33

2.8K 275 20
                                    

Didalam ruangan yang serba putih serta banyaknya peralatan medis yang tersusun rapih itu, Adnan tengah terdiam sambil menatap ke arah kalender yang berada di atas meja nya.

Sebuah tinta berwarna merah telah terukir rapih membulati satu tanggal di sana. Tanggal dimana dirinya mulai memberanikan diri untuk menyatakan perasaannya pada seseorang yang membuat dirinya jatuh cinta sejak empat tahun lalu.

"Mau bagaimanapun caranya, kamu masih belum bisa aku lupain." ucap Adnan seorang diri dengan ibu jari yang mengelus tanggal itu.

"Semua harapan indah aku terhadap kamu langsung hilang begitu aja dihari itu. Sebuah Planning yang udah aku susun baik-baik juga akhirnya ikut menghilang, bersamaan dengan harapan itu." Adnan tersenyum tipis, "Andai waktu bisa diulang, mungkin aku akan datang kerumah kamu disaat aku mulai jatuh cinta sama kamu. Tak perlu tunggu waktu lama agar tidak ada yang mendahului."

Adnan menaruh kembali kalender itu dan mengalihkan pandangannya pada gawainya yang menunjukkan sebuah foto perempuan disana. Senyum nya semakin melebar melihat foto itu, ia merasakan kalau jantung nya berdebar saat ini.

"Sekarang, aku gak akan ngelakuin kesalahan yang sama seperti dulu. Dan aku sudah membuktikannya." gawai yang Adnan pegang ia matikan dan menaruhnya di atas meja. Ia menutup wajahnya dengan kedua tangan.

"Biarkan waktu yang menjawab segalanya."

Setelah memberikan buku Diary dan sedikit berbagi cerita, Adnan merasakan sebuah kenyamanan disana. Ternyata, gadis didepannya adalah salah satu mahasiswa di kampus Karya Mandiri yang juga satu angkatan dengan dirinya.

Karena Afiqah tertutup dan hanya berteman dengan ketiga sahabatnya, Afiqah jadi tidak mengenal siapapun kecuali mereka. Karena itu juga Adnan tidak mengenal Afiqah.

"Ternyata kita pernah dekat, tapi tidak saling mengenal." Adnan terkekeh, begitupun dengan Afiqah. Ia sangat tidak percaya dengan itu.

"Coba kalau waktu itu kita bisa saling kenal, mungkin aja kita..." Adnan tersenyum kemudian menggeleng. "Enggak-enggak, lupain." lanjutnya. Kedua alis Afiqah saling bertautan, ia bingung dengan maksud dari ucapan Adnan tadi.

"Mungkin kenapa?" tanyanya.

"Lupain aja, saya cuma ngehayal tadi." Adnan gugup, detak jantungnya berdetak dengan sangat cepat.

"Oh iya, kalau boleh tau, tipe laki-laki impian kamu itu gimana, Fiq?" tanya Adnan mengalihkan topik. Sebenarnya bukan mengalihkan, tapi melancarkan aksinya untuk menghentikan rasa penasaran yang ada dalam dirinya sekarang.

Afiqah tersenyum, kepalanya melihat ke arah luar jendela, melihat betapa banyaknya orang yang tengah berlalu lalang disana.

"Orang bilang kalau jodoh itu saling melengkapi, mengisi setiap kekurangan satu sama lain." Afiqah kini mengalihkan pandangannya pada Adnan yang tengah serius mendengarkan. "Karena saya adalah tipikal orang yang cenderung tertutup dan serius, maka saya menginginkan laki-laki yang Humble terhadap orang lain, baik, juga dapat mencairkan diri saya yang serius ini." Afiqah terkekeh diakhir ucapannya. Baru kali ini ia menceritakan tipe laki-laki idamannya pada orang lain, selain sahabatnya sendiri.

"Saya banyak maunya, ya?" ucapnya yang dibalas gelengan kepala oleh Adnan. Raut wajahnya malah jadi serius setelah mendengar jawaban Afiqah tadi.

"Enggak, wajar kalau kamu menginginkan laki-laki dengan tipe seperti itu." Adnan menjeda ucapannya sejenak, ia mengepalkan kedua tangannya yang berada diatas paha sambil terus menatap gadis didepannya.

"Afiqah,"

"Iya?"

"Apa kamu bisa mengizinkan saya untuk jadi laki-laki idaman kamu seperti apa yang kamu bilang barusan?" tanya Adnan serius, Afiqah terdiam. Ia sedikit terkejut mendengar apa yang baru saja Adnan katakan.

ARKASYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang