Riuh suara berisik kendaraan berlalu-lalang di jalan tak sedikit pun membuat seorang gadis berbaju biru itu terbangun dari lamunan. Matanya menatap kosong kebawah, memandang sepatu putih yang ia kenakan.
Sinar jingga yang begitu menenangkan itu membuat Afiqah semakin hanyut dalam lamunannya. Sudah 30 menit ia duduk di halte sejak dirinya tiba disana. Padahal bis yang ia ingin tumpangi sudah lewat 10 menit yang lalu. Dan malam ini juga ia mendapat undangan oleh seseorang di sebuah tempat.
Tapi entah kenapa rasanya ia mengabaikan semua itu. Sedari tadi pikiran Afiqah telah melayang jauh pada kejadian dihari kemarin, saat dimana dirinya pergi ke sebuah rumah sakit untuk memeriksa keadaan tubuhnya. Sosok laki-laki dengan jubah dokter itu memenuhi pikirannya sejak kemarin. Bukan tertuju karena suka ataupun cinta, melainkan bingung harus bagaimana kedepannya untuk menghadapi dia.
Setelah bertemu dengan dokter dan memeriksa seluruh penyakit yang ia rasakan, kini Afiqah terdiam didepan pintu ruangan dengan tangan yang sedikit menggigil. Menurut gejala yang Afiqah rasakan, dokter menyimpulkan bahwa Afiqah mengalami stres yang diakibatkan karena terlalu banyak pikiran. Afiqah bersyukur akan hal itu, tak ada penyakit aneh pada dirinya ini. Ia khawatir, begitu pun dengan seluruh keluarganya, mereka selalu menyuruh Afiqah untuk segera pergi ke dokter ketika mendapati Afiqah terus-menerus melemas di setiap harinya.
"Ini." sebuah Cup kecil berisi kopi itu disodorkan oleh seseorang. Dengan cepat Afiqah mendongak. Dia, laki-laki yang selalu berada dipikirannya hingga membuat dirinya mengalami stres seperti sekarang, berdiri tepat didepan dengan senyuman yang merekah di bibir.
"Kopi hangat." lanjutnya memberi tahu. Afiqah terdiam, kemudian menggeleng.
"Terima kasih, tapi maaf, aku gak suka kopi." tolaknya dengan halus. Bukan tidak mau menerima, tapi nyatanya memang ia tidak suka dengan yang namanya kopi.
"Oh, maaf kalau gitu."
Hening. Tak ada perbincangan sedikit pun dari mereka setelah itu, hanya terdengar suara langkah kaki dan obrolan orang-orang yang kebetulan lewat di lorong tersebut.
"Oh iya, ngomong-ngomong kamu ada apa disini? Ada temen yang sakit? Atau..." tatapan Adnan tertuju pada Afiqah. Afiqah yang mengerti hal itu pun buru-buru menggeleng. Resep obat yang ia pegang pun segera ia sembunyikan di balik badan.
"E-enggak, bukan aku. T—temen. Tadi kebetulan abis jenguk dia." balas Afiqah gugup. Ia tak mau memberi tahu Adnan tentang tujuan sebenarnya ia ada disini.
Adnan mengangguk. "Oh gitu, berarti sekarang mau pulang?" tanya Adnan yang dibalas anggukan kepala.
"Yaudah, biar aku antar."
"Eh, n-nggak usah, aku bisa naik ojek." tolak Afiqah lagi.
"Diluar hujan, kalau naik ojek nanti bisa kehujanan. Aku gak mau kamu sampai sakit." usaha Adnan untuk membujuk Afiqah agar menerima tawarannya itu tak berhasil. Afiqah kembali menolak.
Helaan nafas keluar dari mulut Adnan. Ada sedikit rasa kesal pada gadis didepannya.
"Afiqah." panggil Adnan, Afiqah yang tertunduk itu mendongak.
"Ya?"
"Bisa gak, sekali aja kamu nerima sesuatu yang aku berikan sama kamu? Entah itu barang, perhatian, atau apapun hal lainnya yang aku kasih ke kamu. Sekali aja Fiq." Afiqah kembali menunduk, ia tak berani menatap Adnan. Ditambah ucapan yang tadi Adnan katakan dengan nada memohon itu membuat Afiqah tak enak hati, apalagi ia sampai menekankan kata terakhirnya.
"Bisa, Fiq? Kali ini aja."
Afiqah masih terdiam, ia bingung mau menjawab apa.
"Oke kalau kamu gak mau. Gapapa kok, Fiq. Tapi ada satu hal yang aku minta sama kamu." Adnan menjeda ucapannya sejenak, ia menatap Afiqah dengan tatapan yang dalam.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARKASYA
RomanceROMANCE-ISLAMI ON GOING AWAS BAPER⚠ "Yang namanya usaha, pasti tidak akan mengkhianati hasil." Kata-kata itu terus terulang dikepala Arka, membuat dirinya semakin bersemangat untuk menggapai cinta seorang perempuan yang telah lama ia impikan. Segala...