48. Nasib Haruto

330 59 16
                                    

Haruto terbangun dengan badan yang sangat sakit, sekarang sudah malam dan dia melihat dirinya sedang di hutan? Haruto menghela nafas, sepertinya mereka membuangnya ke hutan yang ada di tepi jalan, terbukti mobilnya yang terletak di pinggir jalan sana dan dia bisa melihatnya dari sini.

Haruto menggerakkan tangannya sedikit dan meringis, rasa sakit karena tembakan itu belum hilang bahkan pelurunya masih bersarang di lengannya. Sudah berapa lama dia pingsan, Haruto jadi bingung sendiri.

Dia mengambil ponselnya dan ingin mengeceknya, tapi ponselnya mati tidak tahu apa yang membuat ponselnya bisa seperti itu. Entah baterainya yang habis ataupun dirusak oleh mereka dia tidak tahu.

Haruto perlahan-lahan bangkit, bagaimanapun dia harus pergi ke Rumah sakit untuk mengeluarkan pelurunya ini. Jika dibiarkan pasti akan berbahaya.

"Akhh!" Saat sedang mencoba berdiri, kaki Haruto sangat sakit. Rasanya dia tidak sanggup untuk menggerakknya, tapi mau bagaimana lagi dia harus tetap keluar dari hutan ini.

"Tahan Haruto tahan, ini belum seberapa sama kejadian yang bakal lo hadapi di masa depan nanti."

"Jangan nangis, ini cuman masalah kecil iya masalah kecil!" Haruto berbicara sendiri untuk menyemangati dirinya, tidak dapat dipungkiri rasa sakitnya saat mendengar perkataan Ayahnya masih terbekas di hatinya. Dia berusaha untuk terlihat kuat dan tidak mengeluarkan air mata sedikitpun.

Saat-saat seperti ini Haruto jadi terfikir bagaimana nasibnya ke depannya nanti. "Gue ga mungkin makan dan minum make hasil duit haram Ayah, apa gue kerja aja ya?"

Sambil berjalan Haruto memikirkan itu semua, dia jadi kasihan dengan abangnya, jika Shotaro mengetahui ini semua pasti Shotaro akan bersedih, dia juga pasti akan bekerja untuk biaya kuliahnya dan biaya kuliah psikiater itu sangat mahal.

"Tapi gue mau kerja di mana? Gue aja selalu hidup bergelimang harta, ga biasa ngerasain hidup susah, terus gue mulai dari mana?"

Haruto tidak masalah jika setelah ini dia akan hidup miskin, itu lebih baik dari pada menerima uang haram dari ayahnya. Tapi apa iya ayahnya membiayainya lagi? Mengingat tuan Watanebe tidak lagi menerima dia sebagai anaknya. Itu mustahil kawan.

"Ini mah fiks gue harus cari kerja kalau bisa nyari kost ataupun apartemen murah sekalian. Ga mungkin juga gue tinggal di rumah yang bukan rumah gue."

Hati Haruto sangat sakit mengingat dia akan meninggalkan rumah itu, rumah yang memiliki banyak kenangan manis saat dia masih kecil dan saat ibunya masih ada di sampingnya. Bayangan-bayangan bagaimana bahagianya dia ketika bersama ibunya terlintas begitu saja.

"Haruto sini sayang makan sama Ibu, ini buburnya udah siap lho."

Haruto kecil pun berjalan dengan tertatih-tatih dan sesekali terjatuh, tapi dia tidak menangis sedikitpun bahkan dia tidak meringis.

Karena kata ibunya. "Segala sesuatu yang ingin kita capai harus usaha terlebih dahulu dan di perjalanan kita dalam mencapai apa yang kita inginkan, kita banyak menangis dan kesusahan, tapi kita jangan terlalu banyak menangis okey. Simpan air mata kamu untuk kebahagiaan kamu nanti, setidaknya itu lebih baik dari pada harus mengingat kenangan buruk."

Bahkan sejak saat itu Haruto tidak pernah menangis saat dia terjatuh ataupun yang lainnya, dia hanya akan diam ataupun tertawa. Tapi saat tidak ada yang melihatnya maka dia akan menangis dengan tidak bersuara supaya tidak ada yang mengetahui kesedihan dan kesakitan yang dia alami.

Pernah suatu hari Shotaro mendapatinya menangis, tapi bocah kecil itu menghapus air matanya secepat mungkin. Tapi saat ditanya dia hanya menggelengkan kepalanya.

☆RENJANA☆ [END]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang