~~~
Hari pertama magang. Dara cukup keteteran, saat selesai diberikan penjelasan dan beberapa aspek pemahaman oleh salah satu seniornya, Dara langsung diberikan pekerjaan yang harus ia selesaikan hari ini juga. Tidak terlalu banyak memang, tapi untuk orang awam sepertinya tentu saja membutuhkan lebih banyak waktu untuk benar-benar memahaminya.
Fyi, orang-orang kantor sama sekali tidak mengetahui siapa Dara sebenarnya. Dara memang sengaja tidak memperkenalkan dirinya sebagai putri bungsu dari Hans, pemilik perusahaan ini. Maksudnya, biar saja mereka tahu dengan sendirinya, tanpa harus ia beri tahu.
Meski magangnya belum satu hari penuh, tapi Dara sudah bisa membedakan, mana senior yang benar-benar baik, bisa saling menghargai. Dan mana senior yang bossy, mengagungkan jabatannya yang memang lebih tinggi dari Dara yang saat ini sekedar magang. Contohnya tadi, kira-kira ada tiga senior yang mendadak menyuruh Dara itu-ini. Entah itu merevisi berkas yang sebenarnya itu jelas tugas mereka, fotocopy proposal yang bahkan seakan sengaja menyuruhnya bolak-balik ke lantai dasar. Sebenarnya Dara memang bisa saja menolak, tapi, di hari pertamanya magang, Dara tidak ingin memberikan kesan yang buruk. Mungkin, jika di lain hari tiga senior itu masih juga semena-mena, maka jangan harap Dara akan tunduk begitu saja.
Namun untungnya, senior yang membimbing Dara tidak menyebalkan seperti tiga orang tadi. Dia Mba Wulan. Orangnya terbilang ramah, dan juga pengertian. Melihat cara kerja Dara yang masih sedikit lamban, Mba Wulan tampak tidak mempermasalahkan hal itu, ia hanya menyemangati Dara agar bisa meningkatkan kinerjanya selama magang.
Dengan langkah gontai, Dara berjalan ke arah ruangan Papihnya yang berada di lantai paling atas. Sangking merasa penatnya, Dara bahkan tidak mengetuk pintu, langsung masuk ke ruangan Hans begitu saja. Mengabaikan tatapan sekretaris Papihnya yang mungkin kini sedang bertanya-tanya, tidak punya sopan santun kah, anak magang itu?
"Papih!!!" Rengek Dara yang langsung menghempaskan tubuhnya di sofa ruangan Hans.
Menyadari putri bungsunya datang kemari dengan keluh kesahnya, Hans lantas tersenyum simpul. "Apa? Ada yang mau dilaporin hari ini?" Candanya.
"Siapa bilang? Aku mau numpang makan siang, nih!!" Dara mengangkat wadah tupperware berisi makanan yang tadi pagi sengaja dibuatkan Mamihnya. Mungkin, sebenarnya makan siang itu sudah satu paket dengan milik Papihnya.
Memilih makan siang bersama putrinya, dengan menunda pekerjaannya, Hans berjalan mendekat ke arah sofa. Duduk disamping Dara. Acara makan siang kali ini, diselingi dengan obrolan hangat antara seoarang Ayah dan juga putrinya.
"Ada masalah? Kenapa ga makan siang di cafetaria kantor?"
Dara menggeleng pelan. "Males aja, ketemu sama orang-orang baru."
"Wulan gimana?"
"Bisa dibilang baik, ga kaya senior yang lainnya."
"Yang lainnya kenapa?" Tanya Hans penasaran.
Dara tersenyum manis, tidak berniat memberitahukannya. Lagi pula itu bukan masalah besar, sampai-sampai harus Papihnya tahu. "Gapapa, hehe. Aman kok Pih, aman."
"Gimana, di hari pertama? Kamu bisa ngikutin arahan dari Wulan? Atau masih ada yang ga ngerti?" Tanya Hans mengalihkan pembicaraan.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Boyfriend Is a Lecturer? [Completed]
FanficTakdir seseorang memang tidak ada yang tahu. Siapa yang menyangka, Dara Griselda, mahasiswi selengean, barbar dan tersantai sepanjang masa itu, akan di incar oleh dosen baru di kampusnya. "Saya suka sama kamu." "Suka dalam artian?" "Dalam arti saya...