aku menghela napas panjang. dengan berani, aku membalas tatapan tajam papa yang membuat mama dan juga abang serta adikku tersentak kecil.
"terus sekarang papa maunya apa? dulu aku gak ada prestasi apapun dimarahin, dibandingin sama abang dan adek. sekarang aku udah setidaknya bisa dapet piala dan uang hasil dari prestasi non akademikku pun papa tetep ngelakuin hal yang sama, kan?"
"papa mau aku pinter? papa mau aku dapet nilai 100 di setiap mata pelajaran? papa mau aku dapet ranking paralel di sekolah? papa mau aku nguasain semua olahraga yang bahkan gak semua atlet olahraga bisa nguasain semuanya? papa mau nama aku selalu dibangga-banggain dan dipuji-puji sama semua orang?"
"iya?"
ruang keluarga yang tadi berisi bentakan-bentakan papa seketika hening. baik mama dan abang serta adikku tidak ada yang berani membuka suara.
sementara papa masih menatapku tajam, kedua tangannya terkepal erat dan napasnya naik turun tak beraturan karena emosi.
"bisa. aku bisa ngelakuin semua itu," ucapku menggantung. "kalo papa mau liat aku mati konyol bunuh diri karena semua tuntutan papa."
melihat papa berniat membuka suaranya, aku kembali melanjutkan.
"kalo aku tau waktu gede aku akan diperlakuin kayak gini sama papa, lebih baik sebelum ada di rahim mama, aku minta sama tuhan untuk gak usah dilahirin."
"papa pikir aku mau lahir di dunia ini? engga, pa. kalo bukan karena papa yang minta sama tuhan untuk di kasih anak perempuan juga, aku gak akan ada di sini."
"papa pikir aku mau terlahir dengan kapasitas otak yang beda kayak abang dan adekku? engga, pa. aku gak mau."
"kalo papa mau ngomong 'kamu bukan gak bisa, kamu cuma gak mau usaha' papa salah. aku udah berusaha sebisa aku."
"tapi yang namanya seorang ayah yang punya anak sesempurna jeno dan jeya, papa tentu aja gak mau susah-susah liat usahaku. aku bener, kan?"
"sekarang terserah papa mau gimana. mau anggap aku gak ada di rumah ini, mau perlakuin aku beda dari bang jeno dan jeya, atau bahkan papa mau usir aku dari rumah ini juga aku gak masalah."
"aku bisa tinggal di rumah nenek atau bahkan cari kosan untuk tempat tinggalku. uang dari hasil kegiatan yang kata papa gak berguna itu setidaknya cukup untuk aku bertahan hidup selama sebulan ke depan."
PLAK
"PA!" seru mama dan bang jeno bersamaan.
wajahku rasanya seperti terlempar ke samping saat tangan besar yang dulu selalu menahan tubuhku saat duduk di atas pangkuannya itu kini menampar wajahku dengan begitu keras.
"LANCANG KAMU YA!"
"sudah berani melawan papa, hm?" tangan papa kembali terangkat, berniat menambah rona merah alami di pipiku.
"kenapa? papa mau tampar aku lagi?" tanyaku menantang, membuat tangan papa yang terangkat di udara seketika terkepal erat.
"kenapa papa gak sekalian ke dapur dan ambil pisau? kalo papa ngerasa aku gak berguna kenapa papa gak sekalian bunuh aku aja? kenapa dulu waktu kecil aku gak ditaruh di panti asuhan aja?"
aku tersenyum kecil, "karena sebenci apapun papa sama aku, aku tetep anak papa. setidaknya masih ada secuil perasaan sayang papa untuk aku."
"kalo gitu aku ke kamar, makasih atas tamparannya. aku sayang papa." aku maju selangkah untuk memeluknya sebentar sebelum melangkah ke kamarku yang terletak di bawah tangga.
"papa keterlaluan!" suara bang jeno masih dapat terdengar walaupun aku sudah masuk kamar.
"jeno bener, mas. kamu gak seharusnya menampar putri kamu sendiri. kamu lupa dulu siapa yang selalu doa sama tuhan supaya kamu bisa dapet anak perempuan."
KAMU SEDANG MEMBACA
NCT AS | NCT OT23
Short Story𝐌𝐚𝐫𝐢 𝐦𝐞𝐧𝐠𝐡𝐚𝐥𝐮 𝐛𝐞𝐫𝐬𝐚𝐦𝐚 𝐦𝐞𝐦𝐛𝐞𝐫 𝐍𝐂𝐓. ⚠️banyak kata kasar⚠️ A wattpad story by ©aimmortelle_