58. Kesedihan, nasehat, ancaman dan kekhawatiran.

359 54 13
                                    

"Pada dasarnya semua manusia itu sama, sama-sama tukang bohong. Baik itu berbohong untuk kebaikan maupun berbohong untuk menutupi kejahatan."

Berhari-hari sudah berlalu, Jungwon dan Jay masih belum akur. Terkadang saat Jungwon melihat Jay dia akan pergi dari sana, begitu juga dengan Jay saat dia melihat Jungwon dia hanya diam dan pandangannya sangat datar membuat Jungwon terkadang takut.

Hari ini Jay pergi ke tempat makam ibunya. Dia tidak mengajak Jungwon dan siapapun, cukup dia sendirian saja. Menangis sambil memeluk batu nisan kbunya karena dia sangat merindukan perempuan itu.

"Benerkan dugaan Jay, rumah Mama kotor nih! Kenapa ga dibilangin sama Jay coba supaya Jay bisa datang lebih awal!" monolog Jay. Tangannya mencabut rumput liar yang tumbuh di makam ibunya. Rumputnya sangat banyak membuat mata Jay sakit melihatnya.

"Mama lagi ngapain di sana? Pasti tenang kan? Oh ya Ma, Papa akhir-akhir ini sibuk banget. Ga ada waktu buat Jay, bahkan udah hampir dua bulan Papa ga di rumah. Rumah sepi Jay ga suka!" kata Jay, dia mengusap pelan batu nisan yang tertulis nama ibunya di sana.

"Ehmm ... kalau misalnya Jay ga dapat nilai yang bagus di ujian nanti Mama jangan marah ya hehe, Jay udah berusaha kok tapi Jay ga tau usaha Jay bakal berbuah atau enggak," ucapnya dan tersenyum. Dia menatapnya makam ibunya yang bersih karena tangannya.

"Memang benar ya Ma, kata orang semewah apapun kehidupan kita di dunia maka pas mati semua kemewahan itu hilang begitu saja."

"Mama kenapa perginya cepat banget? Kenapa saat itu ... ga Jay aja yang dikirim ke Tuhan, kenapa harus Mama? Biarpun Papa ga benci sama Jay tapi Jay sedih pas liat Papa kayak iri gitu ngeliat orang yang keluarganya lengkap," ungkap Jay.

Memang benar seperti itu, saat mereka sedang pergi berdua, Bae Joo selalu melihat orang yang berlalu-lalang dengan keluarga yang utuh. Tak jarang terkadang dia mengusap air matanya karena tidak merasakan itu semua.

Jay mengusap air matanya yang jatuh, dia memeluk nisan ibunya kuat dan menciumnya berkali-kali, seolah-olah batu nisan itu adalah ibunya dan yang diciumnya itu adalah kening ibunya.

"Mama, boleh ga kalau Papa Jay suruh nikah sama Bunda Eunji?" tanya Jay. Tapi saat dia sadar apa yang dikatakannya Jay menutup mulutnya.

"Enggak ga jadi Ma, Jay tau Mama pasti ga mau kan kalau Papa diambil orang lain. Ga Jadi Ma! Jay tadi salah omong, Mama jangan marah ya huhu," rengek Jay, dia menyatukan kedua tangannya di depan dada seolah-olah sedang memohon kepada ibunya.

"Hehe udah ya Ma, Jay pulang dulu. Nanti kapan-kapan Jay datang lagi kok, Mama baik-baik ya di sana Jay pulang dulu dada Mama," ujar Jay. Dia sudah berdoa dan meletakkan bunga terlebih dahulu barulah dia berbicara dengan Ibunya.

Jay berjalan mundur lalu berbalik dan pergi dari sana, saat sedang menuju rumah dia melihat seseorang yang dilihatnya. Yaitu Jinwoo yang baru keluar dari cafe, Jinwoo terlihat mengambil motornya dan pergi dari sana Jay yang melihat itu pun mengikutinya.

Jinwoo yang di depan sana sadar ada orang yang mengikutinya, dia menambah kecepatan motornya dan memotong jalan pengendara lain. Dia sengaja menjalankan motornya secara berlika-liku agar orang yang mengikutinya menyerah. Tapi apa yang terjadi, Jay sama sekali tidak pusing melihat itu.

Dia semakin semangat untuk mengejar Jinwoo, sudah lama sekali dia tidak balap seperti ini. Jinwoo kembali memberikan pengalaman seru untuknya, tidak salah memang dia mengejar Jinwoo.

Jinwoo membawa Jay ke sebuah gang kecil yang tidak berpenghuni. Jinwoo menghentikan motornya dan menunggu Jay sampai, saat Jay sudah sampai dia juga ikut turun dari motornya dan membuka helmnya. Jinwoo memicingkan matanya saat melihat orang yang turun dari motor, setelah itu dia menganggukkan kepalanya saat melihat yang turun adalah Jay.

☆RENJANA☆ [END]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang