◜30◞ Terlambat

4.3K 452 24
                                    

"Sekeras apa pun gue berlari dari kenyataan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Sekeras apa pun gue berlari dari kenyataan. Sekeras apa pun gue berlari dari takdir. Sekeras apa pun gue mencari jawaban dari semua pertanyaan, jawaban dari semua itu cuma ada satu, yaitu lo. hanya gue yang terlambat tahu."

— Gladys Athela Danudaksa

☆☆☆

Gladys menatap orang dihadapannya ini dengan pandangan sulit diartikan. Ini yang tidak dia inginkan saat kembali pulang kerumah.

"Nilai apa ini Gladys! Apa kamu sebodoh hingga meraih nilai sempurna saja tidak bisa?!" Bentak Gilang keras, mata pria itu menatap Putri dengan tatapan tajam.

"Ayah, Gladys udah lakuin semampu Gladys. Lagian nilai Gladys nggak rendah banget." Gladys tak habis pikir dengan jalan pikir Ayahnya.

Nilai 88 bukan lah nilai yang rendah, tapi kenapa sesulit itu Gladys mengapresiasi dirinya. Gladys sudah melakukan yang terbaik semampunya.

"Bagi saya nilai ini tidak ada apa-apanya, makanya kamu itu belajar jangan taunya main sama temen-temen kamu itu!"

"Lihat adek kamu, tidak pernah mengecewakan kami!" Gilang menunjuk kearah Karin yang tengah menunduk.

Gladys menatap Karin dengan pandangan berbeda, kenapa selalu Karin? Kenapa hanya Karin? Apa semua hal dalam hidup Ayahnya hanya tentang Karin?

"Yah, Gladys juga anak Ayah tapi kenapa cuman Karin yang selalu Ayah banggain?" Karin yang mendengar ucapan sang Kakak semakin menunduk bersalah.

Gilang melangkah mendekati sang putri dan menarik tangan kecil itu kasar membuat Gladys mengikuti langkahnya.

"Awh, Ayah lepas. Sakit," Cengkraman tangan Gilang benar keras tapi Ayahnya seolah tuli, tidak mendengarkan kesakitan putrinya.

Gilang menghempaskan tangan Gladys, gadis itu mengusap pergelangan tangannya yang memerah.

"Lihat! Pasang mata kamu baik-baik. Kamu lihat kan foto itu, ada kamu di sana? ADA?!" Bentak Gilang diakhiri ucapannya membuat Gladys terlonjak kaget.

Gladys menatap foto besar itu dengan pandangan terluka. Dia ingat foto itu diambil saat dia berumur 15 tahun, dulu dia sangat semangat menanti hari esok untuk foto bersama. Benar, foto keluarga.

Namun, setelah dirinya sudah berpenampilan rapi dan siap untuk mengambil foto bersama Ayah, Bunda dan Karin. Gilang menyeret dirinya dan mengunci Gladys di kamar. Hingga sesi foto bersama itu berakhir.

"Ada kamu? Tidak ada kan, karena kamu bukan bagian dari keluarga ini. Bukan putri saya dan Farah."

Karin yang mendengar ucapan Ayahnya bangkit dari duduknya dan berlari kearah Kakaknya.

SAGLA (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang