48

552 21 5
                                    

Hal tak terduga memang tidak mengenal waktu kapan akan terjadi. Semua kejadian yang dialami hari ini sudah ditentukan oleh Allah dalam skenario-Nya. Walaupun Arka mengetahui hal tersebut, Arka kini tetap frustasi sejak Navisa dimasukkan kedalam ruang rawat. Ia berfikir bahwa Navisya mengalami sakit perut parah dikarenakan dirinya yang memberi izin untuk istrinya itu memakan makanan pedas.

"Ya Allah maafkan hamba Ya Allah. Hamba salah karna memberi izin Navisya makan-makanan pedas." Doanya sambil memasang wajah panik. Baru kali ini ia melihat Navisya mengalami sakit perut separah itu. Walaupun sebelumnya kejadian serupa pernah dialami, tapi rasanya rasa sakit yang diderita Navisya begitu berbeda dari sebelumnya. Terdengar jelas bagi Arka dari nada rintihan yang dikeluarkan oleh istrinya itu.

"Maafin Mas, Mas bodoh. Maafin Mas, Navisya–" pandangan Arka seketika beralih pada pintu yang terbuka, menampakkan seorang perawat keluar dari sana.

"Bu, bagaimana keadaan istri saya? Masih sakit? Tolong kasih tau saya cepat!" Sambarnya bertanya. Perawat itu sedikit tersentak saat Arka menerjangnya dengan pertanyaan.

"Sabar dulu Pak Arka. Saya jelaskan sebentar ya, karna kondisinya urgent. Bu Navisya telah mengalami pecah air ketuban, jadi proses persalinan harus dilakukan detik ini juga. Silahkan Pak Arka masuk kedalam untuk menemani proses—"

Arka memotong perkataan perawat tersebut dengan menyelonong masuk tanpa menyelesaikan mendengar penuturan si perawat, baginya terlalu lama untuk kondisi seperti ini.

Didalam ia melihat Navisya yang tengah berbaring sambil mengatur nafas untuk mengedan. Tanpa pikir panjang, Arka menghampiri ranjang Navisya.

"Baik Pak Arka, tolong dampingi Bu Navisya ya. Beri kekuatan untuk Bu Navisya dalam proses persalinan." Ucap Bu Bidan saat melihat Arka telah berada disamping Navisya.

Tangan Navisya menggenggam kuat tangan Arka. Perempuan itu mengeluarkan seluruh tenaganya untuk mengedan.

"Navisya, Mas disini. Ayo sayang yang kuat ya. Mas tau kamu pasti bisa." Tangan Arka mengusap pucuk kepala Navisya, sambil kembali berbisik.

"Sedikit lagi Azam kita lahir kedunia ini. Akhirnya saat yang ditunggu-tunggu untuk Mas dipanggil 'Papa', dan kamu dipanggil 'Mama' sudah berada didepan mata. Berjuang untuk anak kita, Mas sayang kamu." Ucap Arka ditelinga Navisya berharap kata-katanya itu bisa memberi kekuatan untuk Navisya.

"Ayo Bu Navisya, sedikit lagi." Perintah Bu Bidan.

"Sedikit lagi sayang, kamu kuat. Istri Mas pasti bisa."

"Sedikit lagi Bu,"

Navisya mengedan cukup kuat, raganya seperti ingin lepas dari tubuhnya. Namun hal tersebut mengalahkan rasa semangatnya yang membara untuk menjalani kehidupan sebagai seorang ibu. Ia akan berjuang walau nyawa menjadi taruhannya.

"Mengedan lebih keras Bu, sedikit lagi–"

"AAAA..." Edan Navisya, dan...

"Ea~... Ea~" Suara tangisan bayi yang terdengar kencang diruangan itu membuat seluruh orang yang berada diruangan itu mengucap syukur. Terutama Arka, ia langsung mengecup kening Navisya cukup lama, tak peduli betapa banyaknya keringat yang berada di wajah istrinya itu.

"Terima kasih, terima kasih sudah mau berjuang."

"Mas sayang kamu."

Setelah itu Arka mengambil alih bayi yang digendong oleh ibu bidan, didekatkannya telinga sang anak pada bibirnya. Dikumandangkan adzan oleh Arka di telinga anaknya, karena sudah seharusnya menurut syariat islam untuk mengadzankan bayi yang baru lahir.

Dikutip dari buku Fiqih Islam wa Adilatuhu Jilid 4 oleh Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili dijelaskan bahwa sesuai syariat Islam, hendaknya seorang anak yang baru lahir diperdengarkan adzan di telinga kanannya dan iqamah di telinga kirinya. Hal ini dilakukan Rasulullah SAW pada cucunya Hassan ketika baru dilahirkan Fatimah.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 20 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ARKASYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang