~~~
Ini sudah hari ketiga, Dara tidak bertemu dengan Lingga. Mungkin lebih tepatnya, karena Dara sendiri yang sedang menghindarinya. Jika sedang di kampus, Dara sebisa mungkin menghindari kontak mata dengan Lingga, berusaha untuk tidak menarik perhatian dosen itu. Dan begitu jam kelas selesai, pasti Dara akan pulang lebih awal, mengantisipasi jika Lingga bisa saja kembali meminta tolong padanya.
Dara menghindar, bukan karena berniat benar-benar menghidar. Di sini, Dara sedang berusaha meyakinkan perasaannya, mengenai ucapan Lingga tempo kemarin. Dara pikir, jika ia sendiri sudah merasa yakin, ia akan mencobanya. Begitu pun sebaliknya, jika perasaannya belum yakin, Dara tidak ingin terkesan memberikan harapan kepada Lingga.
Seperti kata Raynzal, tidak usah terburu-buru untuk mengambil keputusan, apalagi ini masalah hati dan perasaan.
Terhitung hampir beberapa hari ini, Dara memikirkan sosok Lingga. Dara kembali mengingat apa saja yang sudah dilakukan Lingga, untuknya. Bentuk perhatian sederhana yang sejujurnya, membuat Dara sedikit nyaman, mungkin?
Mendengar kata menyukai, Dara seakan tersadar, bahwa Lingga memang sesabar itu saat menghadapi dirinya, yang bahkan jauh dari kata sopan saat bersamanya. Dara akui, ia memang lebih sering membuat Lingga kesal. Tapi, selama Dara mengenal Lingga, ia tidak pernah sekali pun mendengar kekesalan dari dosen itu untuknya. Seriously, jika dipikir-pikir, hal sesederhana itu nyatanya mampu membuat seorang Dara Griselda melting.
"Kenapa saya suka minta tolong sama kamu? Alasan simple-nya, karena saya ingin."
"Besok-besok, bawa jaket. Kalo seandainya ga ada saya, kamu mau neduh didepan minimarket pake kaos pendek kaya gitu?"
"Jangan maksain makan pedes, kalo ga kuat. Sini, tuker makanannya sama punya saya."
"Saya tau, kemarin kamu ngomel karna Linzy dibantuin ngerjain tugasnya sama Arka. Kenapa? Kamu juga mau dibantuin sama saya?"
"Saya liat-liat, kamu sering pake t-shirt atau hoodie. Jadi, saya beli ini buat kamu. Harus diterima, karna kalo engga, saya bakal maksa."
"Kamu percaya ga? Kalo di dunia ini ga ada yang ga mungkin?"
"Dara Griselda? Kenapa kamu selalu berhasil narik perhatian saya?"
"Seandainya ada laki-laki yang mau serius sama kamu, gimana?"
Ya, itu merupakan beberapa kilasan ucapan Lingga yang membekas dipikiran Dara. Tapi sepertinya ada satu momen lagi, hari dimana Linzy kecelakaan, Dara yang sangat shock, diam tidak berkutik saat ditenangkan oleh Lingga. Bahkan Dara bisa dengan leluasa menangis di dalam pelukannya.
Dan jika ditanya 'Seandainya ada laki-laki yang mau serius sama kamu, gimana?' , tentu Dara akan menilai dulu seperti apa sosok laki-laki tersebut. Mungkin jika cocok dan masuk ke dalam kriterianya, Dara siap untuk menjalani hubungan. Sudah sangat jelas bukan? Jika Dara tidak suka dengan tipikal lelaki yang menye-menye. But, untuk masalah menikah, Dara ingin Raynzal yang lebih dulu melangsungkannya.
"Tumben udah rapih?" Hans tersenyum heran, meneliti penampilan putri bungsunya.
"Mau ke rumah sakit, Pih. Tapi, sekarang mau makan dulu," Balas Dara yang kini sudah duduk disamping Papihnya.
"Ke rumah sakit sama siapa?"
"Sama Bang Rayn paling,"
"Abang kamu barusan keluar,"
KAMU SEDANG MEMBACA
My Boyfriend Is a Lecturer? [Completed]
Fiksi PenggemarTakdir seseorang memang tidak ada yang tahu. Siapa yang menyangka, Dara Griselda, mahasiswi selengean, barbar dan tersantai sepanjang masa itu, akan di incar oleh dosen baru di kampusnya. "Saya suka sama kamu." "Suka dalam artian?" "Dalam arti saya...