MELEPAS(?)

20 2 1
                                    

"HA?!"

Ketiga orang itu pun melongo tak percaya, karena selama ini yang mereka lihat keduanya baik-baik saja dan tidak pernah mengira hal ini akan terjadi.

"Serius lo?"

"Iya lah ngapain gue boong." Jawab Rafinzha.

"Ya gue paham si kl lo sampe ke club." Ujar Rengga memaklumi.

"Ke club nya gue paham, tp ngata2in Alya yang gue gak paham." Balas Rezka.

"Jujur deh, lo benci ama Alya?" Tanya Dikara menyelidiki.

"Sumpah enggak."

"Trus? Kok bisa sampe lo dorong dia?"

"Ya gimana ya, emosi gue lagi gak ke kontrol, dia nya maksa gue pulang. Dan terjadilah. Ya sekarang dia benci gue. Impas." Jawabnya lesu.

"Elah jangan sedih ah. Ikutan sedih nih gue." Ucap Rezka merangkul sahabatnya kasiahn.

"Lo pada mau bantu gue balikan ama Alya nggak?"

"Dih, balikan. Jadian aja kagak."

Protes Dikara yang mendapat tawa dari ketiga orang lainnya kecuali Rafinzha.

****

Sepulang dari mall, Axel dan Sadam pun berniat akan pulang sore itu.

"Bang, lo beneran pulang hari ini?" Tanya Alya sedih.

"Iya. Entar kan rabu lo udah libur. Gue kesini kamis."

"Hmm."

"Jangan sedih elah. Senyum dong, biar tambah cantik." Ucap Sadam.

Alya pun akhirnya tersenyum.

"Semangat ya ujiannya, cuma tinggal dua hari doang. Habis tu, entar liburr." Ujar Axel.

"Iya.."

"Yaudah kita berdua balik ya.."

"Hm, thanks ya.." ucap Albar.

"Makasih bang. Ati-ati." Ujar Alya sambil memeluk kedua abang nya.

"Sip." Jawab keduanya.

Setelah kedua abang nya pergi meninggalkan rumah. Alya meletakkan barang-barangnya di sofa lalu mengambil alih kunci mobil milik Albar.

"Heh, mau kemana?"

"Lo tau gue mau kemana."

Alya kemudian berlalu pergi dengan mobil milik Albar. Sedangkan sang empunya mobil masih diam dan berpikir kemana sang adik akan pergi.

----

Di dalam mobil Alya mempercepat lajunya dan menutup telinga dari rekaman kejadian yang sedang berputar di otaknya. Tak lama, dia sampai ditempat yang ia tuju.

Alya mematikan mesin mobil lalu keluar. Melihat tidak ada orang di sana, membuatnya memilih untuk duduk di tempat beralaskan rerumputan hijau serta pemandangan indah yang menyuguhkan sungai dengan air mengalir yang menghasilkan gemricik menenangkan.

"Tempat ini tuh indah, tapi kenapa gue kesini selalu pas sedih?" Monolognya sambil tertawa hambar.

Ia menyenderkan punggunya pada sebuah pohon yang dirasa kokoh. Kemudian ia membuka galeri foto di hp nya dan membuka satu folder yang berisikan kumpulan fotonya dengan Rafinzha.

"Raf, Raf, lo orang baik, lo orang nya seru, bisa diajak bercanda tapi diajak serius juga bisa, sopannya lumayan sih, ngejaga gue. Gue jujur seneng banget punya sahabat kayak lo. Lo temenin gue, lo semangatin gue pas ada masalah. Gue makasih banyak. Keinget kata adek tingkat, katanya gue beruntung bisa jadi sahabat lo. Wkwk." 

Tanpa dirasa air mata yang telah ia tahan, lolos begitu saja melewati pipi. 

"Gue emang ngerasa beruntung dari awal kenal lo. Tapi, akhir-akhir ini yang gue rasa adalah sebaliknya. Gue tuh antara sedih, kecewa, kesel. Gak nyangka aja, malem itu di mana gue ada niat baik tolongin lo tapi gue malah dapet hal selama ini gue benci dan lo tau itu."

"Gue tau lo lagi banyak masalah, gue tau lo lagi bingung, takut. Tapi kenapa kata-kata itu yang keluar?!"

Alya menjatuhkan hp nya dan menekuk lutut. Menelungkupkan wajah serta memeluk lututnya. 

"Hati gue sakit Raf!"

"Lo bentak gue seolah-olah gue adalah pengganggu yang selalu ngikutin lo kemana-kemana. Gue juga seolah benalu yang gak mau lepas dari lo. Walaupun gue tau kata-kata lo semuanya bener."

Ia terisak semakin keras.

"Tapi apa gak bisa lo omongin ke gue secara empat mata aja, bukan di depan orang banyak." Ujarnya lirih. 

"Kalo lo sadar, malem itu, semua orang ngeliat gue dengan tatapan kesel dan gue merasa terpojok. Lebih lagi pas lo dorong gue, kalo aja gaada Rengga. Gue udah jatoh nabrak sudut meja.. I HATE Y-"

Alya kembali menangis dengan keras dan tak sanggup melanjutkan kata-katanya. Tiba-tiba hp nya bergetar menampilkan satu pesan dari Albar.

"Yak, pulang buruan. Mendung, gelap banget. Mau ujan."

Setelah membaca, ia pun tak memiliki niat untuk membalas pesan tersebut. 

Benar saja, rintik-rintik hujan mulai turun satu persatu. Ia membiarkan dirinya basah dan air mata yang mengalir telah bercampur dengan air hujan dan turun bersama jatuh ke tanah.

"APA GUE SALAH BUKA HATI BUAT LO?! HAH?!"

Tanpa sadar, kondisi tubuhnya saat itu mulai melemah. Namun, beruntung sebelum jatuh ada seseorang yang menangkapnya. 

"Yak, Yak.. Sadar kan lo?" 

Ujar seseorang itu sambil menepuk pipi Alya agar terbangun.

"Kak, apa gue jatuh hati ke orang yang salah ya?"

Kemudian, Alya pun pingsan. Albar yang menyadari hal itu, kemudian menggendong Alya ke mobil dan segera membawa nya pulang ke rumah. Beruntung jalan sepi, jadi bisa cepat sampai di rumah.

Albar membawa adiknya itu ke kamar dan meminta tolong pada Bi Minah untuk menggantikan baju adiknya. 

****

Jam menunjukkan pukul 8 malam, namun Alya masih belum juga bangun. Telah terhitung 2 jam adiknya itu pingsan. Albar mencoba memberikannya minyak kayu putih sebagai bau-bauan agar segera bangun. Namun nihil. 

Selimut juga telah ia berikan agar adiknya tidak kedinginan. Tapi tetap saja masih belum juga bangun. Albar setia menunggu dan duduk di dekat ranjang adiknya itu.

Dan ketika Albar memutuskan untuk keluar sebentar membelikan sup untuk Alya. Tangannya ditahan dan Albar berbalik menatap adiknya yang terbaring. 

"Yak, yak. Udah sadar?"

"Ha, loh kok di rumah? Loh, hp Alya." Ujar yang tiba-tiba kebingungan.

"Ada hp nya di dalem laci."

Mendengar jawaban itu, Alya kembali tenang.

"Kenapa? Kok bisa pingsan? Kepikiran apa?" Tanya Albar lembut sambil mengelus kepala adiknya.

Alya hanya diam 

"Cerita sini sama kakak, sapa tau kaka bisa bantu."

Alya kemudian menatap Albar dan mulai bercerita. Selama bercerita Albar menahan emosi nya yang hampir memuncak. Mengetahui hal itu, Alya lalu memeluk kakanya.

"Kak, Alya udah gede. Biar Alya coba selesaiin masalah ini sendiri ya.. Nanti kalo Alya udah angkat tangan, bantuin ya.."

"Ya kak?" Ucap Alya sekali.

Awalnya Albar hanya dia karena tidak setuju. Namun, melihat adiknya memohon akhirnya ia pun menuruti permintaannya.

"Oke, lo selesein sendiri. Tapi kalo yang sana udah macem-macem, jangan marah kalo kakak ikut campur."

"Iya, thank you kak." Ujar Alya tersenyum.

"Sama sama. Yaudah, makan ya.. dari tadi belum makan kan?"

Alya mengangguk, kemudian Albar turun sebentar untuk mengambil makan dan kembali ke kamar untuk menyuapi Alya.




SURE ?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang