◜14◞ Kembali Terluka

6.6K 682 69
                                    

"Sayangnya didalam tubuh anak bodoh ini, mengalir darah anda."

☆☆☆

Gladys berjalan memasuki rumah, dia pulang terlalu sore karena harus latihan untuk opening pensi nanti.

"Bagus, pulang sore tidak ingat waktu." Langkah Gladys terhenti dan menatap Gilang yang sedang bersedekap dada menatap dirinya tajam.

Gladys menghela nafas nya samar, jangan sampai dia mendapat pukulan lagi.

"Maaf Yah, Gladys tadi latihan dulu sebelum pulang." Gladys menggenggam erat gitarnya.

"Siapa yang menyuruh mu kembali bermusik?" Jantung Gladys berdetak kencang.

"Gladys ngak bermusik kok Yah, Gladys cuman wakilin kelas Gladys untuk pensi nanti," Tatapan Gilang kian menajam, apa dirinya salah berbicara?

"Saya sudah menyuruh kamu berhenti bermusik, saya tidak peduli itu urusan sekolah atau apapun, saya tidak peduli!"

"Sekali tidak bisa tetap tidak bisa!"

"Ayah sekali ajah ijinin Gladys, setelah ini Gladys ngak akan bermusik lagi." Demi mendapatkan perhatian Gilang, Gladys rela mengubur dalam-dalam hobi dan mimpinya. Asal Gilang melihat keberadaan dirinya.

"Berani kamu membatah saya?!" Amarah Gilang mulai terpancing. Gladys menggelengkan kepalanya. Dia tidak bermaksud membuat Ayahnya marah.

"Nggak gitu, Yah." Gilang menarik kasar gitar yang berada digenggaman Gladys.

"Ayah jangan! Jangan gitar Gladys. Gladys mohon." Netra coklat terang itu mulai mengabur, cairan bening itu mulai memenuhi kelopak matanya.

"Berikan! Ini hukuman untuk anak pembangkang seperti kamu!" Gladys terus mempertahankan gitar nya, menggenggam erat meski ia yakin saat ini tangannya sudah terluka karena tergores senar gitar yang tajam.

"Jangan Yah! Gladys janji ngak akan bermusik lagi. Tapi jangan ambil gitar Gladys," Air mata tak bisa lagi ia bendung. Gitar itu adalah hadiah dari sang Kakek saat dirinya masih berumur 10 tahun.

Gilang menghempaskan gitar itu membuat Gladys mundur beberapa langkah.

Gilang melangkah mendekati Gladys. Tangan Gilang terulur mendorong kepala Gladys kebelakang hingga membentur tembok.

"Ayah sakit." Kepala Gladys terdorong kebelakang, lehernya terasa sakit.

Gilang terus mendorong kening Gladys kebelakang, membuat kuku nya menancap sempurna di kening putrinya.

"Ini hukuman untuk anak tidak tahu diri seperti mu! Saya sudah bilang jangan pernah menyentuh gitar atau bermusik!"

"Tugasmu cuman belajar dan belajar, perbaiki otak bodoh mu itu!" Ucapan tajam Gilang menggores luka baru pada luka yang masih basah itu.

"Gladys nggak bodoh Yah, nilai rapor Gladys nggak pernah merah, Gladys sering ikut perlombaan melukis dan Gladys juga menang." Gladys memegang tangan Gilang yang masih mendorong kepalanya kebelakang.

"Cuman itu? Apa yang bisa dibanggakan dari itu? Tidak ada hal yang bisa dibanggakan darimu!"

"Lihat Karin, saya sering dipanggil ke sekolah untuk menerima penghargaannya, selalu mengharumkan nama sekolah dan membanggakan orang tua." Tatapan tajam Gilang bertemu dengan netra coklat milik putrinya.

Mata itu, mata yang akan selalu membuat nya mengingat seseorang dan berakhir membuat dirinya terluka jika ingatan itu terlintas kembali.

"Gladys juga putri Ayah, bukan cuman Karin. Tapi kenapa cuman Karin yang dapatin posisi tertinggi dalam hidup Ayah?" Pertanyaan yang selama ini ingin dia ajukan akhirnya sekarang keluar juga.

SAGLA (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang