CHENLE AS [BESTIE]

16.9K 2.5K 309
                                    

"kerjain tugasnya di kamar gua aja ya? males di sini, gerah." 

aku mendelik tak setuju. "apaan?! gaada! heh, kita ini lawan jenis. bukan gak mungkin kalo lo tiba-tiba napsu ama gue!" 

chenle yang tadi berjalan di depanku seketika menghentikan langkahnya dan berbalik menghadapku dengan kedua tangan bersedekap dada. mata sipit nan tajamnya itu memindai ujung kakiku hingga ujung kepalaku.

"gue?" ia menunjuk dirinya sendiri. "napsu sama lo? hah, gonjang-ganjing dunia ini."

"kurang ajar! awas aja lo ya, gue sumpahin lo naksir gue beneran!" 

chenle tertawa pelan seraya kembali melangkah menuju kamarnya. "gue no komen sih ya. soalnya kata mami, doa itu akan balik ke diri kita sendiri." 

"chenle asu!"

"heh, mulut," tegurnya galak. 

aku mendengus kesal. 

"ini kita beneran ngerjain di kamar lo?!" seruku histeris ketika chenle benar-benar mengajakku ke lantai 3 rumahnya, lantai tepat di mana kamarnya berada. 

"iya. kenapa sih, komentar aja. lagian di ruang tengah tuh panas tau!" 

"panas upil lo! rumah lo tiap sisi aja ac semua begini, panasnya dari mana coba?!" balasku dengan tangan berkacak pinggang. 

chenle berhenti di depan kamarnya, ia mendecak keras melihatku yang berdiri cukup jauh darinya. "kalo di ruang tengah, walaupun ac enam juga tetep panas karena ruangannya luas dan otomatis anginnya ke mana-mana, kalo di kamar 'kan anginnya cuma ke situ-situ aja." 

aku mengeluarkan suara rengekkan dengan kaki menghentak, sarat akan penolakan. "gamau! nanti digrepe-grepe lo!" 

"gue kasih tau ya, cewe nyebelin. gue gak bakal ngapa-ngapain. entah itu grepe-grepe, cium-cium, atau mepet-mepet." 

"gak, sampe kita udah nikah beberapa taun lagi." 

"LELAKI KARDUS!" 

———

bohong. 

harusnya aku percaya bahwa tidak akan ada 'kerja kelompok' dalam suatu kelompok, karena pada kenyataannya chenle si kampret itu dengan seenak jidatnya hanya berguling-guling di atas karpet tebal kamarnya dan sesekali mengumpat ketika lawan main ml-nya tidak becus. 

"lo bisa bantu dikit aja ga sih? ngapain kek, anjing-anjing mulu kerjaan lo. jadi anjing beneran tau rasa." aku menggerutu kesal ketika chenle kembali meneriakkan nama hewan tak bersalah itu dengan sangat lantang. 

ia melirikku sekilas, kemudian keluar dari game yang sedang berlangsung dan melempar hpnya asal. "apa yang bisa kakanda bantu, wahai adinda?" tanyanya dramatis. 

aku mendelik geli. 

"hih! greget banget gue!" aku menoyor kepalanya pelan dan menjambak rambut tebalnya penuh dendam. 

"woi! rambut gue, anjing! weh, botak ini gue! lepasin!" chenle berteriak histeris karena aku tak kunjung melepas jambakanku pada rambutnya. 

"HEH, CEWE GAK JELAS! LEPASINNNN!"

puas menjambaknya, aku pun kembali pada tugasku dan bertingkah seolah tak terjadi apa-apa beberapa detik yang lalu. 

"Tuhan.. rambut gue sampe rontok begini.." chenle meratapi beberapa helai rambutnya yang rontok dan jatuh ke atas karpet. 

"terbuang sia-sia deh hair care gue." 

"nyerocos mulu, anjing. udah deh, mending lo tidur aja udah paling bener." 

chenle mencebik kesal, tak terima aku mengatainya. 

beberapa saat kemudian ruangan dilanda keheningan, hanya ada suara robekan dari kardus dan kertas-kertas yang sedang aku gunting. sementara chenle tak lagi berceloteh, walaupun tangannya masih tak bisa diam. 

aku meliriknya, melihat tangannya yang sedang mengacak-acak kotak pensilku.

"ini apaan?" chenle kembali mengeluarkan suara, menyuarakan rasa penasarannya pada benda kotak berukuran kecil dengan warna-warna yang cukup menarik itu. 

"sticky notes, buat nandain yang penting-penting. jangan dicabutin! itu mahal!" aku mewanti-wanti ketika melihat chenle berniat menarik kertas berwarna pastel itu. 

ia kembali mendecak. "gue bisa beliin sepabrik-pabriknya buat lo." 

"halah, katanya mau traktir gue warteg dari taun kapan aja sampe sekarang belom kesampean," cibirku, kembali fokus pada tugas yang sempat teralihkan. 

"lagian ngapain sih makan di warteg, kan masih banyak restoran yang lebih enak, lebih bersih, lebih sehat, lebih higienis." 

"terus lo bilang warteg gak enak, bersih, sehat gitu?!" seruku tak terima. "heh! lo itu gak tau gimana sensasi makan di warteg, gimana enaknya makanan-makanan di warteg. udah deh, orang kaya mana tau!" 

"iya deh, maaf. ya udah besok gue traktir makan warteg, gue juga ikut makan biar tau gimana sensasinya," ujar chenle mengalah.

aku menatapnya dengan tatapan permusuhan. bukannya takut, chenle malah terkekeh pelan. 

"lo gemesin banget kenapa deh?" ujarnya seraya menempelkan sticky notes milikku yang berukuran persegi panjang kecil ke hidungku. 

"apaan sih! kan gue udah bilang jangan asal cabut, mahal tau!" 

chenle mengembangkan senyumnya, ia kemudian menarik pipiku gemas membuatku menatapnya dengan tatapan peringatan. 

"kata lo guna sticky notes untuk nandain hal-hal penting. karena lo penting buat gue, ya gue tempelin."








NCT AS | NCT OT23Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang