TAEYONG AS [EMPLOYER]

84.1K 6.9K 1.2K
                                    

aku menghela napas berat.

bekerja sebagai pengasuh anak kecil sebenarnya menyenangkan, namun jika anak yang kita asuh adalah anak yang penurut dan mudah diatur.

"theo ayo makan dulu, nanti daddy-mu marah sama onty." anak laki-laki berumur enam tahun itu melengos ke kamar sang ayah, mengabaikan aku yang terus membujuknya untuk segera makan siang.

aku menghela napas untuk kesekian kali, sebelum akhirnya melangkah menaiki tangga mengikuti theo yang saat ini sudah memasuki ruang kerja ayahnya.

taeyong, ayah theo dan juga majikanku itu terkadang sangat menyeramkan jika putra tunggalnya tidak mau makan, membuat theo menangis dan berakhir dengan aku yang harus menenangkannya.

"theo, makan!" aku langsung mengetuk pintu ruang kerja majikanku itu beberapa kali sebelum membuka pintu bercat cokelat itu perlahan.

iris hitam legamku menangkap theo yang menangis ketakutan karena baru saja dibentak oleh ayahnya.

"bukan salah theo, tuan. ini semua salah saya, maafkan saya," ucapku seraya menunduk, kedua tanganku langsung meraih tubuh theo yang bergetar ketakutan.

"saya permisi, tuan," pamitku sopan lalu berjalan meninggalkan ruangan itu dengan theo yang berada didekapanku.

aku membawa theo ke dapur lalu memangku anak itu untuk duduk di pahaku, "udah mau makan?" tanyaku seraya menghapus air mata yang membasahi wajah tampannya.

theo mengangguk, lalu menerima suapan demi suapan yang aku berikan, "aaa."

balita itu langsung meneguk air putih yang sebelumnya aku berikan ketika isi mangkuk makannya sudah tak bersisa.

"anak pintar." aku mengusap rambut halus theo membuat balita itu tersenyum lebar.

tangan mungilnya melingkar di leherku dan memeluknya dengan erat, aku mengusap punggung theo dengan lembut. sepertinya anak majikanku ini mulai mengantuk.

———

aku yang sedang memasak dengan maid lain langsung berlari ke kamar theo ketika mendengar tangisan keras dari sana.

"theo kenapa, sayang?" theo menggeleng lalu memelukku erat dan menyembunyikan wajahnya di dadaku, aku menahan bokongnya lalu kembali berjalan ke arah dapur sambil sesekali menepuk-nepuk bokong theo.

aku hampir terjungkal ke belakang saat seseorang langsung mengambil alih theo dari gendonganku dengan kasar. membuat balita itu menangis semakin kencang. 

"maaf tuan jika saya lancang," ucapku sebelum mengambil alih theo dari gendongan ayahnya. salah sendiri kasar.

aku kembali berjalan ke arah dapur, meninggalkan taeyong yang mematung di tempatnya.

sejak sore tadi theo selalu mengikutiku, bahkan ketika aku ke kamar mandi. aku tidak tahu apa yang terjadi pada balita itu.

tapi dugaanku, ia takut akan kembali dibentak oleh ayahnya, "theo ayo bobo." theo memajukan bibir bawahnya lalu berlari keluar kamar membuatku harus mengejarnya, takut balita itu terjatuh.

"theo awas ja—"

belum rampung aku berbicara suara debuman keras berbunyi.

bukan...

itu bukan theo, melainkan aku yang terjatuh karena tersandung oleh kakiku sendiri, astaga ini memalukan.

theo langsung berlari ke arahku dan menatapku khawatir, "onty gak papa?" tanya theo yang aku balas senyum paksa.

jelas-jelas aku terjatuh dari anak tangga ke lima dari bawah, dan bocah itu masih bertanya?!

"onty gak papa," ucapku lalu berusaha untuk berdiri meski pergelangan kakiku terasa sangat ngilu.

"ayo bobo, udah malem nanti daddy marah." 

theo memanyungkan bibirnya tak suka walau akhirnya pasrah mengalungkan tangannya di leherku. aku menarik napas panjang, berusaha untuk menggendongnya dan berjalan menaiki tangga dengan langkah terseret, mengingat kakiku sedang terkilir.

aku hampir saja terjatuh ketika sudah berada di depan kamar theo, jika seseorang tidak menahanku mungkin theo akan ikut terjatuh.

aku mendongak dan langsung mendapati taeyong yang menatapku tajam. aish kenapa duda beranak satu ini sangat menyeramkan sih?!

aku mencoba menjauhkan tubuhku dari tubuh Taeyong dan memasuki kamar Theo dengan langkah terseok.

"bobo ya, theo," ucapku seraya menepuk-nepuk bokong theo agar balita itu segera terlelap.

lima belas menit kemudian, theo sudah terlelap dengan memeluk guling kecil kesayangannya. aku tersenyum lalu mengusap dahi theo dengan lembut agar tidak membangunkan anak itu.

perlahan aku keluar dari kamar theo dan melangkah ke arah kamarku yang berada di lantai satu.

aku menegang ketika seseorang menarik tubuhku dan mendorong ke tembok dengan kasar.

mataku melotot tajam ketika sebuah benda kenyal melumat bibir bawahku menuntut, aku berusaha mendorong bahu seseorang itu yang membuat tautan bibir kami terlepas.

aku membelalak ketika mendapati taeyong lah yang mengunci pergerakanku menggunakan kedua tangannya dan mencium bibirku. pria itu tersenyum miring lalu mendekatkan bibirnya ke telingaku.

"kamu merawat anakku dengan sangat baik, sekarang giliranmu merawatku malam ini."


NCT AS | NCT OT23Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang