, menenggelamkan Dara dalam pelukan hangatnya.

My Boyfriend Is a Lecturer? [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang