◜39◞ Ungkapan Gio

3.3K 348 51
                                    

"Daun yang jatuh tak pernah membenci angin. Begitu juga perasaan anak pada Ayahnya."

☆☆☆

Pancaran sinar matahari pada danau yang tenang memberikan suasana damai. Angin berhembus menerpa wajah cantik gadis bersurai pendek itu.

Gladys saat ini berada di taman kesayangan Saga. Yang kata Saga tempat ia mencurahkan isi hati, pikiran dan keluh kesahnya.

Gadis itu menatap foto yang menampilkan eskpresi lucu sang kekasih.

"Baru bangun aja udah ganteng

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Baru bangun aja udah ganteng." Gladys mengusap wajah Saga, sungguh dia merindukan lelaki itu.

Pagi tadi Saga tiba-tiba mengirimkan foto selfie saat cowok itu baru bangun, memang cowok itu selalu ada saja tingkahnya.

Hari ini adalah final turnamen, dan besok adalah hari yang paling Gladys tunggu-tunggu karena Saga akan kembali ke Bandung.

"Jangan pernah memberikan perhatian sedikitpun pada anak itu, Farah!"

Ucapan Gilang pagi tadi terlihat dibenaknya, Ayahnya tak hanya merenggut kebahagiaannya tapi juga merenggut kasih sayang sang bunda.

"Ayah nggak pernah anggap Gladys anak, tapi jangan buat Bunda menjauh dari Gladys juga," ucap gadis itu lirih.

Gladys menyayangi Farah, sangat sayang. Walau awal dia sedikit kecewa pada sang Bunda karena tidak pernah membelah dirinya, tapi kini dia paham. Sikap Bunda seperti itu karena Ayah.

"Gladys nggak tau apa salah Gladys waktu kecil sampai mandang wajah Gladys aja Ayah nggak mau." Mata gadis itu berkaca-kaca, kilasan masa lalu bagaimana sikap Gilang selama ini padanya.

Bukan hanya luka fisik yang ia terima tapi juga luka batin yang masih membekas sampai saat ini. Saat tangan besar nan kokoh itu harusnya menggenggam tangan kecilnya dan menuntunnya berjalan justru tangan itu yang menciptakan luka fisik maupun batin.

Harusnya bahu kokoh itu adalah tempat ternyaman untuk seorang putri menumpahkan rasa sakit dan keluh kesahnya justru bahu itu adalah tempat paling menyakitkan baginya.

Harusnya tubuh kekar itu yang merengkuh tubuhnya dan mengucapkan kalimat penenang justru tubuh itulah yang menciptakan rasa takut untuknya.

"Gladys pengen peluk Ayah, Gladys pengen seperti mereka yang bisa kapan aja meluk tubuh Ayah mereka tapi Gladys nggak seberuntung itu, Yah." Tumpah sudah air mata yang sedari tadi ia tahan, mengalir layaknya bendungan yang deras.

Luka dalam hatinya selama ini terus menganga lebar dan selalu basah. Gilang tidak pernah berhenti memberikan luka dalam hidupnya.

Gadis itu mengusap air matanya dan menghembuskan nafasnya pelan mencoba mengurangi rasa sesak yang ia rasakan saat ini.

SAGLA (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang