Chapter 52

20.6K 1.6K 92
                                    

~~~

Dara tersenyum puas, melihat buku jurnal hasil ia magang selama tiga bulan. Ternyata seperti ini, berkecimpung di perusahaan dengan berbagai macam berkas. Terkadang memang tidak serumit itu. Tapi, tidak bisa juga di katakan semudah itu. Hari ini, adalah menjadi hari terakhir Dara magang. Siang tadi, anak-anak magang dan para senior yang menjadi mentor, sengaja mengadakan acara makan-makan untuk merayakan last day. Fyi, itu traktiran khusus dari Hans.

Setidaknya, selama magang Dara sudah mendapatkan sedikit pengalaman dan juga gambaran dalam dunia kerjanya. Itu pun tentu tak lepas dari pantauan Hans, yang selalu memantau perkembangan putrinya.

Selama dua bulan terakhir ini, Dara benar-benar menikmati waktunya saat bekerja. Sementara itu, untuk di bulan pertama, Dara masih sering mengeluh itu-ini kepada orangtuanya. Tolong di maklum, sebelumnya si bungsu ini memang tidak pernah bekerja paruh waktu, seperti kebanyakan mahasiswa lainnya. Selain lumayan untuk tambahan uang jajan, alasan mereka mengambil kerja paruh waktu itu karena untuk menambah pengalaman.

Belum sempat Dara berteriak mengungkapkan kebahagiaannya karena telah selesai magang, Dara sudah lebih dulu di kejutkan dengan kehadiran keluarga Lingga di rumahnya. Ya Tuhan, beruntungnya dia karena belum sempat berteriak delapan oktaf. Jika itu terjadi, entah akan disimpan di mana wajahnya cantiknya ini.

"Malah ngelamun di situ, buru masuk!" Ucap Raynzal dengan gemas, sembari menarik lengan adiknya.

Sepertinya otak lamban Dara mulai bisa mencerna. Jadi, ceritanya mereka sedang berkumpul keluarga? Begitu?

"Baru pulang, sayang? Sini duduk." Eva langsung menyambut kehadiran Dara dengan hangat.

"Iyaa, Mah. Tadi makan-makan dulu sama senior."

"Oh iya, hari ini hari terakhir kamu magang, yaa?"

Dara mengangguk, di temani senyumannya. Lingga yang posisinya duduk di samping Dara, sama sekali belum mengeluarkan suaranya. Membuat Dara diam-diam menyikut lengan lelaki itu, sembari membisikkan sesuatu.

"Kenapa kamu ga bilang mau ke sini? Sama Mama Papa lagi?"

"Mau nikahin kamu, masa iya aku ga minta ijin sama orangtuanya."

"Huh?!"

Lingga hanya tersenyum geli, mengabaikan ekspresi Dara saat ini.

Jangan bilang, orang-orang di rumah memang sudah tahu lebih awal, mengenai rencana kedatangan keluarga Lingga ke sini? Baiklah, Dara sudah bisa menebak bahwa mereka sengaja menyembunyikan ini darinya. Kalau bukan ide Lingga, maka pasti biang keroknya adalah Raynzal. Abangnya tercinta.

"Udah ada adek gue tuh, jangan grogi!" Ledek Raynzal seraya menggoda Lingga.

Padahal sejujurnya, bukan hanya Lingga saja yang merasa demikian. Dara pun sama. Meski hubungan kedua keluarga mereka sudah terbilang akrab. Namun tetap saja, sekarang Dara mendadak gugup. Apalagi saat menyadari Lingga menatapnya begitu intens. Yang dimana, detik itu juga semua orang yang berada di ruang tamu, ikut menatap ke arahnya.

"Mamih, Papih." Panggil Lingga beralih menatap orangtua gadisnya.

Baik itu Anita dan Hans, sama-sama tersenyum lembut menganggukkan kepalanya. Mempersilahkan Lingga yang hendak berbicara.

"Bukan waktu yang sebentar saya mengenal Dara. Tapi, biar bagaimana pun Papih dan Mamih yang sudah menjaga Dara selama kurang lebih 23 tahun, sekarang bolehkah saya menggantikan posisi Papih dan Mamih dengan menjaga dan membahagiakannya? Layaknya perhiasan dunia yang paling berharga?"

My Boyfriend Is a Lecturer? [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang