~~~
Setelah menarik napasnya dalam-dalam, dengan perlahan Lingga membuka pintu ruangan Dara. Hanya terlihat kehadiran Anita, yang sedang membereskan bungkusan obat Dara, sepertinya gadis itu baru saja selesai minum obat.
Dara yang lebih dulu menyadari pintu ruangannya dibuka, langsung mengalihkan pandangannya ke arah lain, begitu mengetahui Lingga lah yang datang. Ia bahkan tidak bisa menjamin akan bersikap seolah baik-baik saja. Kalian pasti tahu, Dara tidak jago jika harus berpura-pura seperti itu.
"Malem, Tante," Sapa Lingga sedikit kikuk, karena tidak mendapati respon apa-apa dari Dara. Padahal ia tahu, bahwa Dara sudah melihat kehadirannya.
"Loh? Nak Lingga?"
Lingga mengangguk, kemudian mencium punggung tangan Anita.
"Sini, duduk dulu. Kebetulan kamu dateng, Tante mau titip Dara dulu, ya? Tadi Tante dipanggil Dokter, buat nebus beberapa obat lagi."
"Ahh iya, Tante,"
Anita tersenyum, meninggalkan mereka berdua. Niatnya, sekaligus ingin mengantarkan makanan ke ruang kerja Raynzal.
Dara sedikit heran setelah meneliti penampilan Lingga, benar-benar menggambarkan orang rumahan. Dan saat tertuju pada sandalnya, baiklah, itu sudah menjelaskan semuanya.
Lingga yang menyadari gerak mata Dara, langsung menggaruk tengkuknya dengan canggung. "Aku buru-buru, ga sempet ganti baju, apalagi sandal." Ucapnya pelan, dosen ini malu, mungkin?
"Maaf juga, ga sempet bawa apa-apa. Aku panik pas tau kamu sakit,"
Dalam hatinya, Dara tersenyum saja. Bagaimana mungkin Lingga tahu? Sedangkan dia saja sedang asik bersama perempuan lain. Lucu sekali.
"Kenapa bisa sampe sakit kaya gini, sih?"
"Kata Dokter apa?"
"Terus kenapa juga, kamu ga ada ngabarin aku? Serius, aku ngerasa bersalah banget karna jadi orang terakhir yang tau keadaan kamu."
Dara memilih diam, lebih ke mendengarkan semua omelan Lingga, yang sialnya bisa ia lihat dengan jelas, bahwa Lingga sedang mengkhawatirkannya. Biar bagaimana pun, Dara tetap seorang perempuan yang akan bingung jika diperlakukan seperti ini.
Kembali tidak mendapatkan respon dari Dara, Lingga pun ikut terdiam. Merasa ada yang aneh, Lingga memberanikan diri untuk menggenggam tangan Dara. Namun begitu mereka bersentuhan, Dara langsung mengerjap kaget, sekaligus menjauhkan tangannya.
"You okay?" Tanya Lingga menatap intens Dara.
"Hmmm," Balasnya bergumam pelan.
"Kamu marah?"
"Marah? Kenapa harus marah?"
"Maaf, iya aku tau, aku telat dateng ke sini. Wajar kalo sekarang kamu marah,"
Ya, Lingga memang mengira alasan Dara marah kepadanya karena hal itu. Padahal jauh dari itu semua, Dara mengetahui semuanya. Apa yang menjadi penyebab Lingga terlambat kemari, dan lagi-lagi pikirannya teringat kepada perempuan itu.
"Kenapa harus wajar? Bahkan aku ga punya hak apapun buat marah sama kamu,"
Lingga menegakkan tubuhnya, mendengar perkataan Dara barusan. "Dara, please... Aku minta maaf,"
"Kamu ga ada salah apa-apa, ga usah minta maaf."
"Kejadian kemarin, emang karma buat gue kayanya." Batin Dara.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Boyfriend Is a Lecturer? [Completed]
Fiksi PenggemarTakdir seseorang memang tidak ada yang tahu. Siapa yang menyangka, Dara Griselda, mahasiswi selengean, barbar dan tersantai sepanjang masa itu, akan di incar oleh dosen baru di kampusnya. "Saya suka sama kamu." "Suka dalam artian?" "Dalam arti saya...