◜08◞ Sakit

9.1K 896 131
                                    

"Bertahan jangan tinggalin, Abang!"

☆☆☆

Gladys berjalan kearah meja makan dengan wajah tanpa ekspresi nya.

Karin menatap Gladys yang berjalan kearahnya, senyum kecil terbit di wajah gadis itu.

Gladys menarik kursi tepat didepan Karin, mengambil roti yang telah diolesi selai oleh sang Bunda.

Gladys membuka roti itu dan seketika gerakkan nya terhenti, dia tidak bisa memakan roti ini. Gladys menyimpan roti itu dan berdiri.

"Gladys berangkat." Gladys beranjak dari duduknya berniat pergi sebelum suara Gilang menghentikan langkahnya.

"Siapa yang menyuruh mu pergi? Duduk dan makan!" titah Gilang tak ingin dibantah.

Gladys membalikkan badannya menatap Gilang, setitik rasa hangat menjalar dihatinya. Ayahnya memperhatikan dirinya?

"Gladys makan di sekolah aja, Yah." Tolak Gladys, sungguh dirinya tidak bisa ikut sarapan kali ini.

Gilang mengeram marah, Gilang berdiri dari duduknya dan menarik kasar pergelangan tangan Gladys.

"Aw ...." Gladys meringis sakit saat Gilang menarik tangannya.

"Makan! Tidak tahu sopan santun kamu!"

"Gladys ngak bisa makan, Yah. Roti itu pakai se-" ucapan Gladys terpotong saat Gilang dengan kasarnya memasukan satu potong roti kedalam mulut Gladys.

Mata Gladys membulat sempurna, gadis itu mencoba mengeluarkan roti itu dari dalam mulutnya.

Karin dan Farah berjalan kearah Gilang, sungguh Karin tidak habis pikir apa yang dilakukan oleh sang Ayah.

"Ayah, jangan paksa Kakak makan, Yah!" Karin rasanya ingin menangis melihat wajah Gladys yang memerah dengan tangan Gilang yang terus memaksa roti itu masuk kedalam mulut Gladys.

Farah hanya terdiam menatap putri dan sang suami, tanpa berniat membantu ataupun memisahkan keduanya.

"Kenapa Ayah perlakuin Gladys seperti hewan?" batin Gladys berucap lirih, dia kembali terluka oleh sang Ayah.

Gilang menghempaskan tubuh putri sulungnya dengan kasar hingga tubuh Gladys jatuh terduduk.

"Uhuk ... Uhuk!" Gladys terbatuk-batuk, tenggorokan nya sakit dan hatinya seperti terhimpit sesuatu yang besar.

Karin berniat membantu Gladys berdiri sebelum tangan Gilang menarik pergelangan tangan Karin.

"Ayo pergi Karin! kita sudah terlambat."

"Nggak Yah! Karin mau bantu kakak!" Karin memberontak berusaha melepaskan tangan sang Ayah.

Gilang menunjuk wajah datarnya, dan menarik Karin mengikuti langkahnya.

"Maafin Karin, Kak." Batin Karin berucap lirih, gadis itu menangis dalam diamnya. Sekali lagi dia gagal membantu sang kakak.

Gladys menatap Gilang yang sudah menghilang dibalik pintu dengan tatapan terluka, kenapa dirinya selalu seperti ini?

"Ayah tega sama Gladys, Gladys putri Ayah kenapa Ayah perlakuin Gladys seperti ini?" Gladys menangis kencang, sakit rasanya diperlakukan seperti ini.

"Bunda, kenapa Bunda nggak pernah bela Gladys? Kalau Bunda kek gini, dimana Gladys harus pulang?"

Farah memang tidak pernah menyakitinya tapi kediaman, keacuhan wanita itu membuat Gladys makin merasa menyedihkan.

Nafas Gladys menjadi sesak, dada gadis itu bergerak naik dan turun, nafasnya terasa tercekat.

SAGLA (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang