~~~
"Enak banget ya, jadi anak emas. Baru juga magang beberapa hari, udah gampang banget dapet ijin ga masuk."
"Perasaan kinerjanya selama magang juga biasa aja, heran."
"The real anak emas,"
"Anak magang aja laganya songong!"
Dara yang posisinya sedang duduk manis, mengerjakan pekerjaannya dari Mba Wulan, tentu saja mendengar rentetan percakapan barusan, yakni dari para seniornya. Sebenarnya, Dara pun sepenuhnya sadar. Tadi, begitu ia datang kemari, banyak senior yang memperhatikannya dengan tatapan tidak suka. Bahkan mereka tidak segan menyindirnya dengan pedas.
Namun, beruntungnya karena Dara masih bisa mengontrol mulutnya. Mungkin, jika itu tidak terjadi. Sekarang perbincangan hangatnya akan berganti, menjadi si anak magang yang cekcok adu mulut dengan seniornya. Selalu mendapatkan nasehat dari kekasihnya, Dara kini paham. Adu mulut di tempat-tempat yang tidak seharusnya, itu sungguh memalukan.
"Anggap angin lalu aja, jangan diambil hati." Bisikan Mba Wulan, membuat Dara tersenyum tipis.
"Iyaa, Mba."
Senior yang dekat dengannya memang hanya beliau saja. Bahkan, anak-anak magang lainnya pun tidak sedekat itu dengan Dara. Kebanyakan dari mereka tidak pernah mau melirik ke sesama anak magang. Yang bisa Dara simpulkan, tentu mereka ingin unggul sendiri, tanpa mau melibatkan yang lainnya. Dan ya, itu yang pada akhirnya membuat Dara malas untuk bergaul dengan mereka. Toh, sebagai manusia kita tidak bisa hidup seorang diri.
"Emang kemarin kamu ijin langsung ke Pak Hans? Biasanya, selain sakit. Anak magang cuma dikasih ijin dua hari, itu pun udah paling lama."
"Huh?" Gumam Dara bingung, hendak mencari alasan apa.
Ya, Dara tahu, pasti Mba Wulan bingung karena kemarin ia ijin selama empat hari. Mungkin bisa diwajarkan, apabila seniornya yang lain pun berspekulasi demikian. Tapi sialnya, mulut mereka memang seakan minta dihajar olehnya.
"KUMPUL DI AULA SEMUANYA, SEKARANG!!!"
Teriakan tersebut, mampu meloloskan Dara dari pertanyaan Mba Wulan barusan. Menghiraukan tatapan lainnya yang masih mengintimidasi Dara, Dara berjalan begitu saja, menuju aula. Sebagai anak magang, tentu ia harus tahu diri untuk sigap dalam segala hal. Disampingnya, ada Mba Wulan yang mengikutinya.
"Selamat siang semuanya," Kalimat sapaan dari Hans terdengar menggema di aula.
"Siang pak!"
"Tidak banyak basa-basi, saya ingin mengatakan sesuatu." Ucapnya to the point. "Dara Griselda, anak magang yang saat ini berdiri di sudut sana, itu putri bungsu saya."
Dara sukses dibuat melongo oleh Papihnya. Jangan tanya, bagaimana respon para senior yang tadi membicarakannya. Mereka tampak begitu kaget, atau bahkan, mungkin mereka masih belum sepenuhnya percaya.
"Tidak ada yang namanya istilah anak emas. Meskipun Dara putri saya, saya hanya memberikan kelonggaran karena kemarin dia pergi ke luar negeri, ke acara resepsi pernikahan sahabat dekatnya. Sesuai dengan ketentuan, masa magang Dara akan tetap ditambah selama beberapa hari, untuk menggantikan hari liburnya kemarin, saat ia ijin." Jelas Hans penuh penegasan.
"Saya tidak meminta kalian untuk memperlakukan putri saya sebagaimana baiknya. Tapi, yang ingin saya tekankan untuk kalian, agar tidak berbicara sembarangan. Apalagi, status kalian semua di sini sama, semuanya pegawai, kita keluarga. Tidak ada lagi yang menjelekkan nama lain, divisi lain. Dan, untuk anak magang. Mereka punya tugas masing-masing dari para pembimbing yang sebelumnya sudah ditunjuk. Jadi, tidak ada lagi pekerjaan tambahan itu-ini dari pegawai lainnya."
KAMU SEDANG MEMBACA
My Boyfriend Is a Lecturer? [Completed]
Hayran KurguTakdir seseorang memang tidak ada yang tahu. Siapa yang menyangka, Dara Griselda, mahasiswi selengean, barbar dan tersantai sepanjang masa itu, akan di incar oleh dosen baru di kampusnya. "Saya suka sama kamu." "Suka dalam artian?" "Dalam arti saya...