40

2.2K 234 15
                                    

TINN TINN

Riuh suara klakson terdengar dari arah depan. Sangat berisik. Seperti ada sesuatu yang menghalangi jalan hingga mereka melakukan itu secara terus-menerus. Arka tak mengiraukan hal tersebut, ia tetap melaju dengan kencang di jalan. Ada waktu yang harus ia kejar demi menyelamatkan keluarganya.

Suara klakson itu semakin terdengar kencang ditelinga Arka. Membuat ia bertanya-tanya tentang alasan pengendara didepan sana membunyikan klaksonnya. Tak lama berselang, motor Arka terhenti. Ia terjebak pada sebuah kemacetan.

TINN

"MINGGIR DONG PAK! JANGAN DITENGAH JALAN GITU. GAK SAYANG NYAWA, HAH?!" teriak salah satu pengendara disana.

Kepala Arka sedikit mendongak, ingin melihat apa yang menjadi penyebab protes atas kemacetan ini. Setelah dilihat-lihat, ternyata tepat ditengah jalan sana, seorang pria paruh baya tengah berjongkok sambil menutup kuping seolah tak mau mendengar seluruh klakson dan cacian yang dilontarkan oleh pengendara lain.

Arka melihat ke sekeliling. Tidak ada satupun orang yang mau turun dari kendaraannya untuk menegur secara halus si bapak tersebut. Yang mereka lakukan hanya sibuk berteriak marah tanpa ada tindakan untuk mencoba berinteraksi langsung pada pria disana. Sebagian dari mereka juga malah sibuk mengeluarkan gawai untuk merekam kejadian tersebut.

"Lumayan nih buat konten, viewers naik pasti." ucap salah satu pengendara di samping Arka. Miris. Konten adalah hal yang pertama kali mereka ingat ditengah situasi seperti ini.

Akhirnya, Arka turun dari motor. Dengan helm yang masih ia pakai, ia berlari melewati pengendara lain untuk menghampiri pria tersebut. Jika ia ikut berdiam diri, ia mungkin akan kehilangan sang istri karena tak tepat waktu. Perjalanan masih panjang dan ia baru sampai setengah perjalanan, sementara waktu sudah menunjukkan pukul 18.35.

"Pak. Bapak kenapa?" tanya Arka sambil menyetarakan tubuhnya dengan si Bapak.

Bapak itu hanya menggeleng. Ia tidak menjawab pertanyaan Arka. Kedua tangan Bapak itu menutup kupingnya rapat-rapat. Riuh suara klakson itu juga tak henti-hentinya berbunyi.

"Kita ke pinggir ya, Pak? Biar saya bantu."

Tak ada jawaban lagi dari si Bapak. Arka menghela nafas. Ia harus cepat membawa si Bapak menepi agar tak memakan waktu lama.

"T—tolong! T—tolong berhenti mengklakson." kata si Bapak tiba-tiba. Arka mengernyitkan kening, setelah itu menoleh pada pengendara dibelakangnya. Begitu banyak, ia tidak bisa membuat mereka untuk berhenti membunyikan klaksonnya.

Pandangan Arka kini kembali mengarah pada Bapak didepannya. Ia menumpukkan kedua tangannya di atas tangan si Bapak, membantu Bapak tersebut agar tak mendengar suara berisik dari kendaraan lain. Walaupun tak berpengaruh besar, mungkin cara ini bisa ia lakukan untuk membantu si Bapak.

"Pak. Masih dengar suara klaksonnya? Apa suara saya juga masih bisa Bapak dengar?" tanya Arka lagi. Bapak itu mengangguk.

"Oke, sekarang Bapak saring suara klaksonnya dan cukup fokus terhadap suara saya. Saya akan terus berbicara dengan Bapak sampai kita sampai di ujung jalan sana. Bisa, Pak?"

Gigi-gigi yang saling menggeretak itu terhenti, si Bapak kembali bersuara. "B—baik, saya akan coba."

Arka mengangguk mendengar itu. Ia pun mulai berbicara random di dekat kuping Bapak tersebut sambil bangkit dan berjalan perlahan menuju tepi.

Sesampainya di ujung jalan. Arka masih setia menutup kuping Bapak tersebut. Para pengendara mulai kembali melajukan kendaraannya dengan klakson yang belun berhenti mereka bunyikan. Setelah dirasa tak ada bunyi klakson lagi, Arka mulai menjauhkan tangannya dari telinga si Bapak.

ARKASYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang