◜25◞ Berubah

4.6K 490 41
                                    

"Dulu kita sedekat Desember ke Januari. Tapi, sekarang kita sudah seperti Januari ke Desember."

☆☆☆

Saga menuruni tangga dengan wajah lelahnya. Semalaman dia tidak bisa tidur akibat rasa sakit yang menyerangnya tiba-tiba.

"Pagi Pah." Sapa Saga saat tiba dimeja makan melihat sang Papah tengah menata makanan untuk sarapan.

Radit menatap putranya yang entah kapan sudah sangat besar. Padahal rasanya baru kemarin tangan besarnya menggenggam tangan kecil milik Saga dan menuntun sang putra berjalan.

"Pagi Ga, duduk kita sarapan dulu." Saga menganggukkan kepalanya dan menarik kursi disamping Randit.

"Bagaimana sekolah kamu? Lancar?" Radit menyendokkan nasi goreng keatas piring Saga. Putranya sangat suka nasi goreng buatannya.

Saga menganggukkan kepalanya, "Iya Pah lancar."

Radit memperhatikan wajah Saga, sepertinya Saga sedikit berbeda dari hari-hari sebelumnya.

"Are you okay boy?" Radit menatap wajah lelah sang putra. Biasanya walaupun Saga tidur larut dia tidak akan selelah ini.

Saga meremas sendok yang ia genggam, "I'm okay dad." Radit menganggukkan kepalanya paham.

Saga menatap sendu Radit, dia tidak akan memberitahu Radit perihal penyakit yang ia derita saat ini. Biarkan Radit tetap mengetahui bahwa dirinya sudah sembuh.

Beban Papahnya sudah banyak, dia tidak ingin menambah pikiran Radit. Dia tidak ingin Radit khawatir padanya, dia tidak ingin Papahnya cemas terhadap nya. Karena bagi Saga, kebahagiaan Papah adalah segalanya.

Saga meneguk habis susu hangat yang sudah Radit siapkan dan menyampirkan tas hitamnya dibahu.

"Saga pamit Pah." Saga mengambil tangan Radit dan mencium punggung tangan sang Papah.

Pria paruh baya yang masih terlihat tampan itu tersenyum, "Hati-hati dijalan, jangan ngebut bawa motornya."

Saga menegakkan tubuhnya dan mengambil gaya hormat. "Siap komandan!"

"Assalamualaikum Papah."

"Waalaikumsalam."

Radit menatap punggung Saga hingga menghilang dibalik pintu. Dirinya bersyukur putranya tumbuh menjadi anak yang kuat.

"Putra saya bukan anak penyakitan Rena."

Sejujurnya setiap Rena mengatakan Saga adalah anak penyakitan hati Radit seperti dihantam sesuatu yang membuat dirinya sakit. Siapapun boleh menghina dirinya tapi jangan pernah menghina putranya.

Namun sayang justru orang yang melahirkan Saga lah yang mengatakan itu semua.

☆☆☆

Suara deru motor sport hitam dan merah memekik telinga. Dua motor berbeda warnah itu terparkir rapi diparkiran.

Gio membuka helm full facenya diikuti oleh Saga. Mereka berdua tidak sengaja bertemu dijalan tadi. Gio menengok ke samping Saga, kosong.

"Tuh anak satu kemana? Udah mau bell juga," Saga yang paham siapa yang dimaksud Gio hanya mengangkat bahu tak tahu.

Gio terkadang bingung Arsen sebenarnya tidur apa nggak? Setiap malam cowok humoris itu selalu pamit tidur jam 9 malam tapi selalu telat datang ke sekolah.

"Lo kek nggak tau mahluk itu aja," Saga lebih suka mengatakan Mahluk dari pada menyebut nama Arsen.

Gio menatap jam tangan miliknya, 15 detik sebelum bell masuk berbunyi. Tapi Arsen belum ada tanda-tanda akan datang.

SAGLA (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang