SAKIT

72 5 5
                                    

Barusaja Rafinzha menutup telfon, masuklah satu panggilan dari Kak Albar. 

"Raf, Alya sama lo kan?"

"Iya kak, ini di rumah gue. Hujan lebat banget tadi."

"Oke oke."

"Ntar gue anter balik kalo dah reda."

"Oke, jan malem-malem ya."

"Siap kak."

Beruntung panggilan tersebut telah dimatikan Rafinzha terlebih dahulu, sebab tak lama Alya terbatuk dan bangun dari tidurnya. 

"Yak, dah bangun?" Tanya Rafinzha menghampiri. 

Alya mengerjapkan matanya perlahan lalu bangun dari posisi tidurnya dan mengesampingkan selimut yang tadi Rafinzha berikan. 

"Aduh." Ucap Alya sambil memegang kepalanya. 

"Eh kenapa Yak?" Tanya Rafinzha tak berani mendekat takut Alya masih marah.

"Pusing dikit, tapi gapapa." Jawabnya sembari tersenyum.

"Lo gimana? Better?" Lanjutnya bertanya.

"Better kok. Thanks ya.." 

Alya lalu menyandarkan tubuhnya pada senderan sofa sejenak dan melihat Rafinzha masuk ke kamarnya..

"Nih, ganti baju dulu. Baju lo basah." Ucap Rafinzha memberikan hoodie abu-abu miliknya.

"Ha? Gausa gapapa, abisni gue pulang kok. Ujannya reda juga." Tolaknya sembari tersenyum.

"Gue barusan pesen makan buat makan malem, habisni dateng. Dah ganti baju dulu." 

"O-okei." 

Alya lalu mengambil hoodie yang diberikan Rafinzha dan mengganti baju di dalam kamar mandi. 

"Raf. Gede banget." Ucapnya merengek ketika berjalan mendekati Rafinzha.

"Hahah. Makasi kek, malah komen."

"Ya iya makasih, tapi sumpah, lo sih tinggi." 

"Lah nyalahin gue."

"Biar." 

Tak berapa lama, pesanan Rafinzha datang. 

Rafinzha mengambil pesanan tersebut kemudian masuk rumah dengan membawa dua bungkus makanan. 

"Ayo sini Yak, makan dulu." Ajak Rafinzha menuju meja makan.

"Kelar makan, ntar gue anter lo balik."

Rafinzha lalu menuangkan sup ke mangkuk untuk mereka makan. 

"Nih, sup.  Biar lo enakan." 

"Hehe makasi Raf." 

Mereka berdua lalu memakan sup tersebut dalam keheningan. Hingga akhirnya Rafinzha membuka pembicaraan. 

"Hmm Yak, soal tadi gue minta maaf ya?"

"Yang mana?" 

"Bentak lo sama takut petir."

"Oalah santai gapapa."

"Gue ngebentak lo karena takut ketauan kalo gue sebenernya takut petir. Gue juga pas itu langsung tutup telpon dari lo dan gak jemput lo juga karena ujan petir." Ucap Rafinzha dengan menunduk.

"Yaampun Raf, gapapa. Kenapa harus takut ketauan?"

"Gue malu."

Alya tertawa kecil.

"Gausa malu Raf, tiap orang punya ketakutannya sendiri-sendiri dan mereka juga gak minta hal itu. Contoh gue ketemu orang kek Aldo aja udah nangis takut. Kita punya ketakutan yang beda, tapi sama-sama punya ketakutan." 

SURE ?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang