#Extra chapter# (II) Wp Ver

379K 27K 8.9K
                                    

Aku kasih tau kalau exchap terakhir wp ini mencapai 4000+ words dan aku minta tolong buat ramaikan chap akhir ini sama kalian semua, terimakasih.


Happy Reading, enjoy guys♥

✔️✔️✔️



"Jadi, apa yang ingin kamu katakan?" tanya Dewi, tantenya.

Alfaro membuka tas kerjanya yang sering dia pakai, disana dia mengeluarkan tiga buah map yang entah apa isinya hanya dia yang tahu. "Ini apa Al?" tanya Omnya penasaran.

"Ada tiga surat dari Papa, Kakek dan Mama. Itu di buat dua hari setelah Aurel meninggal, tolong Om Ridan, tante Dewi dan Om Rajendra baca." ujar Alfaro menjelaskan.

Ayah Endra segera mengambil salah satunya diikuti oleh Dewi dan Ridan. Diam-diam Alfaro menggenggam tangan Aileen, dia punya sesuatu lagi yang masih di simpan dan itu khusus untuk Aileen dan Regan serta Revan.

"APA-APAAN INI, ALFARO!!!" bentak Ridan marah, pria itu membanting surat-surat yang tadi di berikan Alfaro.

Dewi selaku adik dari ibunya pun juga merasa demikian, tapi wanita itu memilih diam saja dan malah menatap Aileen dengan tatapan menghunus tajam. Oma Rumi yang melihat itu merasa tidak terima dan membalas Dewi dengan tatapan ganas miliknya.

"Kalau bicara jangan keras-keras, cicit saya terganggu dengan suara jelek kalian." sindir Opa Hendru dengan nada ketusnya.

"Keputusan mendiang papa dan kakek sudah bulat, seluruh kekayaan yang mereka miliki di bagi ratakan kepada Alfaro dan Aileen karena hanya kami lah yang tersisa." unggkapnya jujur, sesuai pesan dari sang papa.

Alfaro menghela napasnya, "Sebelum berangkat ke luar negri sebenarnya papa sudah mengabari saya, tapi saya tidak mengatakan apapun dan hanya berpesan untuk hati-hati. Saat itu papa berkata ada tiga buah surat yang sudah di resmikan olehnya sendiri, papa meminta saya untuk membicarakan ini bersama keluarga besar dan tentunya bersama Aileen sendiri. Di surat itu tertulis jika Papa maupun kakek sudah tiada maka seluruh hartanya akan di wariskan kepada saya dan Aileen, terlebih sekarang Aileen sudah melahirkan cucu laki-laki pertama untuknya." jelas Alfaro panjang lebar.

"SAYA TIDAK TERIMA!!" bentak Ridan sembari menggebrak meja.

Regan menatap pria itu tajam, awas saja jika sampai Revan menangis bersama mbak Lina. Ridan yang di tatap begitu oleh Regan kembali tenang, ah tepatnya berusaha menenangkan diri karena tampaknya Regan tengah menyiapkan sebuah ancaman.

"Tuan Ridan yang terhormat, tolong jaga sikap anda di rumah anak saya. Melihat anda yang bersikap seperti ini membuat saya ragu menjalin kerja sama." ujar ayah Endra sinis.

"Maaf..."

Alfaro kembali mengambil sebuah surat di tasnya, kemudian membacakannya secara lantang, di sana dia menulis jika dia sudah sepakat akan membagi hartanya dengan keluarga yang terkait apabila Aileen setuju, dengan begitu maka warisan yang di tinggalkan akan dia cabangkan lagi dengan syarat seluruh peninggalan mendiang papa dan kakeknya tidak boleh di perjual belikan.

Alfaro tidak bodoh mengartikan segala sikap Ridan dan Dewi selama ini, tante dan omnya itu memiliki niat terselubung, yaitu ingin merebut harta orang tuanya. Bahkan saat Aurel meninggal waktu itu paman dan bibinya terlihat senang, orang-orang boleh saja mengira jika keduanya benar-benar sedih dan berduka, tapi Alfaro lebih paham dengan itu, semua air matanya adalah buaya, palsu.

"Ka-kamu bener mau bagi warisan ke tante sama om?" tanya Dewi dengan mata berbinar.

Alfaro mengangguk, "Tapi jika Aileen setuju."

Dewi langsung merubah tatapan binarnya nya menjadi tatapan permusuhan pada Aileen, wanita itu menatap Aileen secara intimidasi membuat wanita muda itu terpaksa menunduk. "Wanita matre, hindarkan tatapan jalangmu pada cucu mantuku!" sentak Oma Rumi, wanita tua itu seperti ingin menampar wajah Dewi.

"Jadi kamu setuju tidak?!" tanya Dewi ketus.

Aileen melirik Alfaro, wajah kakaknya itu tidak menampakkan raut apapun, hanya datar  dan terkesan dingin. Aileen juga melirik Regan yang kondisi wajahnya sama seperti Alfaro, tapi lelaki itu lebih terkesan menampakkan ketidak sukaannya pada Dewi dan Ridan, terbukti Regan beberapa kali melempar tatapan sinis dan jijik kearah om dan tantenya.

Aileen menghela napas sejenak, "A-Aileen setuju." ucapnya final, ah atau belum.

"Dengan syarat kalian jangan ganggu kehidupan Aileen lagi, kalau kita sudah tidak bisa membangun kekeluargaan lebih baik kita akhiri semua ini. Aileen rela berbagi warisan Aileen." ucapnya sembari menahan sesuatu yang bercokol di dadanya, membuatnya perih dan sesak.

"Yaelah gausah pede Leen, lo siapa sampai harus di ganggu? Gak guna." sahut sepupu perempuannya remeh.

Aileen tidak menanggapi, dia hanya diam. "Anak kecil bibirnya sudah seperti iblis, biasanya orang seperti itu gak laku-laku." celetuk Oma dengan santainya, bahkan wanita tua itu menyiram sepupu Aileen dengan teh miliknya.

"Mahh!!" peringat ayah Endra, pria itu menatap ibunya dengan tatapan memohon agar tidak memperkeruh suasana.

"Gak sengaja kok, mamah kira tadi itu tempat sampah, soalnya bau ehh rupanya bau mulut." sahut Oma tidak mau kalah.

"HEH NENEK TUA! UDAH BAU TAN-"

"SILAHKAN KELUAR DARI SINI SEBELUM KALIAN SAYA USIR DENGAN KASAR!!!" bentak Regan murka, bahkan sangking emosinya urat-urat di lehernya menonjol keluar.

Dewi, Ridan dan kedua anak kembar mereka segera pergi di ikuti sang keponakan yang disiram oleh oma tadi, mereka bergetar mendengar bentakan keras Regan, setelah itu Regan pergi begitu saja naik ke kamarnya tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Lelaki itu kesal omanya di katai bau tanah, bagaimanapun sikap wanita tua itu Regan tetap mencintainya, banyak kenangan yang dia lakukan bersama sang oma.

"Reg-" oma menahan Aileen, wanita tua itu tersenyum simpul dan mengajak Aileen untuk duduk kmbali.

"Oma, maafin sepupu Ail-"

"Gak apa-apa sayang, anggap aja itu tadi iblis yang ngomomg. Iri dia sama oma yang panjang umur, makanya begitu. Biasanya yang ngomong gitu besoknya mati." kekeh oma bercanda, mengikuti video yang sedang viral di tiktok.

Aileen tersenyum paksa, merasa tidak enak pada keluarga suaminya, masalah Alfaro? Pria itu bodo amat dengan keluarganya, rasanya dia malas mengakui mereka sebagai keluarga. "Bagaimana Alfaro, perlu bantuan Opa nggak buat ngurus semuanya?" tawar Opa Hendru.

Alfaro tersenyum tipis, "Terimakasih Opa, saya rasa semua ini biar menjadi urusan saya, jika nantinya mereka hendak menjual warisan ini saya bisa menanganinya dengan mudah." tolak Alfaro halus.

Pria itu mengemasi berkas-berkas tadi, memasukkannya kedalam tas kerja dan dirinya mulai bangkit untuk pamit, "Saya akan segera mengurus semuanya bersama pengacara mendiang papa, saya pergi, permisi." pamitnya datar, tanpa menunggu apapun Alfaro pergi begitu saja.

"Anak itu tidak pernah berubah, sikap profesionalnya dalam bekerja ikut terseret dalam kehidupannya." gumam Ayah Endra.

"Pramana dan Nisa terlalu keras mendidik putranya, Alfaro selalu di tuntut untuk menjadi lelaki sempurna tapi dia lupa mengajarkan anaknya untuk memiliki hati nurani." timpal bunda Dania.

Aileen tidak tersinggung, orang tuanya memang demikian. Mereka selalu menuntut Alfaro menjadi sempurna, mungkin hal itu lah yang membentuk sikap tempramental pada diri Alfaro. "Ayah, bunda, Aileen permisi ke atas ya. Regan-"

"Udah gapapa, Regan marahnya gak akan lama, percaya sama kita." potong Oma.

Aileen mengangguk, wanita itu segera berpamitan pada Oma, Opa, serta kedua mertuanya. Aileen dibuat dag dig dug dengan Regan, laki-laki itu memang benar-benar mengerikan jika marah, dia jadi teringat saat pertama kali dia melihat Regan. Saat itu Regan  berkelahi hebat dengan kakak kelas dari kelas dua belas, tidak diketahui sumber permasalahannya tapi intinya Regan benar-benar mengalahkan ketua geng motor terberingas di kota ini.

Untung suaminya bukan anak geng.

"Regan?" panggil Aileen pelan, wanita itu tidak mendapati suaminya berada dalam kamar, hanya ada Revan yang tengah tertidur pulas di tengah kasur.

Tak!

Aileen terkejut, begitupun dengan Revan. Untungnya bayi mungil itu tidak menangis dan malah kembali memejamkan matanya, Aileen mengecek keadaan Revan sebentar sebelum berjalan ke balkon untuk mendatangi sumber suara tersebut.

Glek glek glek

Regan meneguk habis sebotol vodka dengan rakus, minuman yang sudah jarang dia sentuh akhir-akhir ini. Entah mengapa emosinya tadi membuatnya tergoda untuk kembali meneguk minuman haram itu, setelah selesai dia meletakkan botol kosong itu dengan kasar dimeja kayu sampai menimbulkan bunyi.

"Regan?" lelaki yang di panggil itu menghela napas, menikmati panas di tenggorokannya yang kian menjadi-jadi.

"Apa yang?" tanyanya dengan suara serak.

"Kamu kenapa minum ini lagi?" Aileen mengambil botol kosong tersebut dan menciumnya, bau alkohol yang amat menyengat.

"Gak apa-apa, pengen aja." balas Regan sekenanya.

Mata Aileen berkaca-kaca, dia jadi teringat kenangan buruk yang menimpanya berbulan-bulan lalu. Kenangan yang berhasil menghadirkan Revan di hidupnya. "Regan hiks, aku takuttt..."

Regan yang awalnya menutup wajah menggunakan kedua tangan kini langsung berdiri tegak, lelaki itu menatap istrinya khawatir, "Hei, kenapa?" tanyanya sembari menangkup pipi Aileen.

Aileen maju memeluk regan erat, "Hiks, jangan minum ini lagi. Aku takut nanti muncul Revan-Revan lainnya kalau kamu mabuk," ucap Aileen jujur, wanita itu takut Regan mengulangi kesalahan yang sama dan hadirlah Revan lainnya.

"Astaga yang, enggak. Maafin aku, maaf nggak di ulangi lagi." Regan tahu perasaan istrinya, hati perempuan mana yang tidak hancur menerima kenyataan jika mahkotanya di ambil. Mungkin luka itu masih ada dan masih menjadi sebuah trauma untuk Aileen sendiri.

Regan membalas pelukan Aileen tak kalah erat, dia membawa Aileen masuk dan mendudukkan istrinya di ranjang, "Sebotol vodka gak bikin aku mabuk yang, kecuali minumannya udah dicampur obat perangsang. Yang kita alami itu memang kecelakaan, mungkin aku gak sengaja ngambil minuman yang salah. Acara party gak jauh-jauh dari permainan seks dan mungkin ada yang udah campur minuman itu sama obat perangsang, aku ingat kalau aku sendiri yang minum sebotol itu, Ragil, Juan, Abi, Ares dan Rama minum wine, aku ingat." jelas Regan jujur.

Aileen mengangguk, perempuan itu mendongak menatap Regan yang matanya sedikit memerah, "Mata kamu merah, ngantuk ya?" tebaknya tepat sasaran.

Regan mengangguk, lelaki itu merebahkan tubuhnya di atas kasur, mensejajarkan wajahnya dengan wajah sang putra. Regan mengambil tangan mungil itu dan mengecupnya lembut, pipi merah tembam anaknya terlihat seperti tomat, sangat menggemaskan.

"Ganteng banget anak gue," bangganya sebelum menutup mata.

Regan menghirup aroma bayi dalam tubuh Revan, sangat menenangkan. Tak lama setelah itu alam mimpi mulai menjemputnya, rupanya papa muda satu itu kelelahan begadang, rencana ingin bangun siang malah jam 07.00 pagi dia harus bangun untuk ikut membahas permasalahan hak waris keluarga Aileen.

Aileen tersenyum kecil, wanita itu mendekatkan wajahnya ke wajah sang putra dan mengecup pipi tembam itu, supaya tidak iri dia pun mengecup pipi Regan, entah mendapat keberanian darimana Aileen menempelkan bibirnya ke bibir Regan, mengecup singkat dan pergi menutup balkon.

Gue belum tidur anjir, demi apa istri gue nyosor duluan!!

AILEEN & REGAN [TELAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang