43

1.3K 131 11
                                    

Memperbaiki hubungan yang telah lama rusak bukanlah suatu hal yang mudah untuk dilakukan, terlebih jika terselip rasa benci dan marah di dalam hati salah satu orang, maka akan menjadi rumit urusannya.

Namun dalam hal tersebut, Arka pikir untuk memperbaiki hubungan keluarganya bukanlah hal yang sulit untuk dilakukan. Karena pada dasarnya, hubungan orang tua dan anak adalah hubungan yang spesial. Mau sebenci atau semarah apapun sang anak pada orang tua, maka mereka tetap akan kembali pada orang tua mereka. Orang tua itu ibarat sebuah rumah, tempat dimana seluruh anak akan kembali dan mencurahkan seluruh masalah yang mereka alami. Tanpa orang tua, maka seorang anak bukanlah apa-apa.

Sore ini, Arka duduk seorang diri disebuah restorant yang terletak diujung jalan, depan perusahaan Abrisam Corp. Ada sebuah rencana yang harus ia lancarkan demi menyatukan hubungan keluarga yang telah lama rusak.

Sebenarnya, sebelum ia memutuskan untuk bertemu sang Papah di restorant, Arka dilanda kebimbangan karena hal tersebut. Pasalnya ia bingung dengan dua rencana yang terlintas dikepalanya. Disatu sisi ia ingin menjelaskan tentang Kakek Athaya pada seluruh keluarganya dirumah, dengan sang Bunda dan ketiga adiknya. Dan disisi lain, Arka ingin menjelaskan hal tersebut secara bertahap, mulai dari menyatukan sang Papah dan sang Kakek, menjelaskan pada sang Bunda, kemudian yang terakhir pada ketiga adiknya.

Namun pada akhirnya Arka memilih opsi kedua, dimana ia harus memperbaiki dahulu hubungan Papahnya dan Kakek Athaya, sekaligus dengan pamannya, Athala Abrisam.

Arka sedikit menghela nafas, ia melirik arloji yang ia kenakan, waktu telah menunjukkan pukul 16.30, sudah lewat 30 menit dari waktu yang telah dijanjikan dengan Papahnya.

Secangkir kopi yang ia pesan pun di ambil dan ia teguk perlahan, menikmati pemandangan sore hari dari balik kaca restorant, walau hanya gedung dan kendaraan berlalu lalang saja yang ia lihat.

"Assalamualaikum, Juned." Panggil seseorang dengan suara bass khas bapak-bapak. Arka menoleh seketika, akhirnya yang ditunggu-tunggu datang juga.

"Waalaikumsalam." Jawab Arka sambil berdiri dan menyalimi tangan Papahnya.

"Tumben minta ketemu diluar, biasanya nunggu Papah di rumah. Ada apa? Ada yang mau diomongin? Atau mau kasih tau Papah kalau sekarang udah berubah pikiran buat pegang perusahaan?" Sahut Reksa seketika dengan beberapa pertanyaan yang ia lontarkan. Arka terdiam sejenak, kemudian menggeleng.

"Bukan hal itu yang Arka mau omongin sama Papah. Tapi ada yang lebih penting dan lebih baik dari itu, bahkan bisa mengobati rasa sakit hati Papah." Reksa terheran mendengar itu, kening nya mengkerut sampai membuat beberapa keriput diwajahnya terlihat.

"Maksud kamu? Sakit hati Papah? Papah gak punya penyakit di hati lho, Bang. Hati-hati kalo ngomong, amit-amit ih, naudzubillahimindzalik. Emangnya kamu mau–"

"Pah, cukup! Bukan itu yang Arka maksud, bukan penyakit hati di organ dalam, bukan hal semacam itu." Arka sedikit menaikkan suaranya, ia agak kesal dengan sang Papah. Tak pernah serius.

"Kalau bukan itu, terus apa?"

"Kakek. Sakit hati Papah terhadap Kakek." Balas Arka to the point.

Reksa terdiam sejenak, matanya menatap Arka serius. Namun setelah itu, beberapa kerutan muncul di sudut matanya, ia tertawa sambil menepuk bahu sang anak.

"Ngomong apa sih kamu, Bang? Jangan ngawur gitu dong. Papah itu gak pernah sakit hati sama Kakek kamu, apalagi Kakek udah gak ada di dunia ini, jadi gak ada tuh yang namanya sakit hati."

Arka masih memasang wajah datarnya, ia menghela nafas.

"Dari perkataan Papah barusan aja Arka udah tau kalau Papah masih marah sama Kakek."

ARKASYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang