~~~
Mengabaikan tatapan bingung dari para pegawai di perusahaan atas kedatangannya. Lingga berlari kecil menuju receptionist, menanyakan keberadaan ruangan Hans. Untungnya, receptionist tersebut mengetahui siapa Lingga, mengingat Lingga dan Dara pernah berpelukan di area parkir depan.
Setelah mengucapkan terima kasih, Lingga kembali berlari menuju lift. Bagaimana mungkin ia tidak dibuat panik dan khawatir? Sesaat setelah Lingga selesai jam kelas, ia mencoba menghubungi Dara, namun rupanya tidak ada satu pun panggilannya yang diangkat. Beranggapan Dara sibuk, tapi pesannya yang tadi pun terbengkalai, masih belum juga mendapatkan balasan. Hingga tak berselang lama, Lingga menerima panggilan dari Papih Dara, memberitahukan bahwa Dara pingsan di kantor.
Padahal, setiap harinya Lingga tidak pernah absen untuk mengingatkan Dara itu-ini, termasuk menyuruhnya untuk selalu menjaga pola makan. Namun, tidak heran juga. Karena bukan Dara namanya, kalau tidak ngeyel.
"Lingga? Syukurlah kamu dateng. Papih titip Dara dulu, ya? Dibawah ada client dari luar negeri, Papih ga enak kalo harus nge cancel pertemuannya."
"Kalo bisa, sekalian bujuk dia buat pulang. Dari tadi bilang pusing, pengen tidur dulu katanya." Lanjut Hans yang sekalian berpamitan keluar.
Setelah kepergian Hans, Lingga melangkahkan kakinya, menghampiri Dara yang sedang terlelap di sofa. Mengecup keningnya cukup lama, hingga Lingga sendiri mampu merasakan suhu tubuh Dara, yang memang terasa hangat. Wajah cantiknya yang terlihat pucat, lagi-lagi membuat perasaan khawatir Lingga kian memuncak.
"Kamu? Kok ada di sini?" Tanya Dara pelan, terdengar begitu purau.
"Kenapa bisa sakit, hmm? Bahkan, sampe pingsan?"
Mengabaikan pertanyaan Dara, Lingga justru ikut melontarkan pertanyaannya. Dengan lembut tangannya mengusapi kerutan dikening Dara, hingga sukses membuat gadis itu terdiam nyaman, sembari memandangi wajah tampan Lingga dengan tatapan sayunya.
"Tadi aku pusing banget. Dan, itu terjadi gitu aja."
"Sekarang masih pusing? Ada lagi yang sakit?"
"Pusingnya udah ga terlalu berasa, cuma lemes. Tadi Papih udah panggil dokter, kok. Katanya, aku kecapean sama telat makan." Jujur Dara. Meskipun hati kecilnya memang takut pada Lingga. Tapi Dara rasa, berbohong dengan menyembunyikan ini pun bukan lah solusinya.
Lingga menyugar rambut hitamnya, hingga berakhir membuatnya sedikit berantakan. "Ya ampun, sayang. Fine, kalo semisal kamu sibuk. Tapi, yang paling utama kamu jangan sampe ngelewatin makan. Apalagi, ini bukan kali pertamanya loh, kamu kaya gini."
"Aku lagi sakit, kok malah di omelin, sih?"
Melihat tatapan sayu Dara, sudah jelas membuat Lingga kalah. Ia memejamkan matanya, kembali mengecup kening Dara.
"Tadi lambung aku sempet sakit,"
"Perut kamu kosong. Dan kalo kamu lupa, kamu sering minum kopi." Sindir Lingga. Tak apa, meskipun ia disebut bawel. Toh, yang dia baweli saat ini memang gadis nakal.
"Kamu marah, yaa?" Tanya Dara pelan.
"Emang keliatannya aku marah?"
KAMU SEDANG MEMBACA
My Boyfriend Is a Lecturer? [Completed]
FanfictionTakdir seseorang memang tidak ada yang tahu. Siapa yang menyangka, Dara Griselda, mahasiswi selengean, barbar dan tersantai sepanjang masa itu, akan di incar oleh dosen baru di kampusnya. "Saya suka sama kamu." "Suka dalam artian?" "Dalam arti saya...