46. AILEEN & REGAN (END)

455K 28K 4.6K
                                    

HAPOY READINGGGGG😭😭👍❤

5 hari kemudian...

Rasanya seperti tidak nyata, seperti mimpi. Rasanya dia ingin bangun dan menghadapi kenyataan yang sebenarnya, kira-kira itulah perasaan Aileen saat ini. Dia tidak tahu kenapa tiba-tiba Alfaro dan Regan mengajaknya ke pemakaman, ketika tiba-tiba Airish, Mona, Vinda, Abi, Rama, Ares, Ragil, dan Juan mengucapkan kalimat bela sungkawa kepadanya.

Dan ternyata inilah alasannya, Aileen tidak bisa menangis lagi, air matanya seolah telah habis terkuras. Dia hanya bisa duduk lemah diatas tanah dengan Regan yang terus merangkulnya, dan Alfaro yang terus menguatkannya.

"Kenapa kalian pergi disaat hubungan kita belum baik-baik aja, Aileen mau kita hidup damai ma, pa. Kakek, nenek, Aileen minta maaf...maaf karena belum bisa jadi cucu seperti yang kalian inginkan, Aileen tahu Aileen hanya beban. Maafin Aileen."

"Dari sekian banyaknya bintang berkilau, intan berlian, atau emas berharga sekalipun, jika kalian di ibaratkan daun kering Aileen akan tetap memilih daun kering. Begitu pula tentang perlakuan kalian sama Aileen, sesakit apapun, sejahat apapun, dan sekejam apapun, Aileen akan tetap menganggapnya sebuah kebaikan."

"Tenang disana, Aileen hanya bisa berdoa..."

Setelah itu Aileen pingsan, tidak kuat menahan diri untuk tetap dalam kesadaran ketika ingin menangis justru air mata enggan keluar. Seolah air mata pun tak sudi menangisi gundukan tanah berisi manusia-manusia kejam itu, bahkan panas matahari pun begitu menyengat di sore hari ini, seolah tidak setuju dengan kesedihan Aileen.

Aileen pantas bahagia, hidupnya terlalu sengsara dengan permasalahan yang selalu menimpanya, Regan segera membopong tubuh Aileen dan meninggalkan pemakaman. Alfaro sendiri masih duduk diam, menatap lima makam baru yang salah satu tanahnya sudah kering. Keempat tetua rumahnya dulu dimakamkan persis di sebelah Aurel.

"Saya harap kalian semua bahagia disisi Tuhan, saya tidak punya siapa-siapa lagi selain Aileen. Saya memang marah pada kalian karena telah menipu saya, tapi semarah-marahnya seorang anak, anak tidak akan berlaku tega pada orang tua. Kalian semua tetap keluarga yang saya sayangi, yang saya cintai sepenuh hati. Terimakasih waktunya selama ini, terimakasih kenangannya selama ini, sampai jumpa dan damai abadi."

Alfaro berdiri, membenarkan kacamata hitamnya dan melangkah pergi tanpa menengok ke belakang, meninggalkan lima nisan yang berjejer rapi dengan nisan-nisan lainnya. Dia tidak menangis, karena menangis pun tidak berguna. Yang dia tangisi tidak akan kembali, yang perlu dia lakukan sekarang adalah mempertahankan dan menjaga yang belum pergi.

Dia akan mempertahankan Aileen sebagai adiknya, sebagai keluarganya. Dia akan menjaga Aileen layaknya berlian, biarpun Aileen telah bersuami tapi dia sebagai kakak laki-laki juga berhak atas adik perempuannya, anggaplah ini bayaran karena selama hidup Aileen tidak mendapatkan perlakuan sayang darinya.

"Regan, saya-"

"Berhenti bersikap formal bang, gue adek ipar lo bukan kolega kerja lo." sahut Regan santai, lelaki itu duduk di kursi penumpang memangku kepala Aileen dan mengoleskan minyak angin di pelipis serta area hidungnya.

"Sa- eh maksunya aku gak terbiasa pakai logat orang-orang Jakarta." aku Alfaro jujur.

Regan maklum karena Alfaro dulunya sempat ke luar negri beberapa tahun, lalu kuliah dan kumpulnya pun bukan bersama orang-orang yang receh alias suka bercanda, Alfaro dan semua temannya monoton, selalu memakai bahasa formal ketika berbicara. Lelaki itu bahkan di didik untuk bekerja keras di kantor papanya dan hampir 24 jam berada di sana, tidak heran bahasa yang di gunakan selalu formal karena dia sudah terbiasa dengan lingkungannya.

AILEEN & REGAN [TELAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang